I

359 52 8
                                    

Stop! Jangan dulu menyimpulkan kalau kau jatuh cinta. Siapa tahu itu hanya sebuah rasa kagum. Kagum karena sosoknya memiliki hal yang membuatmu bahagia.

***

Suasana mulai normal kembali. Guru mata pelajaran tidak masuk ke kelasnya masing-masing yang seharusnya saat ini mereka mengajar. Ada rapat yang diadakan oleh kepala sekolah, sehingga pelajaran di jam terakhir dikosongkan. Namun, tidak lepas dari yang namanya tugas.

Langkah Aldo menuju kantin hendak membeli air mineral. Suasana kantin lumayan ramai karena para siswa memutuskan untuk ke kantin daripada mengerjakan tugas dari guru mata pelajaran terakhir. Setelah memberikan uang kepada penjual minuman, ia segera kembali. Air ini untuk Vie, berharap sedikit meredakan rasa sedihnya.

"Nih," ucap Aldo pada Tita yang pertama kali melihatnya masuk ke dalam kelas dengan botol minum di tangannya.

Tita tanpa marah, bahkan tanpa suara mengambil air itu, lalu diberikannya pada Vie. Baru setelah itu menghadap kembali ke arah Aldo yang sudah duduk di kursinya, dan mengeluarkan buku juga alat tulis. "Makasih," kata Tita tanpa paksaan.

Aldo terdiam, melihat perempuan itu yang mengajaknya berbicara. Ekspresi Tita sangat takut, entah karena apa. "Sama-sama," jawabnya seraya tersenyum tulus.

Berharap, setelah ini tidak akan ada keributan yang terjadi pada Aldo dan Tita. "Tita?" Spontan, Aldo menahan tangan Tita saat hendak berbalik kepada Vie juga dua teman Vie lainnya. Tita menaikkan sebelah alisnya, tanpa suara seolah mimik wajahnya mengatakan, "Kenapa?"

"Gue boleh pulang sama Vie, enggak nanti? Gue antar dia pulang. Lo enggak keberatan, 'kan?" tanyanya hati-hati agar perempuan itu tidak tersulut emosi.

Tita diam, menimang-nimang keputusan apa yang akan dia berikan pada akhirnya. Tita mengangguk, matanya terpejam, lantas berkata, "Hati-hati. Jagain dia, gue tau lo bisa jaga dia. Jangan mampir-mampir, langsung pulang!" Tita memperingati.

Aldo melepaskan tangannya pada Tita, gadis itu sudah lebih lunak. "Iya gue paham, kali. Makasih."

Satu jam kemudian, setelah Tita usai berbicara dengan Aldo, ia kembali ke kelasnya. Sebelas IPA empat yang berada di lantai atas tepat di atas kelas Vie. Sesaat akan menaiki tangga, tiba-tiba ada suara yang memanggil namanya.

Tita berhenti, melihat ke belakang menghadap orang yang telah memanggilnya.

Sekejap, Tita menaikkan kedua tangannya, menyilangkan di depan dada. Berusaha sekuat mungkin menahan marahnya dengan kehadiran orang itu. "Mau apa lagi lo? Belum puas nyakitin Vie? Hah?!"

Sebisa mungkin ia tahan, namun emosinya tak terlalu bisa dikendalikan. Karena laki-laki inilah yang sudah membuat kehidupan sepupunya yang aman damai menjadi hancur.

"Tolong bantuin gue, bilang ke Vie gue minta maaf," lirihnya.

Tanpa sadar, sebuah seringai sudah muncul di bibir Tita. Bola matanya memutar jengah, lalu memandangi benda apa pun yang dia lihat di atas.

"Kenapa enggak lo sendiri yang minta maaf? Lo ngerasa lo punya salah, 'kan? Gantle man, Bro!"

Novan diam tak dapat menimpali apa yang Tita katakan. Otaknya berpikir, akan bicara apa lagi setelah ini. Tapi sebelum itu terjadi, Tita sudah mendahuluinya untuk bicara.

"Atau jangan-jangan, lo mau minta maaf sama Vie hanya karena masalah pertaruhan lo sama bokap lo itu?" Nada bicara Tita sinis, rasanya sudah malas menanggapi laki-laki itu.

Jerawat (TAMAT) ✔حيث تعيش القصص. اكتشف الآن