1.4 Arel

17K 2.9K 449
                                    

Arel

"A Arel, besok Rafael mau ke Jogja

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"A Arel, besok Rafael mau ke Jogja."

Gue yang baru aja pulang dari rumah sakit langsung mendapat sambutan demikian dari adik laki-laki gue. Namanya Rafael, umurnua terhitung jauh sama gue karena sekarang dia baru kelas 3 SMA dan baru akan kuliah di tahun depan.

"Ngapain? Sama siapa?"

"Acara sekolah, A. Apa ya? Kunjungan Wisata?"

"Kemana aja? Berapa hari?"

"Tiga hari dua malem. Ke Malioboro, Borobudur, Keraton Yogyakarta, sama ke pantai Parangtritis."

"Terus Bunda gimana?"

Adek gue kalo ada maunya ngedadak baik, sepatu gue sampe dibawa masuk terus disimpen diatas rak setelah diusap-usap dua kali. Rafael anaknya pendiem, dia lagi belajar buat masuk jurusan teknik pertambangan di ITB karena katanya dia bakalan dapet banyak uang kalau jadi ahli tambang. Anaknya gak neko-neko, gak pernah keluyuran dan cuma aktif di kegiatan-kegiatan sekolah sama klub beladiri yang sekarang lagi dia geluti.

"Ya ... sendiri aja kali, A."

"Ajakin Bunda, baru Aa izinin, langsung dikasih cash sekarang juga." Ucap gue, membuat remaja yang baru berusia tujuh belas tahun itu tercengir lalu berjalan cepat sambil meneriaki nama Bunda. Gue menggeleng, entah kenapa gue sayang banget sama Rafael sampai-sampai gue merasa kalau gue ini adalah ayahnya, bukan cuma kakaknya. Di masa kecilnya, Rafael banyak menderita. Dia bahkan kena kekerasan dari ayah di usia yang baru menginjak angka tiga.

Mungkin juga sih kalau Rafael nganggap gue ayahnya. Usia kita beda 11 tahun, dan Rafael udah kehilangan sosok ayah yang baik sejak umur lima. Dia cuma punya gue dan Bunda, yang gue salutkan adalah Rafael gak sekalipun mengeluhkan dan mempertanyakan soal kenapa kehidupannya harus berlangsung seperti ini kepada gue. Dia sama seperti Bunda, dia berhasil menyembunyikan itu dan memendamnya sendirian hanya karena gak mau jadi beban buat orang lain.

"Arel, Rafael sendiri aja atuh nanti dia malu kalau ajak bunda." Tiba-tiba bunda keluar dari dapur ketika gue baru saja duduk di ruang tengah. Dia masih pakai celemek, mana bawa-bawa spatula lagi sampe gue ngeri sendiri karena takut digetok kayak Sangkuriang.

"Enggak malu kok, Bunda. Bunda ikut aja ya? Kita liburan, Bunda udah lama gak main kan?"

Gue menyetujui, "Tuh Rafael-nya aja gak keberatan kok. Udah bunda ikut aja, belanja oleh-oleh yang banyak, Arel nitip Bakpia sama Yangko."

"Emang uangnya ada?" Tanyanya pelan, ternyata Bunda gak mau ikut cuma gara-gara itu?

"Ada lah, Bun. Udah kalian berdua pergi aja, berapa sih, El?"

"Ongkos Rafael sih udah bayar, A, dari tabungan. Paling tinggal buat bunda, sama bekel buat jajan oleh-oleh, hehe." Katanya malu-malu, menggaruk kepalanya sebagai tanda kalau dia lagi ngerasa gak enak karena harus mengatakannya kepada gue.

TIGA BELAS JIWAWhere stories live. Discover now