▪️Who is?▪️

2.2K 416 61
                                    

Felix benar-benar dibuat mati rasa, sejak kejadian semalam. Ia tidak bisa berkutat, bahkan pekikan nyaring dari adiknya pun ia abaikan begitu saja.

"Hey! Apa kau mati?" Nameun dengan tak ramahnya masuk kedalam kamarnya. Ada sumbuh api yang muncul di kepala gadis itu, ia benar-benar marah.

"Tinggalkan aku." Ucapnya lirih.

"Kau ini aneh. Semalam pulang telat tiba-tiba seperti ini. Apa sesuatu terjadi? Apa kau tiba-tiba jatuh cinta dengan Chaerim itu?"

Lantas Felix menyembunyikan tubuhnya kedalam selimut. "Berhenti menyebut nama gadis itu."

"Ckck, akhirnya kakak ku bisa jatuh cinta dengan gadis. Aku pikir kau belok."

"Terserah kau saja."

Oke, Nameun pikir hal ini mempan membuat sosok Lee Felix bangkit dari kasur dan bergegas ke kampus, tapi nyatanya?

"Ya! Lee Yongbok, kau benar-benar tidak menghargai jeri payah ku untuk membayar uang kuliah mu?"

Felix menyibak selimutnya, menatap tajam adik perempuannya itu. "Berhenti memanggil nama ku seperti itu! Nama ku sudah berubah."

"Apanya yang berubah? Kau hanya memakai nama baptis mu saja. Nama mu tetap Yongbok."

"Wah jinjja, ya! jugeullae?*"

(*Benar², kau ingin mati?)

"Tidak. Jadi, cepat bangkit dari kasur mu dan pergi ke kampus. Kau tidak menghargai betapa mahalnya uang kuliah mu ha?"

"Urusan mu di mana? Lagi pula uang kuliah aku sendiri yang bayar."

"Iya itulah makanya aku menginginkan mu. Kita itu tidak kaya, jadi jangan menyia-nyiakan waktu. Kau sendiri yang bilang seperti itu."

Felix berdecak sebal, ia kalah telak. Seperti inilah kalau ia berniat ingin bolos, pasti selalu gagal oleh adiknya itu, namun Nameun melaksanakannya demi kebaikan. Yah meski setiap hari mereka bermusuhan, tetap saja keduanya selalu memperhatikan satu sama lain.

Meskipun caranya tidak terlalu bagus.

"Cepat! Kau akan ketinggalan bus."

"Biarkan," Felix dengan malas melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Nameun berdecak, memang kebiasaan sekali kakaknya itu, selalu menyebalkan setiap hari.

Tak ingin bergulat kembali dengan amarahnya, ia pun pergi dari kamar Felix. Nameun bergegas mengambil keperluan kampus dan setelahnya langsung menuju sepedanya.

"Oww Astaga!" Baru saja ingin mengayuh, kursi penumpang menjadi lebih berat. Pelakunya tentu saja Felix.

"Hey kenapa kau naik?"

"Aku lagi malas menunggu di halte."

"Astaga, kau itu berat. Dan tangan ku masih sakit!"

"Kau hanya luka ringan, tidak patah tangan. Cepat jalan, nanti terlambat." Perintahnya kelewat menyebalkan.

Nameun memainkan lidahnya didalam—menandakan ia sangat kesal—Mau sekali ia menjatuhkan anak itu, tapi mengingat waktu, terpaksa ia jadi menurut. Untung saja sepedanya ini sangat canggih, jadi tak terlalu susah payah membawa tubuh Felix yang cukup berat baginya.

Beberapa menit perjalanan, akhirnya mereka sampai. Sudah banyak mahasiswa dan mahasiswi berkeliaran dihalaman kampus.

Nameun segera memarkirkan sepedanya dan Felix langsung turun begitu saja dan tanpa mengatakan terima kasih lagi, orang itu pergi begitu saja.

I'm ComebackWhere stories live. Discover now