Catatan 8 Lingkaran Tuyul

7.3K 755 55
                                    

“Al, kamu nggak ke rumah? Bunda udah di rumah nih. Bawa banyak makanan! Bunda mau ngecek Mas Dru, makin kurus atau gimana,” cerocos Bunda di telepon. Oalah Bun, hari udah gelap masih aja semangat ngomelnya.

“Tapi ini udah malam, Bunda,”  tepisku malas.

Kamu nggak kangen Bunda? Malam apaan masih juga jam tujuh. Udah sini, Bunda dan Ayah tunggu!” suruh Bunda sambil menutup telepon.

Aku ndelosor ke sofa malas sambil mendengus kesal. Ini si Bunda tahu nggak sih kalau malam itu waktunya aku dan Mas Dru Q-time. Kenapa pula disuruh menghadap? Kangen sih tapi bisa nggak besok aja? Kruyuuuk, kayaknya perut gue nggak bisa kompromi lagi. Kemalasan ketemu bunda kalah sama cacing yang minta makan, hiks. Kelaparan maksimal.

“Nggak siap-siap, Sayang?” buyar Mas Dru yang ternyata udah rapi jali.

“Mau kemana, Bang?” godaku sambil menatapnya seperti puding coklat, seger-dingin-kenyal, wkwk.

“Lho, bukannya mau ke rumah Bunda? Barusan Mas ditelepon Ayah disuruh datang, katanya kangen sama Alana,” jawab Mas Dru santai sambil menggeser dudukku.

Aku speechless, “mereka udah menguasai Mas ternyata, huh. Lana malas, Mas.”

“Alana yakin nggak kangen ayah bunda, udah lama kan nggak ketemu?” tanya Mas Dru yang sepertinya mengandung unsur ngarep, iyalah dia kelaparan juga.

“Ya udah deh, karena dipaksa Alana manut. Bentar ya Lana ganti baju,” ujarku kusut.

“Lah, kapan juga Mas maksa?” desah Mas Dru bingung.

Tak pakai lama, kami telah berada dalam mobil menuju rumah ayah bunda. Sesekali mengulum Mentos karena kecut, menahan lapar dong. Mas Dru kelihatan santai dalam balutan kaos kerah warna hijau tua dan celana jins dongker. Di tangan tegasnya terbalut jam Swiss Army, biasalah ya style Pak Tentara dimana-mana sama. Sesekali dia bersenandung menikmati alunan musik Sunda. Perasaan dia nih asli Jawa, kok seleranya Sunda nih, kepriben?

“Mas ganti ah lagunya!” protesku tak suka.

“Kenapa? Ini arti lagunya tuh tentang kesetiaan suami ke istrinya lho. Kan aku banget,” cibirnya santai. Aku menyerah deh, daripada Mas Dru nangis trus minta balon biru. Beli dimana dong aku?

Skip-skip, tanpa terjebak macet Kota Malang, kami sampai juga di kediaman keluarga Adi Haris Wibawa. Di depan rumah ramai dong dengan penjagaan, biasalah ayah kan pasti bawa ajudan dan sebagainya. Jabatan ayah di Kodam V/Brawijaya memang nggak main-main sih, Aspers Kodam V/Brawijaya. Apaan tuh? Pikir aja sendiri karena aku nggak bakal jelasin, wek!

“Dru … ! Aduh kok makin kurus nih!” sambut Bunda yang langsung body shamming. Ih pengen gigit Bunda jadinya.

“Iya nih pasti karena Lana nggak pernah kasih kamu makan ya?” timpal Ayah menyebalkan. Aku kembali jadi anak tiri kalau ada Mas Dru.

“Siap Ayah Bunda, Dru sibuk HUT satuan makanya selalu lupa jam makan,” ujar Mas Dru beralasan. Biasalah nutupi kesalahanku. Dasar aku hina, hiks!

“Lana nggak ditanyain nih?” sahutku kesal. Mas Dru hanya menahan tawa ngakaknya, ih untung gagah.

“Kamu nggak pernah masak ya, Lan? Duh, gimana sih!” omel Bunda yang membuatku pusing.

Mendingan ngeloyor masuk ke dalam ajalah. Langsung ngesot lagi di karpet ruang TV. Ah kangen rumah deh jadinya, boleh nggak nginep di sini malam ini? Apalagi meja itu, penuh makanan! Waaa, ada lapis surabaya, lapis legit, onde-onde, kripik timun laut, dan bermacam-macam kuliner khas SBY yang membuat perutku makin protes.

“Bunda, lapar,” rengekku macam anak TK. Kembali ke habitat membuatku kembali manja.

“Kamu ini, nggak mikirin suaminya dulu malah merengek gitu. Udah sana makan, siapin buat Mas Dru juga. Kami udah makan, kalian makan aja sambil tunggu Bang Ranu keluar kamar,” omel Bunda sambil mencubit pipiku gemas.

Catatan Dodol Mamah Muda (Serial Alana dan Drupada)/OngoingWhere stories live. Discover now