21-Stay with me

708 81 17
                                    

Seperti petir yang menyambat di siang bolong, perkataan Veyla yang memintanya untuk menceraikannya sangatlah menohok hatinya. Tanpa penjelasan lebih lanjut lagi, Veyla meninggalkannya sendirian di depan rumahnya itu dengan tatapan kosong dengan sebuah tangan yang menggenggam cincin pernikahan milik sang istri.

Helaan nafas dengan tatapan sendu muncul secara bersamaan ketika pandangan Jevan beralih kepada cincin pernikahan yang dikembalikan Veyla barusan. Niat Jevan datang ke mari untuk meluruskan apa yang dilihat istrinya, bukan semakin membuat runyam keadaan.

Lama terdiam di tempatnya, tiba-tiba suara seorang wanita yang berumur lima puluh tahun lebih mendominasi telinga Jevan.

"Jevan? Kamu ngapain di sana, Nak?" tanya Rina tepat di teras rumahnya.

Rina membuka pintu rumah ketika ia mendengar suara Veyla yang sedang berbincang dengan laki-laki. Karena kepo, Rina pun memilih untuk mengeluarkan diri untuk melihat keadaan luar rumah. Dan tanpa ia sangka-sangka sang menantu sudah berada di depan rumahnya dengan raut wajah yang sedikit muram.

"Assalamualaikum, Bunda ..." ucap Jevan sambil berjalan mendekat ke arah Rina kemudian meraih tangannya yang sudah mulai berkeriput untuk mencium punggung tangannya.

"Waalaikumsalam. Jevan kapan pulang? Kok gak ngabarin Bunda? Mama Papa kamu juga gak ngabarin Bunda kalau kamu balik ke Indonesia. Veyla juga ..."

Jevan tersenyum tipis. "Mama Papa belum tau kalau Jevan pulang ke Indonesia, Bun. Jevan mendadak pulang ke sini. Rencananya mau... mau ngasih Veyla surprise," sahut Jevan dengan diakhiri senyum yang terlihat sedikit dipaksakan. Niat Jevan memang ke sini memang untuk Veyla, tetapi sepertinya Veyla tak suka dengan kehadirannya di sini.

Melihat gelagat yang tidak wajar, Rina pun mengembuskan nafasnya pelan. Ia yakin, saat ini sedang terjadi masalah dalam rumah tangga anaknya, tetapi Rina lebih memilih untuk bungkam. Ia tak ingin terlalu ikut campur yang nantinya malah semakin memperumit keadaan.

"Jevan masuk dulu, yuk? Sambil nunggu Veyla pulang bareng teman-temannya," ajak Rina yang diangguki oleh Jevan. Keduanya pun kini berjalan masuk ke dalam rumah tersebut dan berakhir duduk di ruang tamu. "Jevan mau minum apa? Biar Bunda bikinin."

"Apapun buatan Bunda pasti Jevan minum,"

"Berarti kalau Bunda bikin kopi pakai garam kamu minum juga, 'kan?"

"Ya... jangan kayak gitu juga, Bun." Jevan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal karena merasa salah bicara. Melihat tingkah konyol menantunya tersebut, sontak Rina menyemburkan tawanya.

"Bunda gak sejahat itu juga, kok. Ya, udah, Bunda ke dapur dulu, ya?" pamit Rina yang diangguki oleh Jevan.

Sepeninggal Rina yang sedang pergi ke arah dapur, Jevan kini mengeluarkan sesuatu dari saku hoodie-nya. Sesuatu yang menjadi pengikat antara Veyla dan Jevan, tetapi dikembalikan secara sepihak oleh istrinya.

Jevan menatap benda kecil berwarna emas yang berbentuk lingkaran itu dengan tatapan sendunya. "Stay with me, Vey..." ucapnya kemudian perlahan menggenggam  cincin tersebut kembali.

•••

Rencana Veyla untuk pergi ke salon bersama kedua sahabatnya itu seketika berubah ketika ia bertemu Jevan di depan rumahnya beberapa menit yang lalu. Mood-nya untuk mengubah gaya rambutnya seketika turun drastis. Sekarang ia sedang berjalan-jalan tanpa tujuan di dalam Mall ini sendirian untuk sekedar menenangkan pikirannya  yang sedikit kalut. Ya, sekalian mengusir rasa bosan ketika menunggu Fika dan Caca yang sedang nyalon.

Helaan nafas kembali keluar dari mulutnya. Entah sudah keberapakalinya sudah, Veyla tak tahu. Ia hanya merasa akhir-akhir ini ia merasa terlalu egois dengan Jevan. Ia tak mau mendengarkan barang sedikit penjelasan Jevan yang membuatnya terkadang menyesal berbuat seperti itu. Namun, kesakithatian inilah yang membuat Veyla tutup telinga dengan segala penuturan Jevan. Bahkan, lebih fatalnya Veyla berpikiran untuk bercerai dengan Jevan.

Stay Where stories live. Discover now