E P I L O G

405 25 14
                                    

Kini dia kembali, kembali membuatku tersenyum dengan caranya yang tidak kuduga-duga.

***

Tiga tahun sudah semenjak Vie lulus SMA. Setelah ia memutuskan kembali ke Jakarta dan meninggalkan Tita, Vie tidak pernah kembali ke rumah sepupunya itu lagi untuk tinggal. Kini Vie bisa merasa nyaman di rumah. Kedua orang tuanya sudah bisa menganggap putrinya ada di tengah kehangatan keluarga yang sebelumnya hampir tidak ada.

Gadis itu membuka kembali kenangan. Hanya foto-foto yang dapat ia simpan dan selalu dikenang agar rasa rindunya berkurang. Dia pun tak tahu, apakah suatu saat nanti Tuhan akan meminta takdir untuk menyatukan dirinya dan cintanya?

Sesekali senyum Vie terlihat. Ia begitu merasa dekat dengan sosok yang ada di dalam foto. Bertahun-tahun hatinya terkunci hanya dengan satu nama. Iya, laki-laki di masa lalu yang mampu membawanya bangkit tapi juga mengajarkannya untuk bersabar dengan waktu.

Ponsel pipih itu bergetar. Tertulis nomor tanpa nama yang ada di layarnya. Dengan malas, Vie mengangkatnya tanpa minat. "Halo. Siapa?"

Hening.

Vie masih setia menunggu. Sambungan teleponnya belum terputus. Hanya saja, orang di seberang sana diam tak merespon.

"Vie ...," lirih suara itu kemudian sambungan telepon mati sepihak.

Vie membulatkan matanya sempurna. Dia tahu suara itu, dia ingat suara siapa itu. Laki-laki itu, yah Vie yakin itu adalah cintanya. "Halo, halo! Ini suara lo, kan, Al? Halo?!"

Sia-sia, nomor itu tidak bisa dihubungi kembali. Tapi rasa bahagia Vie muncul ketika mendengar sedikit suara itu yang menyebut namanya. Seketika, Vie melompat tanpa arah merasa senang dan apa pun rasa bahagia tak terdeskripsikan.

Vie berlari keluar kamar. Namun saat baru membuka pintu, ia menemukan sepupunya ada di hadapannya. Vie lekas memeluk Tita penuh kerinduan. Iya, Tita datang. "Dia akan kembali, Ta! Buat gue!" serunya masih memeluk Tita.

***

Vie pulang lebih awal. Dosen mata kuliahnya menunda kegiatan belajar karena terhalang sesuatu. Tak tanggung-tanggung, waktunya diundur menjadi dua hari ke depan. Alhasil, tak ada yang Vie lakukan lagi, ia lantas segera pulang dan menemui Tita.

Mahasiswa jurusan hukum. Vienneta Frisdania. Ya, mungkin dulunya ia terlihat seperti anak cengeng yang selalu mengadu setiap kali ada masalah yang datang. Namun siapa sangka, hal itu menjadikan semangat Vie untuk menjadi seorang hakim kelak nanti. Takkan dia biarkan kesalahan apa pun terlewati tanpa mendapatkan hukuman setimpal. Adil, kan? Berani berbuat, berani bertanggung jawab.

Vie memasuki kamarnya. Jarak antara kampus dan rumahnya tidak begitu jauh. Hanya tiga puluh menit perjalanan jika tidak macet. Kalau macet, ya ... mungkin satu jam.

Vie mendapati Tita sibuk dengan flowseet-nya. Itu seperti sebuah rancangan gambar yang ada di kertas dan memiliki bentuk-bentuk yang hanya orang-orang tertentu yang bisa memahaminya.

Semakin dekat kaki Vie melangkah, ia mendekati Tita yang sangat fokus. Memperhatikannya lebih detail lagi, dan satu pertanyaan akhirnya melesat bebas dari bibir Vie. "Lo gambar apa sih, Ta?"

Tita sama sekali tidak kaget dengan tingkah Vie. Ia seperti sudah tahu kalau Vie ada di sana. "Gambar proyek pembangunan apartemen," jawabnya santai tanpa melihat ke arah Vie.

Jerawat (TAMAT) ✔Where stories live. Discover now