12-Mengenang Arletta

536 48 0
                                    

Hari demi hari di Indonesia Veyla lalui dengan sunyi dan sendiri. Tak ada sesuatu kenangan spesial yang ia buat ketika kembali ke tanah air. Semuanya terlalu kentara dengan kesakit hatian. Baik dari batin maupun fisik.

Hanya tinggal menghitung hari libur semester akan segera berakhir dan akan menyudahi perjalanan menyedihkan Veyla ke tanah air kali ini. Semua barang-barang sudah ia masukkan ke dalam koper untuk besok melakukan penerbangan ke Jerman, negara yang akhir-akhir ini Veyla rindukan karena dirinya hanya bisa melupakan masalah dengan pergi kesana.

Veyla memandangi seisi kamarnya dengan sorot mata yang sendu. Ruangan ini benar-benar hampa setelah kepergian Jevan ke Amerika beberapa hari yang lalu. Hubungan keduanya pun bahkan sampai sekarang tak kunjung membaik setelah hari dimana Daniel mengacaukan semuanya.

Helaan nafas panjang keluar dari mulut Veyla. Sehari sebelum keberangkatannya ke Jerman ini, ia memutuskan untuk mengunjungi salah satu temannya yang banyak memberikan histori di masa lalu.

Arletta

Perempuan yang dulunya pernah mengisi hati Jevan, suaminya. Yang dulunya juga mati-matian ingin merebut Jevan dari genggaman Veyla. Tak ada alasan sekarang untuk Veyla membenci sosok ini. Veyla telah mengikhlaskan apa yang pernah terjadi padanya dahulu.

Veyla melirik sekilas ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Tak perlu tunggu lama, Veyla langsung meraih tas berukuran kecil lalu menyampirkannya di bahu. Kebetulan Veyla juga sudah cukup jengah selalu mengurung diri di kamar beberapa hari ini. Makanya ia cukup antusias.

"Bun, Veyla berangkat dulu." Veyla mencium punggung tangan Rina dengan lembut.

"Kamu mau kemana? Ngurung diri di dalam kamar beberapa hari pas keluarnya malah langsung pergi. Kamu kenapa sih?" Rina bertanya dengan nada khawatir yang membuat Veyla tersenyum.

"Gak ada apa-apa, Bun. Kemarin-kemarin cuma capek makanya milih istirahat di kamar." Bohong Veyla.

Rina menyipitkan matanya berusaha menyelidiki sesuatu dari manik mata anak tunggalnya, "Beneran?"

Veyla mengangguk. Kemudian langsung berlari ke arah pintu rumah tanpa memberikan kesempatan untuk Rina berbicara kembali.

Rina yang melihat itu hanya menghembuskan nafas beratnya. Ia tau Veyla mengalami masa-masa sulit nan melelahkan. Fika telah memceritakan semuanya pada Rina mengenai hubungan tak harmonis yang terjadi antara Jevan dan Veyla. Hal itu memang wajar dalam sebuah rumah tangga. Namun, jika berkelanjutan seperti ini Rina takut jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan nantinya.

Ingin sekali rasanya Rina menasehati Veyla untuk sedikit melunturkan egonya. Tetapi Rina takut jika ia mengungkit masalah ini lagi dan lagi Veyla akan semakin memikirkannya. Maka dari itu ia memilih untuk bungkam dan tetap memberikan support kepada Veyla. Ia yakin, masalah ini timbuk hanya karena kesalah pahaman semata.

"Bunda harap, hubungan kamu sama Jevan kembali membaik, Vey. Supaya Bunda bisa liat senyum merekah di bibir kamu lagi."

~~~

Sebuah bucket mawar putih kini berada di pelukan Veyla. Perempuan itu sedikit meremas bucket tersebut ketika telah berada tepat di depan pusaran makam Arletta.

Kilasan tentang masa lalu kini menari di memorinya. Masih teringat dengan jelas bagaimana dahulu bagaimana Jevan memperlakukan sosok ini dengan embel-embel sahabat tetapi hal tersebut sangat berbeda di mata Veyla hingga ia memilih untuk mundur sekejap dan pergi ke Jerman sebagai pelarian diri.

Jika diingat-ingat, Jerman selalu menjadi sebuah tempat pelarian bagi Veyla. Dulu, ketika ia merasa sakit hati dengan kehadiran Arletta yang tampaknya Jevan mulai menerima kembali kehadirannya, negara itu lah yang menjadi tempat pelarian rasa sakit hatinya. Dan sekarang hal itu terjadi kembali ketika Veyla merasa tersakiti oleh orang yang sama tetapi berbeda status.

Stay Where stories live. Discover now