Catatan 24 Malam Penuh Kenangan

11.5K 1.1K 162
                                    

“Lana pakai gaun ini ya, Mas?”

“Nggak, terlalu terbuka bagian dadanya. Ganti!”

Huft, ganti yang mana lagi? Ini udah gaun yang kesepuluh kucoba, dan masih nggak cocok sama Mas Dru. Yang katanya kependekanlah, dada terlalu terbukalah, terlalu ketatlah, terlalu nerawanglah. Aku harus pakai apaan dong? Pakai baju tidur lama-lama ih kesel. Mau datang ke pesta pertunangan aja kok ribet amat!

“Ya udah Lana ngendon aja di kamar!” ucapku frustasi sambil membanting badan di kursi butik. Semoga ga ancur ya kursinya, kena bantingan badanku yang kurus.

“Ya makanya pakai gaun yang biasa aja, Sayang. Coba Mas pilihin, ya?” Mas Dru memilah baju di gantungan. Pilihannya jatuh pada gaun panjang warna broken white dengan aksen renda dan bebungaan kecil warna emas.

“Cobalah!” suruhnya kemudian. Mataku hanya bisa melongo.

“Mas, Alana nanti dikira mau nyaingin yang tunangan lho!” celetukku yang membuat Mas Dru mesem.

“Udah, nggak! Sekarang coba dulu, acara tinggal sejam lagi Sayang. Dan kamu belum nata rambut segala,” omelnya perhatian. Aduh si mamas kok lebih rumpik dariku ya?

Baiklah nurut-nurut. Mungkin sekarang ia lagi pakai konsep ala pacar desainer kalik. Jadi merasa berkuasa atas pilihan baju dan riasanku. Daripada ngambek terus minta cium gimana, masa iya ciuman di butik gini? Bisa digetok satpam aku. Oke, selesaikan kehaluanmu Alana, lekas berbenah dan pulang buat nata rambut! Nggak boleh telat buat acaranya Gentong.

Skip-skip, akhirnya gaun cantik itu dibungkus dan segera kukenakan saat tiba di rumah. Tenang-tenang, ibu mertua udah manggil penata rias untuk menata rambutku kok. Beliau kan juga diundang, beserta bapak tentunya. Praktis gitulah. Aku aja yang ribet pakai nggak bawa baju segala. Semua gegara Mas Dru yang geger sendiri pengen segera pulkam ke Bandung. Jadinya serba dadakan gini.

Betewe itu si manusia ganteng kemana ya? Main ngilang gitu aja setelah mendorongku ke kamar ibu. Mungkin dia mandi dan berbenah juga. Pakai baju apa ya dia, jangan-jangan lebih wow dariku? Semoga nggak pakaian yang buat semua wanita memandangnya. Ih emangnya pakaian cowok model apaan yang bisa bikin perempuan terpana. Kalau aku sih lebih suka dia nggak pakai baju, wk wk wk.

“Wau, bagus juga!” pujiku tanpa sadar saat melihat tatanan rambut. Tatanannya sederhana tapi cantik. Digelung kecil lalu diberi beberapa anak rambut yang di-curly di sampingnya. Riasanku juga natural sesuai umur.

“Ya ampun cantiknya anak Ibu. Semoga Gita nggak kebanting ya sama tamunya,” puji Ibu yang membuatku kesengsem berat. Rasanya terbang ke langit kesejuta, buahaha.

“Izin Ibu bisa aja ih. Lana kan jadi malu,” Ibu memeluk dan mencolek hidung mancungku.

“Berasa punya anak perempuan beneran sih Ibu sekarang. Ya ampun, Lana di Bandung aja nggak usah ikut Mas Dru ke Malang, ya?” ujar Ibu dengan wajah berbinar.

“Tidak bisa dong, Bu. Lana kan harus selalu mendampingi Mas,” ujar sebuah suara yang membuatku menoleh. Si pemilik suara indah masuk ke dalam kamar dengan kemeja lengan panjang batik Megamendung warna coklat dan celana kain hitam. Dia juga memakai sepatu hitam mengkilat.

“Ganteng bangettt,” desahku lirih terpana padanya.

Mas Dru menatapku lekat. “Cantiknya Alana.”

“Aduh si Dru, kalau masalah Lana aja nggak mau ngalah sama Ibu. Kalian nanti kalau punya anak yang banyak ya? Supaya nggak sepi. Gini nih kalau punya anak cuma satu, nggak seru!” celetuk Ibu yang membuatku hampir kesedak brush blush-on. Kode-kode-kodeee!

“Tenang aja Bu, nanti Dru buat lima anak. Okay!” hibur Mas Dru yang makin membuatku ngik-ngok.

“Dikira Lana meong apa,” ceplosku yang membuat mereka ngakak. Okay, Alana memang hiburan kalian kok. Hiks.

Catatan Dodol Mamah Muda (Serial Alana dan Drupada)/OngoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang