08. AB2 • PEMBALASAN

17.9K 1.2K 204
                                    

AURORA BOREALIS 2|BAGIAN 8

Cowok berbalut jaket hitam dengan logo Kingston itu mengendarai motornya meninggalkan halaman sekolah elit dan megah itu.

Brengsek!

Berkali-kali dia mengumpat dalam hati, dia akui dirinya memang bodoh.

Tepat saat bel pulang berbunyi itu dia langsung pergi keluar dari sekolah, dia sama sekali tidak mengikuti pelajaran hari ini, pikirannya kacau.

'Masih tetep jadi orang yang gue suka!'

Kalimat Alister masih terngiang di telinganya.

'Puas lo! Lo udah tau kan alasan gue! Gue sama Sean itu berada di posisi yang sama, sama-sama nggak di cintai sama perempuan yang di cintai'

Seolah-olah Alister mengucapkannya tepat ditelinga Borealis sekarang. Dia begitu bodoh, menjadi parasit dalam kisah orang-orang terdekatnya.

Kenapa semua tidak mencoba menceritakan apapun pada dirinya? Apa karena sebagai seorang ketua geng, membuatnya harus selalu menang akan apapun dan orang lain tidak berhak bahagia?

Dia tidak ingin seperti ini, dia ingin semua bahagia dengan atau tanpanya.

Argh!

Karena pikirannya kacau, Borealis tidak fokus, alhasil motornya oleng dan jatuh ke sisi jalan. Bahkan celana abu-abunya robek di bagian lutut.

Cowok itu melepas helm fullface nya lalu membantingnya ke tanah.

"Kenapa harus kayak gini?!" keluhnya.

Pandangan mata ketua Kingston itu menangkap sosok yang mengendarai motor besar seperti miliknya, hanya berbeda warna. Laju motor itu tak menentu, seperti ada yang tidak beres.

Borealis menyeryit. Dia sepertinya kenal siapa orang itu.

Namun matanya tiba-tiba terbelalak ketika mendapati sebuah truk melaju dari arah belakang pengendara motor itu.

Bangsat!

Tanpa mengindahkan kakinya yang terluka, Borealis berlari dan tepat saat pengendara motor itu dihadapannya, ketua Kingston itu menarik tubuh ramping sang pengendara motor dan menggulingkan tubuh mereka ke sisi jalan.

Brak!

Srett!

Cit!

Truk itu menyambar motor besar yang sudah oleng itu dan menyeret beberapa meter jauhnya.

'Woi ada yang kecelakaan'

Teriak orang-orang yang mulai histeris mendengar dentuman keras itu.

Borealis menahan nyeri di bagian punggungnya karena terbentur aspal, sedang tangannya masih melingkar di pinggang sosok di sampingnya itu.

"Lo nggak apa-apa?" tanya Borealis.

Borealis membantu dia. Aurora. Untuk duduk. Dan melepas helmnya.

Belum sepenuhnya terduduk. Aurora sudah meringis.

"Kenapa? Ada yang sakit? Atau lu–"

Belum sempat merampungkan kalimatnya, cowok itu menatap tangannya yang berlumuran darah.

"Ra?!" khawatirnya, "kita ke rumah sakit sekarang."

Borealis menggendong Aurora.

"Nak itu yang kecelakaan ya?" tanya seorang warga.

"Iya Pak, bisa tolong panggilkan taksi, saya mau bawa dia ke rumah sakit," pinta Borealis.

Setelah dipanggilkan taksi oleh warga sekitar, Borealis langsung memasuki taksi tersebut dan pergi menuju rumah sakit.

"Bertahan Ra, semua bakal baik-baik aja," ucap Borealis sambil mengecup kening Aurora.

🌈🌠

"Rey? Ini kok bisa gini?" tanya Gladys.

Setelah membawa Aurora ke rumah sakit, Borealis menghubungi Gladys, ibu Aurora dan memberitahukan keadaaan anaknya.

"Lukanya robek lagi Tante, tapi Rey nggak tau kenapa. Nunggu Aurora siuman dulu aja baru kita tanyain dia kenapa. Borealis pamit dulu ya, Tan."

Borealis keluar dari ruangan itu. Kedua tangannya terkepal disisi tubuh.

Bangsat lo Alaska!

Dia tahu. Sebelum Gladys, ibu Aurora datang sebenarnya Aurora sudah siuman dan menceritakan semuanya tapi dia meminta Borealis untuk tidak menceritakan pada siapapun.

Meskipun lo nggak ngebolehin gue cerita sama siapapun, tapi lo disini korban Ra, lo hampir kehilangan nyawa lo dan gue nggak akan menghapus hal ini gitu aja. Lo udah main api Alaska jadi jangan salahkan gue kalo setelah ini gue siram api lo dengan bensin

🌈🌠

Lapangan Braja.

Tanah lapang kosong yang sudah tidak digunakan untuk kegiatan apapun, dan sekarang menjadi tempat anak-anak geng tawuran dan saksi kemenangan dan kekalahan sebuah geng saat tempur.

Kedua kubu geng tengah bersitegang ditengah-tengahnya. Dengan dua pimpinan yang saling mereka junjung tinggi.

"Ini bukan cuma perihal penyerangan Andri, tapi ini juga bukti balas dendam gue perihal yang lo lakuin ke Aurora," sarkas Borealis memelankan suaranya agar tidak terdengar oleh yang lain.

Alaska terbelalak. "Aurora kenapa?"

Borealis berdecak, "brengsek lo! Lo emang orang terbrengsek yang pernah gue temui selama hidup gue."

"Jangan bilang kalo Aurora yang—gimana keadaan dia?" garis wajah Alaska mulai nampak khawatir.

"Gue nggak peduli perihal itu, yang gue mau minta pernyataan adalah sejahat apa Aurora sampai lo ngelakuin itu?! Sebangsat apa Aurora sampai lo ngebuat dia kayak gitu."

"Gue nggak sengaja, gue nggak nyangka kalo bisa kena lukanya dan—"

"Persetan soal itu! Apa lo lupa kalo Aurora adalah korban dalam pertempuran kita sama Dalton! Mikir bangsat! Dia dapet luka paling parah disana cuma untuk menyelamatkan Edeline. Dia korbanin dirinya!"

Buku-buku tangan Borealis memutih menandakan dia sesang menahan emosi.

"Dia juga perempuan brengsek! Dia makhluk perasa daripada kita, dia bisa merasa seperti digigit harimau ketika kita hanya merasa seperti digigit anjing! Setangguh-tangguh apapun perempuan, dia tetep ditakdirkan untuk menjadi makhluk lemah, OTAK LO DIMANA BANGSAT!"

Bugh!

Darah merah mengalir dari sudut bibir Alaska akibat pukulan dari Borealis.

"Woi lo bangsat lo!" teriak Titan, karena tiba-tiba Borealis menyerang Alaska.

Seketika terjadi pertempuran hebat antara keduanya, kedua geng yang sama kuat dan lihai dalam bertarung itu saling memukul tanpa ampun.

Banyak yang sudah mendapat luka lebam maupun luka yg berdarah.

"Lo boleh benci sama Aurora tapi nggak dengan melukai dia kayak gitu bangsat!" emosi Borealis.

Bugh!

"Lo belum tau seberapa banyak pengorbanan dia buat Alger! Lo hanya mengambil kesimpulan dari pandangan lo! Dan lo melihat dia yang buruk!"

Bugh!

Kini giliran Alaska yang mangayunkan tinjuannya ke Borealis.

"Lo kenal dia belum lama Borealis! Jangan bersikap seolah lo tau semua tentang dia!"

"Dan sekarang gue balik keadaan nya! Lo udah kenal lama sama dia kenapa justru lo menjadikan seolah dia adalah pelaku utama dan kalian semua adalah korban!"

Keduanya sama-sama sedang dalam emosi yang memuncak.

Begitulah seharusnya lelaki, bukan omongan yang mereka sebar tapi tindakan yang mereka umbar. Karena pada sejatinya lelaki tak butuh mulut untuk saling menghujat tapi butuh tangan untuk saling mematahkan


AURORA BOREALIS 2 [ ✓ ]Where stories live. Discover now