N

256 36 2
                                    

Perihal dicinta dan mencintai adalah takdir ilahi. Namun pada siapa kita menorehkan rasa, itu yang harus dipertanggungjawabkan. Karena pada siapa kita mencinta, di situ harus siap untuk tersakiti.

***

Selasa menyambut indahnya hari dengan riang. Lupakan sakit hati, lupakan beban yang membuat perlahan rambutmu memutih, lalu rasakan karunia Tuhan dengan bersyukur.

Setelah mobil orang tuanya tidak terlihat lagi, Novan melangkahkan kaki menuju kelas. Sekolah itu tampak biasa saja. Rimbun dengan pohon mangga yang mendominasi.

Hari ini pula, ia bertekad akan meminta maaf pada Vie. Terlepas dari taruhannya bersama Ibnu. Kali ini benar-benar tulus. Sejak tadi Novan sudah meneguhkan hatinya. Berusaha sekuat tenaga menerima apabila Vie tidak memberikan maaf untuknya. Dan sebisa mungkin juga, ia akan terus berusaha sampai kata maaf Novan diterima.

Setelah meletakkan tas dan melihat jam di dinding kelasnya. Pukul tujuh tepat, itu artinya kelas masih akan dimulai lima belas menit lagi. Terlihat dari kursi Sam, sepertinya sahabatnya itu belum datang. Biasanya, tasnya sudah berada di sana walau pemiliknya kabur entah ke mana. Padahal, hari ini Novan juga akan meminta maaf pada Sam.

Rasa ingin tahunya pun kian membesar, Novan berjalan menuju pintu kelasnya dan segera menghampiri Vie. Ia yakin, kalau gadis itu pasti sudah datang jam segini.

Namun sebuah pemandangan buruk terlintas di hadapannya. Sama sekali tidak Novan harapkan adanya.

"Tampak mesra sekali mereka? Apa karena ini Sam memberitahukan orang tuanya? Jahat sekali dia kalau memang seperti itu. Menusuk teman dari belakang," gumam Novan dalam hati. Ia pun segera menggeleng, menepis semua pikiran buruk yang lewat tanpa permisi.

Tapi hal lain yang menjadi pertanyaan Novan, ke mana Tita? Biasanya dia selalu siap siaga menjaga sepupunya itu.

"Aku duluan, iya," ucap seorang lelaki berpamitan pada seseorang.

"Iya. Belajar yang rajin!" sahut perempuan yang berinteraksi dengannya sedikit berteriak.

Tampaknya, ia tidak sadar jika ada Novan di belakangnya. Tapi mungkin Vidie melihatnya. Sebelum Tita pergi, Novan mencekal tangannya, tidak membiarkan perempuan itu pergi dulu sebelum ia bertanya.

Tak tinggal diam, Tita langsung memelintir tangan sang pelaku yang telah mencekal tangannya.

"Au, au ... sakit! Maaf deh lepasin," ringis Novan. Sampai tak berdaya dia.

"Ngapain lo pegang-pegang tangan gue?" Tita langsung menyemprot Novan seketika saat tangan Novan sudah benar kembali. Tapi masih merasa kesakitan.

"Gue mau nanya doang kali."

"Cepat!"

"Iya, iya galak banget, heran. Anak si Pitung lo ya," ledek Novan.

"Mau gue pelintir lagi, gak? Kayaknya lo senang gue gituin!"

Novan langsung memasang kuda-kuda. Takut kalau bagian tubuh lainnya terkena silatan dari adik kelasnya itu. Adik kelas enggak tahu diri, begini nih. Tapi Novan salut sama keberaniannya.

"Ampun! Gue cuma mau nanya, kok lo enggak sama Vie? Biasanya sepaket, ke mana-mana bareng," ucap Novan mulai bertanya.

Tita beralih memandang pepohonan. Harus banget dia jawab pertanyaan ini? Ini juga penyebabnya Tita harus berangkat sama Vidie. Merasa tak enak hati, merepotkannya pagi-pagi.

"Dijemput sama Kak Sam. Naik motor, gue enggak bisa ikut. Gue juga enggak tau kenapa dia jemput Vie, kalo mau tau, tanya aja sama Kak Sam langsung. Dia kan sahabat lo. Bukan begitu?"

Jerawat (TAMAT) ✔Where stories live. Discover now