Catatan 26 Aku Beneran Datang Lho!

9.9K 1K 226
                                    

Petrikor adalah aroma khas yang tercipta dari tanah selepas hujan. Jelas beda dong sama pelakor. Kalau pelakor nggak ada indah-indahnya, sedangkan petrikor penuh dengan keindahan. Karena cuma Tuhan yang bisa menciptakan. Bagaimana bisa tanah kering yang kena air hujan bisa menciptakan aroma yang khas, nggak bisa diungkapkan pakai kata-kata.

Ah, kenapa aku jadi aneh gini sih. Akhir-akhir ini suka sendu. Menghirup aroma petrikor aja tiba-tiba nangis. Padahal aku nggak kehujanan atau apa. Cucian juga nggak kehujanan, tapi aku sedih aja. Lihat iklan di TV aja nangis, padahal iklan sirup Marjan. Kan aneh.

Bahkan, yang aneh aku jadi suka menghirup aroma-aroma khas, macam petrikor itu tadi, bau Wipol, pengharum ruangan pinus, dan aroma pasta gigi. Apakah ilmu debus baru saja diturunkan padaku? Tapi, dari siapa? Kan aku nggak ikut pencak silat, hueee.

“Sayang, minum coklat panasmu nih!”

Mas Dru menyodoriku secangkir coklat panas yang masih mengepul. Pas sekali menemaniku mengerjakan skripsi yang sudah berjalan tiga mingguan ini. Demi mengejar ujian di bulan depan, aku harus ngebut mengerjakan anak itu.

Sebagai info, Alana baru aja kesamber wangsit dan akhirnya rajin ngerjain skripsi. Ternyata gampang kok, asal rajin dan mau mikir aja lama-lama jadi. Skripsiku yang tadinya acak kadul mulai jadi kerangka. Kerangka itu mulai jadi tulisan utuh.

Berkali-kali aku konsultasi via email dengan bu Franda, beliau mulai terkesan padaku. Katanya aku ada peningkatan selain berat badan. Tahu aja si ibu kalau agak gendut. Mau gimana dong, supaya rajin ngerjain skripsi aku harus ngemil. Nggak tanggung-tanggung, sekotak besar coklat dan susu beruang tersaji manis.

Mereka beneran asupan energiku yang baik, buktinya aku nggak pernah loyo ngerjain skripsi sampai jam 12 malam. Ajaib ya seorang Alana. Demi memakai toga dan wisuda, aku nggak kenal ngantuk lagi. Hei ngantuk, siapa elu?

“Sayang? kamu ngelihat apaan sih?”

Mas Dru membuyarkan lamunanku. Lah, gegara keasyikan nglamun skripsi aku jadi sering melongo di depan suamiku. Ah suami yang sering kucueki akhir-akhir ini. Mas Dru nggak lebih penting dari Macbook di depan mataku. Maaf ya Mas, demi masa depan, bentar aja!

“Maaf Mas, Alana ngerjain skripsi lagi ya!” ujarku sambil duduk di meja belajar rumah asrama yang menghadap langsung ke jendela.

“Aku dan coklat panas ini dicuekin lagi?”

Aku tersenyum dan memeluk pinggangnya, “maaf Sayang. Sebentar aja.”

“Tapi aku merindukanmu, Sayang. Minta waktumu lima menit aja, nanti aku ketikin deh!”

Aku menyerah, tampaknya memang sudah keterlaluan. Kangennya Drupada juga udah keterlaluan. Nggak bisa dicuekin lagi nih manusia ganteng. Takutnya ngambek lagi terus minggat ke lapangan tembak gimana. Ya nggak ngapa-ngapain sih, latihan nembak dia.

Mas Dru menarik tanganku halus dan memangkuku seperti anak bayi. “Sayangku ini kalau udah sibuk, sibuk terus.”

“Mau protes, ya?” tanyaku pelan sambil melingkarkan tangan di tengkuknya.

“Kapan sih ujian?”

“Minggu depan.” Mendadak hatiku berdebar karena memang ujiannya minggu depan, awal bulan.

“Kapan ketemu bu Franda?”

“Besok. Mas mau ikut? Biar dia langsung ACC gitu. Wajah ganteng Mas bermanfaat lho.”

“Dasar, kenapa manfaatkan Mas trus sih. Nggak mau kalau nggak dikasih asupan.”

“Hem, Lana masakin Indomie kuah surga ya?”

Catatan Dodol Mamah Muda (Serial Alana dan Drupada)/OngoingΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα