▪️The stage▪️

3.1K 477 25
                                    

Hentakan kaki yang terasa hampa, memijak rumput pendek yang hidup di tanah. Seragam sekolah yang masih berlumuran darah masih melekat pada tubuh pemuda itu. Keadaannya saat ini benar-benar kacau.

"Apa gadis itu benar-benar berarti bagi mu?" Suara rendah ayahnya menyadarkan dirinya.

Lantas setetes air matanya terjatuh. "Ne," Jawabnya, nada bicaranya bergetar.

"Beomgyu, dengarkan aku." Sang ayah melirik anaknya yang disamping sekilas, kemudian menatap kembali kearah depannya. Terlihat dua orang suruhannya sedang sibuk mengubur peti jenazah seorang gadis yang pernah menjadi bagian penting anaknya.

"Takdir memang kejam. Tapi kau harus tetap menerimanya, sesulit apapun itu. Jadi, lupakan dia. Jangan seperti seekor burung yang selalu di dalam sarang, tak ingin terbang padahal, ada hal yang menarik di luar sana."

"Aku tahu perasaan mu, tapi jangan jadikan ini penghalau hidup mu. Aku tidak ingin kau terus berkabun, kau sudah janji, kalau aku setuju membuat kuburan gadis itu di halaman belakang rumah, kau akan menjadi penerus ku."

Beomgyu mengangguk, tentunya ia masih ingat. Dimana ia pulang membawa mayat kerumah dan langsung memohon menguburkan Nameun di halaman rumah dengan segala kesepakatan agar disetujui. Semua masih ia ingat dengan sangat baik.

"Ayah pergi." Pamit tuan Choi bersama kedua bawahannya yang telah menyelesaikan tugasnya.

Hening, tinggal ia dengan gundukan tanah yang baru dibuat. Beomgyu pun menghampiri gundukan tanah itu—tubuhnya bergetar kecil saat tepat disamping persinggahan terakhir gadis lugu itu.

Perlahan, dielusnya tanah basah itu. "Maaf, maaf atas kesalahan ku." Katanya lirih.

"Dan maaf mengubur kau disini. Aku tidak ingin membuat mu sendiri dikuburan, jadi aku membawa mu kesini."

Alasan kecilnya tentunya sangat dimengerti, dan alasan lainnya pun membuat ia terpaksa mengubur Nameun di halaman rumahnya adalah Beomgyu tidak tahu mau menguburnya kemana.

Ingat, Nameun di tinggal sendiri oleh kedua orang tuanya di dunia ini? Dan Beomgyu mau mengubur gadis itu didekat kedua orang tuanya. Tapi, gadis itu tak pernah sekalipun menceritakan orang yang cukup berperan penting di kehidupannya.

Jangankan menceritakan hal-hal seperti itu. Apa yang disuka pun mereka tidak tahu satu sama lain.

Sungguh, mereka sangat telat untuk sekedar berkenalan.

"Sekali lagi aku meminta maaf,

Yeo Nameun."

🔓

Bisingnya kota memekik telinga, bahkan padatnya kota di pagi hari tidak bisa ditoleransi lagi. Entah sudah berapa waktu yang ia habiskan di dunia ini, rasanya benar-benar tercekik.

Choi Beomgyu, laki-laki itu memainkan ponselnya yang setipis kertas dengan malas. Menyetel lagu kesukaannya yang langsung terdengar dari earphone bluetooth yang ia pasang satu di sisi kanan telinganya.

Dijalan setapak pejalan kaki, Beomgyu berjalan cepat lantaran kerumunan pejalan kaki lainnya tergesa-gesa menuju lampu lalulintas untuk menyeberang jalan. Dia terpaksa ikut tergesa-gesa karena tidak ingin tersenggol atau semacamnya.

Ibu kota sekarang sangat padat. Tidak seperti jaman ia masih duduk di bangku sekolah akhir dulu. Memang banyak penduduknya, tapi tidak sebanyak sekarang. Ini seperti kerumunan semut yang berbondong-bondong mencari makanan.

Ting

Lampu lalulintas sudah merah, waktunya para pejalan kaki menyeberang jalanan raya dengan cepat, para rombongan pejalan kaki menyeberang jalanan sampai ke ujung tujuan.

I'm ComebackDonde viven las historias. Descúbrelo ahora