Defense Twenty Four

81 14 0
                                    

Kamis.

Pagi ini Aileen dan keluarganya sedang sarapan seperti biasa.

"Ai, ko matanya sembab gitu nak?" Tanya Freya dengan sedikit mendongakan dagu Aileen yang sedari tadi menunduk.

Aileen memang sedang menghindari kontak mata dengan keluarganya, matanya sembab karena semalaman menangis. Karena cowok dan pacar kurang ajarnya itu yang membuat ia menangis berkepanjangan.

Aileen sengaja menghindar karena tidak ingin mendapatkan pertanyaan banyak dari keluarganya.

"Ah? Engga ko Ma," sergah Aileen kemudian kembali menunduk.

"Aileen habis nangis?" Tanya Gio lembut.

Aileen diam tak menjawab. Jika ia menjawab benar, pasti akan mendapat pertanyaan yang lebih banyak.

"Siapa yang buat ade Raka nangis? Bosan hidup?" Ujar Raka dingin.

Aileen mendongak menghadap Raka, Lalu tersenyum sambil mengelus tangan Raka lembut.

"I.m okay," ucap Aileen masih dengan senyumnya. Padahal sebenarnya Aileen ingin sekali Reynald dihajar oleh abang tersayangnya itu. Biar tau rasa, selain menyebalkan Reynald juga sering menyakitinya bukan?

But Aileen still has a heart.

"Kalo ada apa-apa cerita sama abang," ucap Raka. Kedua orang tua Aileen tersenyum haru. Beruntungnya Aileen mempunyai Raka.

🍁🍁🍁

"Ca, gue mau cerita," ucap Aileen. Caca dan Aileen sudah berada di kelas, namun keadaan kelas masih sepi.

"Bentar, mata lo?"

"Ga penting. Gue mau cerita duluu," rengek Aileen seperi anak kecil.

"Cerita apa? Reynald?" Caca menebak.

Aileen menghela nafas panjang.

"Kemarin Ca..." Aileen menceritakan kejadian saat di rooftop sore kemarin.

"Anjrit! Jadi lo boongin gue soal buku matematika?! Trus si Fayna?! Apansi makin nyebelin aja tu orang! Minta gue banting aja kali badan cekingnya itu, enak aja fitnah-fitnah sahabat gue." Caca berucap dengan menggebu-gebu. Tubuh Fayna memang bisa dibilang kecil, mungkin terlalu kurus.

Aileen tersenyum mendengar respon Caca.

"Sorry gue bohongin looo." Cewe itu memeluk Caca dari samping.

Setelah Aileen merenggangkan pelukannya, Caca menatapnya serius.

"Terus malamnya lo nangis sampe mata lo jadi kaya kodok begini?" 

"Gue sedih banget Ca. Tadi malam gue galau masa, gara-gara inget gue sama Reynald dulu, perasaan dia ga sejahat itu dulu."

"Udah gausah diinget inget lagi Ai. Jangan sedih sekarang lo jauh sama Reynald, tapi bersyukur karena kalian pernah ada." Ucapan Caca membuat Aileen terharu. Caca memang bisa menjadi apa saja untuknya. Penasihat, tempat curhat yang baik.

Aileen kembali memeluk Caca. Sampai mereka tidak sadar keadaan kelas sudah lumayan ramai.

"Woii. Pagi-pagi ada Teletubbies nichh," teriak Jemi yang baru datang.

Tentu saja meneriaki Aileen dan Caca. Kedua cewek itu melepaskan pelukannya.

"Jem. Kayanya gue kenal tuh makanan." Aileen menatap intens makanan yang ada di genggaman Jemi.

"Jim, kiyinyi giwi kinil tih mikinin." Jemi mencibir membuat Aileen menyengir.

Oreo. Iya, itu makanan yang dibawa Jemi.

"Kalo mau tuh tinggal minta. Basa basi segala anak kutil," kata Caca menyindir Aileen.

"Kalo sahabat mah harus peka. Ya ngga jem?" Sahut Aileen meminta persetujuan Jemi.

"Peka gigimu meletak," ucap Jemi sambil meletakkan oreo itu dijidat Aileen. Sebelum oreo yang masih terbungkus rapih itu jatuh, Aileen langsung menangkapnya.

"Love youu Jemiiiii!!"

🍁🍁🍁

Bel istirahat sudah berbunyi dari lima menit yang lalu.

"Hai," sapa Fayna saat memasuki kelas Reynald. Tentunya menyapa pacarnya itu. Reynald mendongak kemudian tersenyum.

"Ke kantin yu?" Ajak Fayna sambil melingkarkan tangannya di lengan kekar Reynald.

"Iya ayo."

Mereka pun berjalan keluar kelas.

"Rey, nanti sore aku cek up. Kamu temenin aku bisa kan?"

"Aku gak bisa Fay, hari ini Umi aku juga mau cek darah, Umi gaenak badan dari kemarin."

"Temenin aku sebentar aja gabisa?"

"Umi juga ke rumah sakit sore, aku harus antar."

"Kamu bohong ya?"

"Kalo bohong mah hidung aku panjang dong."

"Ga lucu Rey! Pokonya aku mau nanti sore cek up sama kamu!" Lalu Fayna berjalan meninggalkan Reynald. Cowok itu menghela nafas gusar.

Ia tidak mungkin menemani Fayna sedangkan Uminya pergi ke rumah sakit sendiri.

Aileen dan Caca sedang berjalan menuju kantin, dan sambil asyik bercanda.

"Coba aja ya Ai gue punya kekuatan biar bisa lari cepet kaya the flash. Mungkin sekarang gue lagi peluk pelukan sama Taemin," ujar Caca sambil menghayal hayal.

"Bangun Caaaa. Kalo lo jadi the flash, entar pas ketemu Taemin lo nya malah masuk angin. Gara-gara lari cepet banget."

"Ya gapapa sekalian minta kerokin ga sih." Ucapan Caca semakin melantur. "Sambil digre-" sebelum Caca melanjutkan ucapannya, Aileen sudah lebih dulu membekap mulut temannya itu.

"Udah diem gausah dilanjutin. Makin-makin ya otak lo Ca," Aileen berucap dengan nada kesalnya. Lalu berjalan lebih cepat dari Caca.

Takut ketularan autisnya.

"Tapi Ai, gue bisa jelasin ko." Caca terbahak dengan berucap dramatis.

"CACA AUTIS GAADA OTAK!" Balas Aileen dengan teriak. Karena dia lumayan jauh meninggalkan Caca, perduli setan lah dengan tatapan anak-anak yang berada di koridor.

🍁🍁🍁

Reynald baru saja merebahkan tubuhnya di kasur. Tadi saat pulang sekolah, ia langsung mengantar Bundaya cek darah. Dan Fayna marah dengannya karena tidak menemani cewek itu ke rumah sakit.

Reynald menatap langit-langit kamarnya. Bukannya memikirkan Fayna yang sedang marah dengannya, ingatan cowok itu malah meleset pada kejadian saat di gerbang tadi sore. Saat Reynald dan Fayna berjalan di parkiran mobil, dan melihat Aileen dengan Regan yang sedang bercengkrama di depan mobil Aileen. Tampaknya cewel itu asyik sekali mengobrol dengan musuh bubuyutannya. Perasaan Reynald semakin tidak karuan, diantara takut tapi ia tidak ingin bertindak.

"Bodoh! Susah banget kayanya tinggal dengerin gue doang," gumam Reynald pelan.

"Who are you?" Ucapan Aileen pada saat di taman belakang sekolah itu terngiang di otaknya. Entah kenapa, tiga kata itu berhasil menohok hatinya.

Reynald mengusap wajahnya gusar, kemudian bangkit dari kasur untuk mandi.








VOTE AND COMMENT!!!

DEFENSE✓Where stories live. Discover now