E

450 67 1
                                    

Kadang, hal yang menyesakkan itu seharusnya dibuang saja. Tapi kadang pula, alasan cinta membuatnya jadi bodoh dan melupakan seketika sakit hatinya.

***
_____________________________
MENGANDUNG UNSUR SAKIT HATI!
_____________________________

Baru kali ini pula Vie diperlakukan layaknya anak sendiri saat mengunjungi rumah Novan. Ibu Novan sangat baik begitupula dengan ayahnya. Mereka seolah-olah tidak mempermasalahkan rupa, fisik, atau hanya dari luarannya saja. Melainkan melihat sisi lain yaitu kesopanan dan kesucian hati.

Kenapa beda sekali dengan sifat anaknya, Novan. Seharusnya, sikap baik Novan itu didapatkan dari ayah atau ibunya. Atau, sudah diberikan tapi Novan ditolak. Pasti ada alasan di balik semua itu yang Vie tidak tahu.

Saat ini, Vie yang sedang sibuk bergelut di dapur sedang diajarkan cara membuat kue brownis. Lantaran sebelumnya, Riska mengatakan ia sedang membuat kue itu, jadi Vie penasaran dan mencoba membantu sekaligus belajar. Semoga tidak merepotkan.

Setelah kurang lebih lima belas menit adonan brownis cokelat itu di dalam oven, Riska segera mengangkatnya dan menyajikannya di atas piring. Kemudian, dia dan Vie mendatangi Novan yang asyik menonton televisi seorang diri.

"Papa mana, Mi?" tanya Novan.

"Mungkin lagi di jalan, sebentar lagi juga sampai," jawabnya seraya melepaskan lelah dengan berduduk santai.

Begitu Riska duduk, Vie mengikutinya duduk juga di sisi lain. Novan sudah mengganti pakaiannya dengan baju santai dan celana selutut. Wajahnya juga sudah bersih dan tidak dipenuhi minyak di wajah.

"Kamu kelas berapa, Vie?"

"Aku kelas sebelas, Tante," jawab Vie yang sudah mulai mengakrabkan dirinya dengan ibu Novan.

Vie tampak senang, ibu Novan begitu baik padanya. Tapi di sisi lain ia juga merasa sedih, kenapa orang tuanya tidak bisa terus ada menemaninya di rumah walaupun mereka sibuk bekerja. Seolah mereka tidak memperhatikan bahwa ada anaknya yang merindukan mereka. Oleh sebab itu, waktu lulus SMP, Vie memutuskan kabur dari rumah dan tinggal di rumah Tita di Bandung bersama om dan tantenya.

"Adik kelas Novan dong?" Riska belum bisa diam, ia terus bertanya seolah mengintrograsi dengan cara santai.

Vie hanya mengangguk, sedangkan Novan merasa tidak peduli dan memakan kue brownis di hadapannya dengan lahap. Seketika Riska memukul anaknya itu pelan. Dia merasa gemas dengan tingkah putranya.

"Kamu asyik sendiri, sih. Ajak ngobrol nih, Vie-nya."

Novan hanya mengangguk cepat, dan seketika ia mengangkat ponselnya setelah berbunyi beberapa saat.

"Maafin anak Tante, iya. Si Novan memang kadang seperti itu. Aneh," ucapnya seolah mempermalukan anaknya sendiri. Vie hanya tertawa ringan menanggapi hal itu.

Beberapa saat kemudian, ayah Novan datang sehabis pulang bekerja. Laki-laki paruh baya itu entah bagaimana caranya sudah mengenali Vie dengan baik. Padahal, belum sempat Vie memperkenalkan dirinya. Dia bukan cenayang, kan?

***

Sepulangnya Vie dari rumah Novan yang tentu saja diantar oleh Novan sendiri menggunakan mobil ayahnya. Oh ternyata, Novan bisa mengendarai mobil sendiri. Asumsi Vie salah selama ini. Hanya saja, ke mana mobil atau motor Novan? Vie tidak pernah melihatnya sekali pun.

Jerawat (TAMAT) ✔Où les histoires vivent. Découvrez maintenant