C

627 94 0
                                    

Menjalani hidup itu gampang-gampang susah. Dengan tidak begitu saja memercayai orang lain tanpa sebab, itu sudah menjadi salah satu ritual menjalani hidup.

***

Kamar seluas dua kali enam meter bernuansa warna biru cerah dipadu putih yang sangat memanjakan mata. Mood seorang perempuan di dalannya sedang tidak baik-baik saja. Tangannya sibuk memegang sebuah pensil sembari berpikir ekstra. Tapi di sisi lain, pikirannya seolah menolak dia untuk terus berpikir.

"Awas lo, iya. Pacar serasa babu. Biarin deh sekarang PR lo gue kerjain, kalau gue yang lebih pinter dari lo, jangan harap gue mau jadi pacar lo," gumam Vie sembari merutuki dirinya yang sudah menjadi budak cinta akut sejak dua minggu yang lalu.

Sesaat kemudian, suara pintu tertutup terdengar dari ujung kamar. Menampakkan perempuan tak kalah cantik dengan Vie. Penampilannya sedikit agak kelaki-lakian. Bukan berarti tomboy. Dia hanya lebih suka memendekkan rambutnya sepundak.

"Ngapain sih lo, Vie? Sibuk banget kayaknya. Sampai enggak mau temanin gue nonton film horor."

Tita berjalan menghampiri Vie yang nyatanya adalah sepupunya. Bukan adik, bukan juga kakak. Hanya sepupu. Tangannya sibuk memasukkan satu persatu kue kuping gajah warna pink dan putih itu ke dalam mulutnya.

"Ngerjain PR," jawab Vie ketus.

Tita memanjangkan lehernya untuk melihat PR Vie. Tapi aneh, pelajaran itu belum pernah mereka pelajari sebelumnya di kelas. Yah, walaupun mereka beda kelas. Tapi guru matematika mereka sama, dan enggak mungkin kasih materi yang berbeda.

"Punya Novan, iya?"

"Emm. Udah sana deh, lo enggak usah ganggu gue. Lagi pusing nih!"

Tita memilih mengalah dari Vie. Tingkah Vie seperti kucing pms yang siap menerkam mangsanya jika terus mengusik ketenangan hibernasinya. Tita mengalihkan perhatian dengan membuka aplikasi chatting di ponselnya. Dan mencari satu kontak yang menjadi kesayangannya saat ini.

"Vie, lo mau kuping, enggak?"

"Gak doyan!"

"Yuh, sok-sokan enggak doyan, biasanya setoples abis sendiri. Awal lo ya, kalo minta."

Lima belas menit kemudian, jarum jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Otak Vie sudah tidak bisa diajak kompromi. Dia sudah putus asa dengan semua PR Novan. Entahlah, itu jawaban yang benar atau salah. Vie tidak peduli.

Sekejap, Vie sudah duduk cantik di sebelah Tita tanpa ia sadari. Memeperhatikan percakapan pesan di ponsel Tita dengan seseorang yang terlihat sangat akrab. Tangannya menggaet beberapa kue kuping gajah dan menyembunyikannya di belakang tubuh Vie. Satu persatu Vie mulai memakannya seraya memulai basa-basi ala Vie..

"Enak banget sih lo, sama Kak Vidie enggak pernah marahan. Kak Vidie juga baik, enggak kayak temannya yang kutu monyet, si Novan gila!"

Takkan habis-habisnya Vie meluapkan kekesalannya terhadap Novan jika laki-laki itu tidak ada di hadapannya. Persoalan Vie dan Novan di kelas bahasa tadi, menurut Vie, Tita tidak perlu tahu. Karena mulut sepupunya itu sangat ember dan pasti Fasya akan tahu juga. Dan akan mulai menceramahinya agar dia putus dengan Novan. Ayolah kawan, tidak semudah itu.

Jerawat (TAMAT) ✔Where stories live. Discover now