5

1.9K 197 50
                                    

Minju menatap bias wajahnya di dalam cermin. Yujin telah meinggalkan kamar itu sejak beberapa menit yang lalu. Harusnya dia juga beranjak dari tempat itu, namun ketika Yujin pergi, Minju merasakan ketakutan yang amat besar menggerogoti perasaanya.

Minju merasakan kedua matanya memanas ketika wajah Jaemin tiba-tiba saja terlintas di dalam benaknya. Minju menggigit bibir bawahnya, dia sangat merindukan Jaemin, malaikat yang selalu ada di sisinya ketika di rapuh, dan sekarang dia benar-benar rapuh, tetapi Minju ragu, apa Jaemin masih mau menerima dirinya yang tidak lagi 'utuh' sekarang?

"Jamein-ah, apa yang harus aku lakukan? Aku sangat takut sekarang."

.






.






.

Langkah kaki kecil itu terlihat sangat tergesa ketika bel rumahnya berkali-kali berbunyi. Jo Yuri segera meletakkan apronnya dan segera beranjak membukakan pintu rumahnya.

"Astaga Minju, kau kah itu? Ya Tuhan kau kemana saja? Aku hampir mati karena mencemaskanmu." Yeoja mungil itu segera memeluk tubuh rapuh Minju. membawanya masuk ke dalam rumah sederhananya dan segera membuatkannya segelas coklat hangat kesukaan Minju.

"Katakan kepadaku apa yang terjadi MMinju-ya Kau menghilang semalaman, Jaemin seperti orang gila mencarimu ke semua tempat. Ibumu juga beberapa kali menelponku. Ada apa denganmu? Apa kau bertengkar dengan Jaemin?"

Seketika itu air mata Minju jatuh. Yeoja itu terisak semakin keras ketika Yuri memeluknya. Minju memang tidak punya banyak teman, selain Jaemin, Yuri adalah satu-satunya tempat ia berkeluh kesah.

Yuri adalah seorang pelayan di bar tempat Minju menyanyi. Mereka sudah seperti saudara, apalagi Yuri memang hidup sebatang kara di Seoul, yeoja itu justru sangat senang ketika Minju yang ceria menawarkan persahabatan kepadanya. Dan sekarang, setelah bertahun-tahun mereka bersahabat, pertama kalinya Yuri melihat Minju menangis begitu keras di dalam peukannya.

"Jangan membuatku bingung. Apa yang terjadi? Kau terlihat sangat pucat. Apa kau sudah makan?" Yuri mulai berkaca-kaca. Yeoja imut itu memang paling tidak bisa menahan air matanya. Dia adalah tipe orang yang mudah sekali menangis, apalagi jika menyangkut tentang sahabatnya, Kim Minju yang biasanya selalu ceria dan bersemangat.

Minju perlahan melepaskan pelukan Yuri. Yeoja cantik itu menghapus sisa-sisa air matanya dan kembali duduk tenang di kursi tamu di rumah Yuri. Pikirannya masih kacau, namun dia juga tidak ingin membuat Yuri terlalu mencemaskannya apalagi tahu tentang kejadian yang baru saja dialaminya.

"Mianhaeyo Yuri-ah. Aku pasti sangat merepotkanmu selamam." Minju mulai membuka suaranya, masih dengan suara parau setelah menangis keras beberapa saat yang lalu.

"Gwanchana, tapi apa kau bisa cerita kepadaku tentang semuanya? Apa yang terjadi? Kau membuat kami cemas Minju-ya"

Minju menggeleng lemah, "Aku baik-baik saja Yuri-ya, kau tidak perlu mencemaskanku." Ucap Minju berbohong.

"Kau berbohong, aku tahu kau sedang berbohong. Katakan padaku Minju-ya, bukankah kita teman? Apa kau bertengkar dengan Jaemin?"

Minju menggeleng pelan, tapi kemudian mengangguk cepat. Terang saja itu membuat Yuri semakin bingung.

"Apa kau belum memberi jawaban pada Jaemin? Apa kalian bertengkar karena itu?"

Minju mendongak, dia benar-benar telah melupakan masalah itu, Ya Tuhan, ingin rasanya Minju mengenggelamkan dirinya di sungai Han. Seorang malaikat telah menunggu jawabannya dan dia malah tidur dengan namja lain. Apa Minju pantas disebut sebagai seorang wanita?

TIMING (END)Where stories live. Discover now