18

1.2K 191 18
                                    

Hampir seminggu Minju dirawat di rumah sakit. Sebenarnya dokter sudah mengijinkan Minju pulang sejak 3 hari yang lalu. Namun Yujin memiliki pendapatnya sendiri dan melarang Minju untuk pulang dari rumah sakit.

"Aku harus memastikan kondisimu benar-benar pulih baru aku akan mengijinkanmu pulang ke rumah."

Kata-kata itu yang selalu keluar dari mulut Yujin ketika Minju bersikeras mememinta pulang. Akibatnya setelah itu Minju hanya bisa menatap garang ke arah Yujin dan mengabaikannya seharian. Jika sudah seperti itu, Yujin hanya bisa pasrah dan berusaha membujuk Minju untuk kembali bicara dengannya.

Berbeda dengan hari ini, Yujin mengatakan pada Minju bahwa dia akan membawa Minju pulang. Yeoja cantik itu tersenyum senang dan menatapnya dengan mata berbinar. Yujin ikut menyunggingkan senyumannya ketika melihat Minju segera beranjak dari tempat tidurnya dan bersiap-siap untuk meninggalkan kamar rumah sakit.

"Kau sudah siap?" Tanyanya ketika melihat Minju telah keluar dari kamar mandi dan telah mengganti pakainnya dengan pakaian biasa.

"Sebentar. Aku mau menghubungi eomma dulu. Aku ingin memberi kabar bahwa aku sudah keluar dari rumah sakit." Yujin hanya mengangguk pelan dan membiarkan Minju menelpon Ibunya yang telah pulang ke Daegu dua hari yang lalu.

.






.






.

"Eomma, aku sudah pulang dari rumah sakit." Ucap Minju ketika irene telah menerima panggilan teleponnya. Yujin hanya berdiri tenang di samping Minju. Sesekali melirik yeoja yang jauh lebih pendek darinya ketika bercakap-cakap dengan ibunya melalui telepon.

"Benarkah? Syukurlah kalau begitu. Apa kau pulang sendirian sayang?"

Minju melirik ke arah Yujin, "Aniya, Yujin-ssi yang akan mengantarkan aku pulang." Yujin kembali menunduk menatap Minju ketika mendengar namanya disebut. Tanpa sadar kedua pasang mata itu saling bertemu. Baik Minju dan Yujin segera tersadar dan mengalihkan pandangan mereka ke arah lain.

"Sampaikan rasa terima kasihku pada Tuan Ahn Yujin. Kau harus baik padanya Minju."Minju mengangguk pelan sembari terus mendengarkan nasihat ibunya. "Eomma menyayangimu. Jaga bayimu dengan baik dan jangan melakukan hal yang membahayakan nyawa kalian."

"Arasseo. Aku akan menjaganya. Eomma tidak perlu khawatir. Aku tidak akan melakukan hal yang akan membahayakannya." Minju menunduk dalam. Tangannya yang terbebas menyentuh lembut perutnya yang masih rata. Yujin berusaha untuk tidak melihat itu, namun kedua matanya terlanjur menangkap gerakan singkat itu. Membuat hatinya tiba-tiba terasa aneh. Terasa hangat dan itu sangat aneh.

Minju memutuskan panggilan teleponnya kemudian terdiam sesaat. Yujin berdehem pelan membuat Minju segera tersadar dari lamunannya.

"Kajja" ajak Yujin kemudian berjalan di depan Minju dan membiarkan yeoja cantik itu mengekor di belakangnya.

.







.








.

Yujin membukakan pintu mobilnya untuk Minju. Setelah memastikan pintu mobilnya terkunci rapat Yujin beralih ke kursi kemudi dan mulai memasang seatbeltnya. Mobil mewah itu melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan kota Seoul. Tidak banyak percakapan yang terjadi di antara Minju dan Yujin.

Keduanya terlalu sibuk dengan kegiatan masing-masing. Yujin fokus dengan laju kendaraannya, sementara Minju fokus dengan pemandangan di luar jendela mobil Yujin.

Minju terus memikirkan pembicaraanya dengan Yujin beberapa hari yang lalu. Tepat di mana dokter muda itu mengutarakan kembali niatannya untuk bertanggung jawab. Meski Minju tidak secara tegas menerima, namun ucapan Yujin kala itu menggambarkan bahwa dia tidak ingin dibantah.

Sejak malam di mana Minju mengalami pendarahan hebat dan nyaris kehilangan bayinya, membuat yeoja cantik itu sedikit demi sedikit mulai menyerah.

Mungkin Yuri benar, bagaimanapun juga Yujin adalah ayah dari anaknya. Mungkin ibunya juga benar, bahwa seorang wanita membutuhkan seorang pria disampingnya, dan seorang anak membutuhkan ayahnya untuk tumbuh.

Minju menundukkan kepalanya, siapkah dia menjalai semuanya? Menikah dengan pria yang sangat asing dengannya. Memiliki seorang anak. Mengubur semua mimpinya, mengubur ambisi besarnya untuk menjadi seorang penyanyi terkenal? Sanggupkah dia melakukan itu semua? Minju menghembuskan nafasnya berat. Cinta, karir, impian, semuanya terasa sangat fana sekarang.

Cukup lama Minju tenggelam dalam pikiran-pikirannya. Ia menyandarkan kepalanya yang terasa berat di kaca jendela, mata bulatnya terus menerjap, menatap jalanan kota Seoul yang semakin padat dengan orang yang berlalu lalang. Sampai kemudian dia menyadari sesuatu.

"Eh? Kita mau ke mana? Yujin-ssi, kau salah arah" Minju membuka suaranya ketika menyadari Yujin menuju ke arah yang berlawanan dengan apartemennya.

Yujim beralih menatap ke arah Minju, "Kita tidak salah arah. Kita akan pulang ke rumahku." Jawabnya santai seolah itu adalah hal wajar yang bisa diterima Minju dengan mudah.

Minju mendelik tak percaya, "MWO? KAU SUDAH GILA? KENAPA AKU HARUS PULANG KE RUMAHMU?" Minju meninggikan suaranya. Pemuda disampingnya ini benar-benar membuatnya kesal. Ia selalu melakukan sesuatu tanpa bertanya kepadanya terlebih dahulu.

"Jangan berteriak seperti itu kau mengejutkan bayi kita tahu."

Minju melemparkan tatapan membunuhnya ke arah Yujin yang justru membuat namja tampan itu terkekeh senang. Bagaimana dia tidak tertawa jika tatapan membunuh Minju justru membuat yeoja 25 tahun itu terlihat semakin menggemaskan.

"Okay, okay jangan menatapku seperti itu Minju-ssi." Yujin melanjutkan tawanya. Minju mempoutkan bibir mungilnya kemudian memalingkan wajahnya ke arah jendela. Ia masih sangat kesal dengan tingkah Yujin yang seenaknya.

Yujin mulai menghentikan tawanya, ia tahu Minju sedang kesal padanya. Selama seminggu selalu bersama Minju membuat namja tampan itu sedikit banyak mulai memahami karakter moody seorang Kim Minju.

"Aku ingin mengajakmu bertemu dengan eomma." Yujin membuka suaranya menunggu reaksi dari yeoja yang duduk di sampingnya. "Eomma ingin bertemu denganmu sebelum pesta pernikahan kita."

Minju menelan berat salivanya. Dia mendengar dengan baik ucapan Yujin meski tidak menanggapinya. Yeoja manis itu justru sibuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi ketika dia bertemu dengan nyonya Ahn. Minju menggigit bibir bawahnya, jemarinya mulai bergerak gelisah di atas pangkuannya.
Dia memang belum pernah bertemu dengan nyonya Ahn. Dia juga tidak tahu bagaimana karakter dari calon mertuanya tersebut. Dia tahu seharusnya dia tidak berpikiran buruk tentang eomma Yujin, tetapi berkaca pada keadaannya yang sekarang, Minju tiba-tiba merasa pesimis akan mendapatkan sambutan yang hangat di dalam rumah keluarga Ahn.

Yujin melirik ke arah Minju. Kedua matanya menatap jemari lentik Minju yang terus bergerak gelisah. Rasa-rasanya ia ingin menggenggam tangan Minju untuk menenangkannya. Namun niatan itu tidak jadi ia lakukan. Entahlah, Yujin hanya merasa bahwa dia tidak berhak melakukan hal itu kepada Minju.

Suasana di dalam mobil itu kembali lengang. Yujin terus berkonsentrasi pada laju kendaraanya. Sampai pada akhirnya mobil sport berwarna hitam itu memasuki gerbang mansion keluarga Ahn. Yujin menghentikan mobilnya. Kedua irisnya menatap Minju yang masih bertahan di posisinya.

"Minju-ssi, kau baik-baik saja?"

Minju menoleh ke arahnya. "Aku rasa aku tidak apa-apa." Jawabnya kemudian bergerak membuka seatbeltnya. Yujin pun segera mengikutinya, kemudian dengan sedikit berlari ia beranjak di depan pintu Minju dan membukakan pintu untuknya.

"Jangan cemas. Eomma tidak seperti yang kau bayangkan." Minju tersenyum pelan di depan Yujin. Tentu saja Yujin bisa berkata seperti itu, Nyonya Ahn adalah ibunya, sedangkan dia? Siapa dia? Hanya wanita yang tiba-tiba datang di kehidupan Yujin, wanita yang tengah mengandung calon cucu keluarga Ahn dan juga wanita yang terpaksa menyetujui rencana pernikahan yang ditawarkan oleh putera tunggal keluarga Ahn tersebut.

Minju menarik nafasnya dalam sembari memejamkan kedua matanya, 'Tuhan tolong aku' jeritnya dari dalam hati.


____________________________TBC

TIMING (END)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz