J

343 51 1
                                    

Ketika hati sudah terluka, bagaikan gelas kaca yang dihempaskan ke lantai, lalu kau menatanya kembali. Tidak akan mungkin kembali seperti semula.

***

Tita berjalan semakin dekat mendekati Vie dan sang tamu. Wajahnya terheran-heran saat melihat siapa tamunya yang akan berkunjung malam-malam seperti ini.

"Ngapain, lo?" tanya Tita seketika, merasa tidak suka dengan kehadirannya. Tapi berbeda dengan Vie dan Aldo. Yap, tamunya adalah Aldo. Mereka berdua malah cengengesan cengar-cengir enggak jelas.

"Ta, jangan galak-galak gitu, dong. Tuh, si Aldo mau diajarin gambar buat tugas kelas besok sama Pak Dandi." Tita membela Aldo, memohon supaya sepupunya itu mengizinkan Aldo untuk bertamu kali ini.

Sedetik, dua detik. "Hufftt ... ya sudah ayo masuk. Tapi cuma sampai ruang tv aja, ya. Kalian sambil liat tv, enggak boleh ke mana-mana, dan--" Tita menjeda ucapannya, terlihat dua manusia itu menanti kelanjutan apa yang ingin dikatakan Tita. "Dan gue awasi lo berdua!" Mata Tita seakan ingin keluar, memelototi Vie juga Aldo. Sampai mereka berdua bergidik ngeri.

Namun tidak lama, sontak, Vie langsung memeluk Tita dengan erat seraya mengucapkan terima kasih. Tita bagai ibu yang menjaga anaknya. Untung saja masih jam tujuh malam, saat Aldo ke rumah. Kalau melewati itu, sudah dipastikan Tita takkan izinkan.

Kemudian Tita pergi ke dapur mengambil sesuatu yang bisa diminum atau dimakan. "Nih," ucap Aldo sembari menyodorkan plastik berwarna putih.

"Apa ini?"

"Lo liat aja sendiri. Sebentar, ya, gue ambil buku gambarnya dulu di motor."

Vie menganggukkan kepalanya, lalu membuka plastik itu. Dua kotak martabak yang entah rasa apa. Vie girang, langsung berlari ke dapur untuk menyajikan martabak itu.

"Kan, Ta. Gue bilang apa. Yang dateng itu go food. Buktinya dia bawain martabak. Tapi kayaknya dia salah alamat, deh Ta. Soalnya gue enggak order apa-apa loh," ucap Vie sesampainya ia di dapur dan melihat Tita sedang membuat  minuman.

"Oh dia bawa makanan. Bagus, deh gue jadi enggak usah repot keluarin stok camilan gue."

"Lah, pelit amat lo."

Beberapa menit kemudian, Vie dan Tita kembali ke dapur. Vie dengan piring berisi martabak sedangkan Tita, membawa nampan dengan seteko orange juice lengkap dengan tiga gelas kaca di kedua tangannya. Iya, tiga. Satu lagi sudah pasti untuknya.

"Udah sampai mana gambarnya?" Vie meletakkan martabaknya di atas meja. Tanpa aba-aba ia mengambil sepotong lalu dimakannya martabak cokelat ketan hitam itu. Memang sedari tadi ingin ia cicipi.

Aldo terlihat menggaruk-garuk kepalanya, matanya masih menyorot buku gambar dan ada sebuah penggaris plastik Butterfly dan pensil juga penghapus. Lengkap juga, untuk kriteria laki-laki pemilik perkakas sekolah lengkap. Kali ini, tugas dari pak Dandi adalah membuat perspektif garis.

"Gue bingung, Vie. Ini, 'kan tampak depannya udah, tapi tampak atas sama bawahnya gimana, iya?"

Aldo mengangkat kepalanya seketika wajah itu yang ia lihat. Sejak kapan Vie sedekat itu saat melihat gambar Aldo? Merasa ada yang aneh, Vie melihat ke Aldo yang sedang menatapnya. Astaga, napasnya sangat terdengar.

Vie sampai takut mengeluarkan napasnya, ia takut kalau napasnya bau atau tidak mengenakkan. Degup jantung Aldo terasa maraton. "Duh, ini suara jantung gue atau dia, ya? Atau gue lagi halusinasi?"  batin Aldo.

Jerawat (TAMAT) ✔Where stories live. Discover now