15-Rencana Surprise untuk Jevan

641 63 11
                                    

Jalanan di kota Berlin siang ini cukup ramai karena dari beberapa hari yang lalu, pegawai kantoran sudah kembali bekerja sebagaimana semestinya. Hal itu juga terjadi dengan beberapa universitas yang ada di kota itu.

Universitas yang sekarang Veyla emban ilmunya misalnya.

Beberapa menit yang lalu Veyla baru saja pulang ke rumah Paman Jack setelah menjalankan tugasnya menjadi seorang mahasiswa. Seperti biasanya, kepulangannya kali ini hanya disambut oleh keheningan. Disaat seperti ini, Paman Jack pasti tengah sibuk dengan urusan perusahaannya.

Veyla menapaki anak tangga dengan wajah lelahnya. Tugas dari dosen akhir-akhir ini cukup membuatnya pusing tujuh keliling dan membuatnya sedikit jenuh.

Tiba-tiba langkahnya terhenti di anak tangga terakhir sebelum mencapai kamarnya. Sebuah ide muncul di kepalanya.

Me time! Batin Veyla.

Perempuan itu langsung berlari masuk ke dalam kamarnya untuk mengganti pakaian lalu turun ke lantai bawah kembali untuk menyeduh kopi instant.

Me time-nya Veyla tidak seperti perempuan pada umumnya yang menyibukkan diri untuk memberikan perawatan pada tubuh atau memperindah kuku. Me time-nya Veyla itu baca novel kesayangan sambil minum kopi dan menikmati sepoian angin di balkon kamar.

Dan tak lupa headset yang menggantung di kedua telinga dengan  memutar lagu kesukaan. Percaya atau tidak, biasanya Veyla mengatur lagu itu untuk berulang. Jadi lagunya ya itu-itu aja. Kebiasaan Veyla kalau lagi suka sama satu lagu pasti seperti itu, mungkin ada yang sama?

Ketika Veyla mulai terhanyut dengan novel yang ada di tangannya, tiba-tiba seseorang menyerukan nama Veyla dari luar rumah yang membuat acara me-time Veyla terganggu.

Decakan sebal tentu saja keluar dari mulut Veyla. Dengan keterpaksaan, Veyla memunculkan kepala dari balik pembatas balkon. Kepalanya mengarah ke pekarangan rumah yang menampakkan dua orang tengah berdiri sambil membawa makanan.

"Agnethe? Zavid?"

Yang dipanggil namanya menoleh ke kanan dan kiri sembari menampakkan wajah bingung.

Veyla tertawa cekikikan. Ia sangat suka menjahili pasangan yang satu itu.

"I'm here!" Teriak Veyla sekuat tenaga yang berhasil membuat pasangan tersebut menemukan keberadaannya.

"Veyla! Aku pikir yang panggil namaku barusan adalah arwah." Agnethe mengusap dadanya sembari menghembuskan nafas lega.

"Tolong buka pintunya, Vey." Pinta Zavid dan diangguki oleh Veyla.

"Segera!" Veyla langsung lari secepat mungkin dan melupakan acara me time-nya. Urusan makanan 'kan Veyla nomor satu.

Veyla membukakan pintu rumah dengan senyum mengembang. Sedetik kemudian raut wajahnya memperlihatkan rasa keterkejutan, "Woah, ini masakan Indonesia?!"

Zavid mengangguk, "Agnethe dan Mama yang buat."

"Dimakan ya!" Agnethe berucap dengan cengiran lebarnya.

"Hmm, gak seru kalau aku makan sendiri. Kalian ikut, ya?" Pinta Veyla lalu tanpa permisi perempuan itu menarik tangan Agnethe untuk masuk ke dalam rumah. Tak ada yang bisa Agnethe lalukan selain menurut. Jika tingkah kekanakannya muncul seperti ini, Veyla sangat keras kepala. Jadi tak ada gunanya untuk melawan.

Hal itu juga berlaku dengan Zavid. Laki-laki blasteran Jerman-Indonesia itu kini mulai menapakkan kakinya ke dalam rumah Jack sambil membawa makanan yang sedari tadi ia pegang.

Sesampainya di ruang makan, Zavid meletakkan mangkuk berisi makanan tersebut di tengah-tengah meja makan dengan diapit tiga buah piring dan satu wadah nasi yang masih mengepul asapnya.

Stay Where stories live. Discover now