empat

1.4K 57 9
                                    

Seorang gadis tujuh tahunan tersenyum riang saat berlarian menuju wanita yang berbaring di sebuah ranjang besar. Wanita itu menyambut putrinya dengan wajah ramah. Lantas dia kecup sebelah pipi gadis kecilnya yang memeluknya erat.

"Shella ada sesuatu buat Ibu," riang gadis itu memperlihatkan sebuah kertas.

Wanita pucat itu, ibunya Shella, tersenyum lembut. Lantas bertanya, "Apa itu?"

Shella kecil menyodorkan kertas yang dia pegang kepada ibunya. Sebuah kertas bergambar pemandangan yang diwarnai dengan pensil warna. Ibunya Shella tampak takjub dan kagum.

"Bagus banget. Beneran ini buat Ibu?"

"Iya. Nanti Shella tempelin di dinding biar Ibu bisa liat ini tiap hari. Biar Ibu cepet sembuh," ujar Shella masih tersenyum riang. Melihat lesung pipi dan gingsul anaknya, wanita pucat itu termangu. Senyumnya berganti lemah. Dia sentuh dagu anaknya itu. Membayangkan dirinya cepat atau lambat akan meninggalkan Shella, tatapannya kian berubah nanar.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Perhatian teralihkan ke arah manusia yang berdiri di sana. Wajah Shella mendadak masam, tidak seperti ibunya yang malah berusaha menyuguhkan senyum terbaik.

Manusia itu seorang wanita. Dengan tubuh proporsional dan wajah dinginnya, dia menghampiri Shella dan sang ibu sambil mengabaikan senyum wanita yang menyuruh Shella untuk ikut tersenyum.

Kalau bukan karena titah ibu tercinta, Shella tak akan rela memberikan senyumannya yang manis kepada wanita yang layak untuk diusir itu.

"Aku bosan," kata wanita berwajah dingin itu sembari menyilangkan tangan di dada. "Berapa lama lagi aku harus nungguin kamu mati?"

*

Ahad.

Davin merasa beruntung lantaran hari ini ialah hari libur. Dirinya yang sebenarnya tidak cukup tidur bakalan bisa tidur sepanjang hari. Tapi, mengingat ada seseorang tengah menginap di rumahnya, dia berpikir rencana tidur sepanjang hari tak akan berjalan mulus.

Lihat. Gadis itu tampak tak sehat.

Dengan mata tertutup yang meneteskan air dan tubuh yang jelas menggigil, bagaimana bisa Davin mengusirnya pagi ini juga?

Davin duduk di meja kaca, menatap tanpa ekspresi air yang meluncur dari ujung mata Shella yang masih terpejam.

Pipi gadis itu memar. Bibirnya pucat dengan luka sobek yang sudah mengering. Naas sekali. Padahal baru kemarin Davin lihat wajah gadis itu masih cantik terawat. Dan kini wajah itu telah termodifikasi oleh memar yang membuat ngilu siapa pun memandang.

Shella juga tengah menangis. Apakah dia sadar?

Davin menyentuh kening Shella. Panas. Cowok itu kian tertegun. Gadis itu benar-benar sakit. Atau dia tengah bermimpi buruk?

Mata Shella tiba-tiba terbuka, menatap Davin yang terkesiap. Refleks Davin menarik tangannya kembali. Mata Shella masih meneteskan air. Bibirnya yang pucat bergetar. Wajah yang begitu nelangsa.

Davin lihat bibir Shella bergerak, hendak mengatakan sesuatu.

"A ... air ...."

Seolah tersentak, Davin spontan beranjak dan bergegas ke dapur guna mengambil apa yang Shella inginkan. Mendadak benaknya bergumam. Kenapa dia harus serepot ini?

*

Shella meletakkan mangkuk bubur ayam yang telah ludes ke meja kaca. Dia kemudian bersendawa riang. Davin yang duduk di sofa seberang memandangnya jijik.

Shella lantas menyahut, "Apa? Biasa aja kali! Kayak nggak pernah sendawa aja."

Davin tak berminat untuk membalas semprotan jengkel gadis itu.

Shella in the Davin's WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang