Catatan 22 Menulis Lembaran Baru

11.7K 1K 85
                                    

Sebenarnya masih slow update. Tp karena kasian sama pembaca, ya udah deh di-update aja. Met baca ❤❤❤
=======================

“Hai Dek Alana?”

Sebuah sapaan membuat mata indah Alana terbelalak. Baru beberapa jam dia menginjakkan kaki di rumah dinas Drupada, sudah ada yang menyapanya. Tentu saja dia adalah salah satu orang yang bermasalah dengan Alana. Siapa lagi kalau bukan Ibu Komandan alias Bu Ivana. Seperti biasa, Bu Ivana selalu mencium aroma kedatangan Alana di tempat itu.

“I – izin, Mbak. Selamat siang,” balas Alana canggung dengan nada suara rendah. Dia langsung menghampiri sang ibu Komandan dengan langkah kecil.

“Boleh saya masuk?” tanya Bu Ivana pelan.

“Izin, maaf rumahnya masih sedikit berantakan,” jawab Alana malu.

Bu Ivana tak menjawab. Dia hanya tersenyum tipis sambil masuk ke dalam ruang tamu rumah dinas Dru yang sebenarnya sangat rapi. Tangannya yang lentik meletakkan sekeranjang buah mangga gedong kesukaan Alana. Bu Ivana tak tanggung-tanggung dalam mengunjungi Alana kali ini. Maklum sebuah ultimatum keras baru saja diterimanya.

“Mangga gedong, Dek. Manis dan harum. Katanya Dek Lana suka mangga, kan?” buka Bu Ivana pelan. Tak banyak kata-kata keluar dari mulutnya kecuali kata-kata manis.

“Izin Mbak, terima kasih banyak,” Alana menggeser keranjang buah itu sambil tersenyum. Tak ada kemarahan di matanya, Alana seorang pemaaf.

“Maksud kedatangan Mbak ke sini untuk menjenguk Dek Lana. Maaf baru sempat menjenguk, sejujurnya kemarin saya malu sekali,” cetus Bu Ivana jujur.

Alana terpana, “izin kenapa harus malu, Mbak? Seharusnya saya yang malu karena telah bersikap tidak sopan terakhir kali. Saya mohon maaf, Mbak, izin.”

“Nggak Dek, nggak. Sudahlah,” Bu Ivana menyentuh tangan Alana dengan hangat dan erat.

“Saya yang salah sekali karena bersikap tidak rasional. Saya minta maaf ya, Dek. Saya mohon tetap di pengurus, ya? Janji deh nggak bakal banyak tugas,” Bu Ivana berusaha meyakinkan Alana dengan kukuh.

“Ehem, izin Mbak, saya benar-benar membutuhkan istirahat. Izin, sepertinya keputusan saya tidak akan berubah. Saya tetap ingin berhenti dari pengurus,” tegas Alana teguh.

“Dek, saya mohon sekali. Apa Dek Lana masih marah dengan saya?” pinta Bu Ivana pelan.

Alana menggeleng, “Saya tidak pernah menyimpan dendam Mbak. Izin, sejujurnya saya malu karena tidak kompeten di pengurus. Bukan karena saya menolak.”

“Dek, saya janji akan membimbing dengan lebih sabar. Mau ya, Dek? Hem?” desak Bu Ivana lagi. Ia tak mau kehilangan kepercayaan Lana dan makin memojokkan posisinya.

“Izin Mbak, bagaimana ya?” ucap Lana bingung.

“Dek Lana boleh kok nggak terlalu ikut kegiatan buat menyelesaikan skripsi, yang penting tetap di pengurus ya, Dek?” sambung Bu Ivana teguh. Alana diam dan bingung.

“Boleh nggak Mbak saya nanya suami dulu?” tanya Lana pelan. Berasa mau beli barang gitulah, harus izin suami segala.

“Aduh, ya sudah deh. Saya nggak mau bikin Dek Lana pusing. Dek Lana masih dalam penyembuhan. Sampai lupa menanyakan kabar, Dek Lana sudah baikankah?” Bu Ivana malu sendiri karena kengototannya.

“Izin Mbak, saya sudah berangsur pulih,” ucap Alana pelan.

Tok! Tok! Tok! Ketukan tiga kali membuat pandangan Alana dan Bu Ivana tertuju pada pintu. Ada Dru yang masih berseragam loreng lengkap mengetuk pintu sambil tersenyum. Alana berdebar melihat senyum manis Drupada, begitu pula Bu Ivana. Kalau Alana rindu, Bu Ivana malu dan sungkan pada Dru. Bagaimana kalau Dru tahu ia dengan percaya dirinya datang dan memaksa Alana untuk tetap di organisasi.

Catatan Dodol Mamah Muda (Serial Alana dan Drupada)/OngoingWhere stories live. Discover now