Catatan 4 Apa Kamu Baik-baik Saja?

8.2K 803 86
                                    

"Sepertinya kamu sibuk sekali dengan dunia barumu Alana hingga melupakan perjanjian kita sore ini. Mungkin skripsi sudah tidak ada harganya bagimu. Atau mungkin kamu sudah jengah sama saya? Iya saya memang sering dicampakkan Alana, tapi bukan gini caramu memperlakukan saya. Saya kasih waktu dua minggu, pikirkan dan putuskan. Masih niatkah kamu bimbingan sama saya!"

Kalimat nista itu sepertinya udah tinggal tetap di dalam otakku. Buktinya udah tiga hari setelah hari buruk itu, aku masih mengingatnya saja. Padahal seorang Alana kan pelupa pakai banget, entah kenapa kali ini ingat betul sampai setitik komanya juga. Kalimat bu Franda sangat merasuk ke dalam sukmaku. Ingin membalas pesan itu tapi keberanianku ngibrit ke Afrika. Aku takut Cuy kayak cacing kurap, hiks.

Okay, sisihkan sejenak saja. Mendingan fokus pada hari ini, 1 April 2020. Ini adalah hari kenaikan pangkat Mas Dru dari letnan dua menjadi letnan satu. Selamat ya Sayangku, uluh-uluh. Akhirnya balok emasmu bertambah satu di pundak, tandanya kamu semakin tua. Makin tua makin besar tanggung jawabnya, kata ayah. Tandanya aku juga harus menyesuaikan diri dengan dunia perdinasan Mas Dru, mendadak lemas.

Seperti pagi ini, aku telah sibuk mempersiapkan diri untuk mengikuti acara korps raport kenaikan pangkat di lapangan legendaris Kota Malang, Lapangan Rampal. Kesatuan Mas Dru memang di depan hidungnya lapangan hijau ini. Tinggal melangkah udah sampai dan acara kesatuan sering diadakan di sana. Bakalan jadi apa ya hari ini? Semoga aku tak membuat kekacauan.

Oleh karena itu, aku bersiap semenjak pukul 2 pagi. Aku bangun dan menciumi Mas Dru yang masih pulas berulangkali. Merasa cukup, aku mengendap ke dapur dan memulai eksekusi itu. Tentu saja penghancuran dapur jilid kesekian. Rencananya pagi ini aku akan memasak nasi goreng telur. Hwaa, sesulit apa ya? Kalau nonton di Youtube sih nggak susah, cuma riweuh.

"Dek, nanti setelah upacara kamu tunjukkan desain bunga meja untuk VIP ya? Jangan sampai teguran!"

Sebuah pesan kembali masuk ke ponselku di pukul 3 pagi. Saat aku sedang memperkirakan takaran garam di nasi goreng. Oh my Godness, dari ibu tercinta. Udah tahulah siapa, ibu Ivana Wijayandanu. Tertua yang awalnya terlihat penyayang tetapi ternyata jder. Sangat rumpik, sangat perfeksionis, sangat rewel seperti kucing kena sariawan, ups.

Iya benar sekali, jangan menghakimi seseorang berdasarkan tampang. Tampilan awal bu Ivana sangat menggoda, setelah mendekat rasanya mau kiamat. Berulangkali aku harus merasakan ketidaknyamanan saat berdekatan dengannya. Ada saja perilakuku yang dinilai. Dari ujung rambut hingga kakiku adalah penilaian baginya, huks.

Serius deh, andai saja aku boleh membangkang, dari dulu udah kulakukan. Entah sampai kapan aku tahan jadi kesetnya. Disuruh-suruh kayak pembokat newborn saban ada acara. Saban giat, akulah peluncurnya. Apa-apa Alana. Mungkin karena kesalahanku dulu sejak masuk ke asrama ini kali ya? Dan bu Ivana adalah tipikal pemburu berdarah panas. Membidikku setiap saat, hwaaa.

"Siap Ibu." Dan itu adalah jawaban terbaikku. Kuketik dengan ekspresi wajah acak tak karuan.

"Ya ampun gosong nasi gorengku!" pekikku buru-buru mematikan kompor.

"Dodol markodol!" ujarku sambil mengangkat wajan yang sedikit berasap itu. Ini mau bikin nasi goreng apa nasi negro sih!

Kupilih dan kupilah nasi itu, semoga ada beberapa butir yang bisa masuk ke perut suami tercinta. Kasihan dia lama-lama, setiap hari makan asal makan. Tak pernah sekalipun makan hasil jerih payahku. Untung masih bisa dimakan sepiring inimah. Masih bisa disebut makanan manusia kok, bukan makanan bebek. Okay, sarapan done!

"Ya ampun, aku barusan masak apa uji coba nuklir sih ini?" gumamku sambil menatap sekeliling dapur yang emejing.

Okay mari kita bereskan kekacauan ini. Pelan-pelan pasti deh. Daripada aku mecahin piring mahal Mas Dru lagi. Sidia sih nggak marah. Tapi lebih kepada panik takut tanganku luka kena pecahan beling. So sweet sekali Anda, Mas. Pengen kubungkus dipajang di lemari. Hei, tiap malam dia juga nggak pernah pakai bungkus kali gara-gara gue! Paan sih, Oon!

Catatan Dodol Mamah Muda (Serial Alana dan Drupada)/OngoingWhere stories live. Discover now