4-Sebuah Tanda Tanya

2.3K 180 17
                                    

Hari ini Jevan mengawali harinya dengan berlari-lari di sekitar rumah Jack. Karena tak banyak yang ia kerjakan selama dirinya berada disini terkecuali saat malam hari. Lelaki itu paling tak dapat diganggu disaat malam hari karena melanjutkan pekerjaan yang menyangkut perusahaan milik Ayah nya.

Tak usah hiraukan Veyla, karena wanita itu sudah terbiasa dengan kebiasaan Jevan yang begadang tiap malam demi pekerjaan nya yang satu itu. Veyla dapat memakluminya walaupun dalam hati kecilnya ia ingin seperti para istri diluar sana yang ingin memanjakan suami nya saat malam hari.

Mungkin belum saatnya, itulah yang selalu Veyla ucapkan dalam hati agar dirinya tetap kuat menghadapi Jevan.

Wanita itu kini tengah membereskan beberapa pakaian mereka dan memasukkannya ke dalam sebuah koper besar.

Hal ini bukan tanpa alasan, pasalnya Jevan dan Veyla akan kembali ke tanah air untuk mengisi libur semester mereka. Keduanya ingin mengisi hari libur dengan quality time bersama keluarga. Beberapa bulan jauh dari orang tua tentu saja membuat mereka rindu akan suasana rumah.

Keputusan ini tentu saja tidak diputuskan secara mendadak. Keduanya sudah merencanakannya dari jauh-jauh hari sebelum Jevan menyambangi nya ke Jerman. Jadi Veyla sempat untuk memesan tiket untuk mereka berdua pulang ke Indonesia.

Aktivitas beberes yang dilakukan oleh Veyla pun seketika tersita karena sebuah nada dering yang menandakan panggilan masuk berbunyi dengan nyaring dari arah meja nakas, tepatnya ponsel Jevan.

Dengan segera, Veyla berdiri dari tempatnya kemudian berjalan mendekat ke arah nakas tersebut. Wanita itu melihat sebentar ke arah ponsel tersebut guna melihat nama siapa yang terpampang di layar berwarna hitam itu.

'Ameetha' nama itu lah yang terpampang dengan begitu jelas disana.

Tanpa keraguan, Veyla meraih ponsel tersebut kemudian menggeser tombol telepon berwarna hijau ke kanan dan mendekatkan ponsel tersebut ke arah telinga nya.

"Hallo babe, how are you?"

DEG!

Seketika saja hati Veyla mencelos saat mendengar suara perempuan tersebut yang memanggil Jevan dengan sebutan 'babe'.

Pikirannya kini sudah mulai berkelana jauh. Berbagai ekspetasi buruk mulai berkeliaran di otaknya. Apakah selama di Amerika Jevan bersama perempuan lain? Jika memang hanya teman kuliah atau rekan kerja nya saja, mengapa harus memanggil suaminya itu dengan embel-embel 'babe'? Tidakkah Jevan menegur perempuan tersebut dan mengatakan bahwa ia sendiri sudah memiliki seorang istri? Kalau kenyataannya seperti itu, Jevan sangat jahat.

Beberapa bulir air mata kinu siap meluncur dari pelupuk mata ayu milik Veyla. Namun segera ia menghapusnya saat Jevan memanggil namanya.

"Sweet, gimana udah beres belum beres-beresnya? Kalau belum biar aku bantuin," tawar Jevan sambil mendekat ke arah Veyla yang saat ini posisi nya tengah membelakangi Jevan.

Veyla tak bergeming di tempatnya. Ia masih setia menggenggam ponsel milik suaminya tersebut sambil pandangan yang lurus ke depan.

Beberapa detik kemudian barulah wanita itu membalikkan badannya menghadap ke arah Jevan yang kini sedang menatap dirinya dengan penuh senyum.

Tanpa berbicara sepatah kata apapun, Veyla langsung memberikan ponsel berlogo apel gigit itu kepada si empunya dengan ekspresi wajah yang datar. Setelah itu, ia meninggalkan Jevan sendiri di kamar itu dengan ponsel yang kini telah berada di telinga lelaki tersebut.

Belum sempat satu menit, lelaki itu langsung mendatangi Veyla yang saat itu sudah berada di lantai bawah tepatnya di sofa ruang keluarga.

"Sweet, kamu--"

Stay Where stories live. Discover now