Chapter 12

87 5 0
                                    

Justin's POV    -keesokan harinya-

Aku merasakan sekujur tubuhku rasanya seperti remuk dan mencoba untuk membuka mataku perlahan.

"Dimana aku?"

Aku mengedarkan pandanganku ke setiap sudut ruangan ini, aku memegang kepalaku yang terasa sakit. Aku ingat bagaimana semalam Chris menghajar ku habis-habisan membuatku tak berdaya dibuatnya. Aku mengerjapkan mataku berkali-kali dan mencoba bangun dari tidurku.

"Hei kau sudah bangun"

Sebuah suara mengejutkanku. Siapa?
Aku tak percaya setelah melihat siapa pemilik suara lembut itu. Ya, Selena.

"Kau dirumahku. Semalam aku menemukanmu tergeletak di pinggir jalan." Jelasnya lalu duduk di sampingku. Aku mengangguk tenang, meskipun hatiku bertanya-tanya bagaimana dia membawaku sampai kerumahnya.

"Kenapa kau bisa begini? Apa kau berkelahi dengan segerombolan preman?" Tanyanya dan ughh.. dia memang selalu banyak bicara.

Aku masih tak bergeming dan kulihat dia menatapku mengintimidasi.
"Kurasa aku harus pulang, terimakasih" Ujarku. Dan ada sesuatu yang memegangi tanganku saat aku ingin beranjak.

"Kau ingin kemana? Sebaiknya kau harus memulihkan tenagamu dahulu baru kau bisa pergi" Ucapnya menahanku.

Aku tak menjawabnya dan kembali duduk di sofa tempat diriku tidur tadi.

"Aku sudah membuatkan sarapan untukmu. Sebentar, akan kuambil" ucapnya sambil menuju kearah belakang.

Sebenarnya banyak yang ingin kutanyakan padanya, apakah dia sendiri yang membawaku kesini?

Tak lama kemudian dia kembali membawa satu  mangkuk bubur yg masih hangat. Dan selalu disertai dengan  senyuman manisnya membuatku merasa tenang saat melihatnnya. Ya, aku menyukai senyumnya.

"Makanlah" ucapnya menyodorkan bubur itu padaku. Aku menerimanya dan ia duduk di sampingku.

"Kau suka bubur?"

"Tidak, tapi akan ku coba" ketusku.

"Ah iya."  Jawabnya lesu. Apakah ucapanku menyinggung nya?

"Ini sudah cukup" balasku datar.

Rasa buburnya benar-benar enak. Kurasa aku harus menghabiskan makanan ini secepat mungkin.

Di sela-sela makanku, kulihat gadis itu menatapku dengan serius. Aku tak mengerti apa yang ada dipikirannya.

"Mengapa kau selalu  menutupi kepalamu dengan tudung hoodie hitammu?" Tanyanya ragu. Kulihat ia menyesal telah bertanya seperti itu.

"Aku nyaman seperti ini. Em.. Kurasa aku sudah bisa pulang." Ucapku setelah menghabiskan satu mangkuk bubur buatannya dengan cepat.

"Terimakasih sudah menolongku. Bubur buatanmu enak" ujarku begitu saja. Aku melihat ekspresinya yang sekarang terlihat kikuk dan oh itu sangat menggemaskan bukan? Ya kurasa begitu.

"Tunggu!" Ucapnya menahanku lagi. Dia menghampiriku saat aku diambang pintu. "Aku ingin jalan bersama denganmu, oh maksudku aku juga akan berangkat bekerja, bisakah kau menunggu ku sebentar untuk bersiap? pintanya dan aku mengangguk.

"Baiklah, aku tak akan lama!" Ucapnya lalu berlari menaiki anak tangga, kurasa kamarnya di atas.

Setelah itu dia turun dan menghampiriku sembari tersenyum. Oh sudahlah aku tak kuat untuk melihat senyumannya itu, jujur aku suka saat melihat dia tersenyum.

"Ayo kita pergi" ajaknya padaku. Lalu kami keluar. Kami berjalan sejajar dan kulihat dia menyapa para tetangganya dan menatapku dengan tatapan seolah-olah bertanya siapa aku dan mengapa aku keluar dari rumah gadis ini, maksudku Selena.

Saat diperjalanan kami diam, sepertinya gadis itu tidak suka dengan keadaan ini.

Selena's POV

Jujur aku tak suka moment ini, dia memang  sangat dingin, sama dengan suhu udara di pagi hari ini. Aku tipe orang yang tak bisa berlama-lama untuk diam saat bersama seseorang.

"Apakah lukamu masih sakit?" Tanyaku padanya memecah kesunyian dan dia menoleh kearahku dan menggeleng pelan.

"Uhmm.. maaf, semalam aku membawa mu ke rumahku begitu saja. Sudah larut, jadi aku tak tahu harus membawamu kemana. " Jelasku dan ia masih menatap lurus kedepan.

"Kau membawaku sendirian?" Tanyanya dingin. Aku tau pasti akan selalu begitu.

"Ah tidak, aku menghentikan pengendara mobil di jalan dan meminta bantuannya. " Ujarku dan ia mengangguk.

"Apa kau tinggal sendirian?"tanyanya tanpa menatapku.

"Tidak, aku bersama dadku. Kami hanya tinggal berdua. Semalam ia tak di rumah. Pekerjaan kantornya membuatnya harus menginap di sana." Jelasku dan ia tetap memasang muka yang datar. Bahkan aku belum pernah melihat ia tersenyum.

"Huh dasar pria dingin" umpatku dalam hati.

"Awas!!" Tiba-tiba saja dia menarikku cepat.

"Apa yang kau pikirkan? Perhatikan jalanmu." Ujarnya dan kulihat baru saja mobil melintas dengan cepat. Kurasa aku hampir tertabrak olehnya.

"Maaf aku tak melihatnya." Balasku lalu ia melepas tangannya yang memegangi tanganku.

"Berhati hati lah" jawabnya lirih dan datar.

-----

" Ah ini sudah sampai, apakaah kau ingin mampir?" Tanyaku saat kami sudah di depan bangunan besar itu.

"Tidak, aku harus pulang"

"Oh baiklah, hati-hati! " Ujarku penuh semangat, dia mengangguk dan pergi dari hadapanku dengan raut dinginnya.

"Justin?" panggilku setelah ia berjalan belum jauh dariku lalu dia berbalik. "Apa?"ketusnya membuatku sudah terbiasa dengan sikapnya.

"Aku lebih suka jika melihatmu tidak memakai  tudung hoodiemu itu.

"Hanya bilang  begitu? Kurasa tak penting" Ujarnya sakartia lalu pergi begitu saja.

"Huh! Dasar, pria dingin" umpatku kesal.

Justin emang minta ditampol tu -_-

My Sweatheart Justin Where stories live. Discover now