Chapter 7

97 11 0
                                    


Selena's POV

Aku sebenarnya agak kesal dengan pria yang saat ini sedang duduk di sampingku. Pertanyaanku dari tadi hanya diabaikan, sungguh menyebalkan. Mungkin dia tidak akan mau bercerita padaku, berbicara sepatah katapun saja tidak mau apalagi bercerita. Tapi mengapa rasa ingin tahuku semakin kuat terhadap pria ini?

"Menurutmu aku harus bagaimana?" ucapnya tiba-tiba. Aku pun menoleh memastikan apakah pendengaran ku rusak atau tidak.

"Aku tak mengerti, uhm.. maksudku dalam hal apa?" jawabku dengan nada seperti orang bodoh. Aku benar-benar tak mengerti dengan ucapannya.

Tak ada balasan dari Justin. Aku mendengus kesal, Kurasa dia mengetahuinya.

"semuanya hancur begitu saja. Mulai dari perusahaan orang tuaku bangkrut, mereka bercerai, ditambah lagi adiku yg terbaring di rumahsakit. Aku ingin keluargaku kembali lagi seperti dulu." Jawabnya Rancau, apa dia mabuk?

Aku memastikannya lagi, apakah dia baru saja berbicara. Tidak kusangka bahwa pria ini akan berbicara padaku, bahkan menceritakan masalahnya. Aku masih mencerna apa yang baru saja dia bicarakan sampai aku menyimpulkan bahwa dia sekarang sedang ada masalah keluarga.

"Kau harus bersabar, yang aku tahu, tuhan itu adil. Kau dan keluargamu akan baik-baik saja. Percayalah, ini hanya ujian untuk dirimu"

Entah mengapa aku bisa mengatakan itu padanya. Mulutku tergerak untuk mengatakan apa yang ada di pikiranku.

Pria itu menoleh dan menatapku dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Ia sedikit membuka tudung hoodienya, terlihat mata Hazelnut miliknya menatap lekat mataku, sangat indah.

Apa yang akan dilakukannya? Jaraknya cukup dekat denganku, jantungku berdegup kencang saat dia mulai merapatkan duduknya dan mendekatkan wajahnya ke wajahku. Tunggu, bau apa ini?

"Kau mabuk?"ucapku tiba-tiba saat aku mencium aroma alkohol dari mulutnya, langsung saja aku menjauhkan diriku darinya.

"Hmm.." jawabnya singkat sambil menatapku dingin, selalu saja begitu.

"Dirimu terlihat kacau, sebaiknya kau pulang jangan berkeliaran malam-malam." ucapku tanpa menatapnya. Lalu aku berdiri dan berlalu meninggalkannya.

Aku tau dia sedang mabuk, takut jika dia macam-macam padaku. Aku pergi meninggalkannya dan berlari kecil menjauhinya. Lagi-lagi aku merasa ada yang membuntutiku dari belakang dan aku menoleh dengan cepat alhasil aku jatuh dan kakiku terkilir akibat gerakan tubuhku yg cepat hingga membuat kakiku tak bisa bertumpu dengan kuat.

"Aww" pekikku keras. Karena aku merasakan kakiku yg teramat sakit.

Tangannya menjulur untuk menolongku, aku menerimanya dan berusaha berdiri tapi tidak bisa.

"Apa yang kau lakukan?" tanyaku padanya, maksudku Justin, ya.. rupanya dia tadi yg membuntutiku. Dia berjongkok tepat di depanku.

"Naiklah" ucapnya dingin.

"Maksudmu kau ingin menggendongku?" tanyaku terkejut.

"Jangan banyak bicara atau akan aku tinggalkan kau sendirian di tempat gelap ini" ucapnya dengan nada agak tinggi.

Mau tidak mau aku harus menuruti ucapannya, karena kakiku masih sakit untuk berjalan. Aku tidak mau ditinggalkan di sini sendirian dengan kaki yg sakit ini. Dengan pelan aku berusaha berdiri dan naik ke punggung si pria itu. Dia mengangkat ku lalu berjalan.

Jujur saja saat aku sempat takut padanya, kukira dia akan macam-macam padaku mengingat bahwa dia masih dalam keadaan mabuk. Aku menepis jauh-jauh pikiran burukku terhadapnya.

Tidak lama kami sudah sampai di rumahku, Pria itu menurunkanku pelan-pelan dan seperti biasa tampangnya sangat dingin.

"Terimakasih Justin," ucapku dengan tersenyum.

"Hmm.." balasnya singkat dan langsung saja ia melenggang pergi dari hadapanku tanpa mengucap apapun lagi.

"Sungguh irit berbicara dia," gumamku sambil berusaha jalan memasuki rumah.



-Keesokan Hari-

Cahaya menyilaukan menembus jendela kamarku, perlahan aku membuka mataku yang masih sedikit mengantuk. Aku ingat tadi malam pulang terlalu larut gara-gara si pria dingin itu.

"Sel, apa kau sudah bangun?" Kurasa itu Dad. Mendengar suaranya aku turun dari kasur dan keluar dari kamar.

"Uhmm ya baru saja"

"Tadi malam pulang jam berapa?" tanya nya mengintimidasi.

"Uhm.. dua"

Aku tau dad pasti akan memarahiku. Aku tidak mau melihat wajahnya yg sepertinya sekarang terlihat datar seperti pria dingin itu, tapi bedanya dia tetap terlihat tampan.

  "Ah apa yang kau fikirikan Sel!" Alam sadar ku berseru.

"Dad keluar sebentar" ucapnya membuyarkan lamunanku.
Aku sangat lega, kukira aku akan dapat ceramah darinya.

"Tunggu dulu dad, aku belum membuatkan sarapan untukmu, setidaknya tunggu lima menit saja. Akan aku buatkan sarapan."

"Dad ingin makan diluar sayang. Buatlah sarapan untukmu saja."

"Baiklah."

Dad mencium keningku lalu dia pergi.

Drrrtt..

Ponsel ku bergetar, ada panggilan masuk dan... Nomor tak dikenal?

"Halo, siapa?"

"Coba tebak aku siapa"

"Tunggu aku seperti mengenal suaramu"

"Ayolah masa kau lupa denganku "

"Oh My God, Swift! Apakah benar kau Swift?"

"Iya, begitu saja kau sudah lupa, huh teman macam apa kau?"

"Sungguh aku tidak mengenali suaramu Swift, aku akan selalu mengingatmu. Suaramu sangat berbeda jika didengar dari ponselku"

"Bukankah sama saja seperti dulu?"

"Tidak, suaramu sedikit berbeda sekarang, bahkan aku hampir tak mengenali suaramu"

" Ah lupakan Sel, aku sekarang berada di LA. Berkunjunglah ke apartementku, aku sangat rindu padamu"

"Really?! Baiklah aku akan kesana secepat mungkin, bye babe"

Tuuttt..

Aku melemparkan ponselku di atas sofa kursi dan berlari menuju kamar mandi.
Setelah beberapa menit aku selesai dan bersiap siap. Aku tidak sabar untuk bertemu dengan Taylor Swift sahabat lamaku.



*Maaf typo dimana-mana🙂
Jangan lupa Vote 🤗

My Sweatheart Justin Where stories live. Discover now