56. Terungkapnya Fakta

170 14 4
                                    

Rania hampir memejamkan mata sewaktu deringan ponsel terdengar di telinga. Sembari mengulurkan tangan ke arah nakas, alhasil ia pun berhasil menggapai handphone dan membawa ke arahnya.

Bg Vernon ❤

Hei, udh tidr belm?
Abg di luar nih.

"Eh?!" Rania terlonjak kaget dan seketika langsung turun dari kasurnya. Sambil berlari-lari kecil, ia menapaki satu persatu anak tangga yang kemudian langsung menuju ke arah pintu utama. Malam semakin kelam tanpa bintang sewaktu Rania berhasil membuka pintu dan berjalan ke arah gerbang. Di luar sana dia menemukan Vernon yang duduk di atas jok motor dengan ponsel dalam genggaman. Begitu laki-laki itu melihat kedatangan Rania, ia pun segera menyimpan ponselnya.

"Ganggu, ya?" tanya Vernon dengan kedua alis terangkat tinggi.

"Enggak, kok. Abang baru pulang kerja, ya?" Vernon mengangguk singkat. "Kenapa gak langsung pulang? Capek banget pasti. Itu udah makan belum?"

"Udah makan tadi, Ran, bareng temen. Abang ke sini mau kasih ini ke kamu."

Sebuah plastik putih terulur ke hadapannya. Dengan kening terlipat halus, Rania menatap pemberian Vernon dan paras lelah lelaki itu secara bergantian. "Ini apa?"

"Minuman pereda nyeri sama camilan ringan," ujar Vernon yang detik selanjutnya terdengar mengeluarkan ringisan pelan, "um, maaf, ya, kalo Abang cuma mampu kasih ini ke kamu. Semoga kamu suka dan bisa membantu buat ilangin nyeri di perut kamu itu."

"Ck, Abang apa-apaan, sih, ngomong begitu? Dikasih beginian aja Rania itu udah bersyukur banget," jelas Rania yang tanpa sungkan memperlihatkan rasa tak sukanya atas apa yang Vernon ucapkan. Lantas ia segera mengambil benda pemberian Vernon. Tak lupa pula dirinya juga mengucapkan terima kasih yang langsung dibalas dengan anggukan singkat.

"Yaudah Abang pulang dulu, ya. Kamu langsung tidur itu. Jangan bergadang nonton drakor," ingat Vernon dengan jari menyentuh pelan ujung hidung Rania.

"Ish, mana ada Rania bergadang."

Hanya demi melihat ekspresi menggemaskan Rania, Vernon pun seketika meloloskan gelak tawanya. Kemudian dia turun dari motor dan melepaskan helm, membuat Rania yang awalnya kesal kini menampilkan wajah bingung. "Mau peluk," jelas Vernon tanpa perlu ditanya oleh gadisnya.

Maka Vernon pun melangkah mendekati Rania, lalu menarik si gadis agar terjatuh hanya pada dekapannya. Vernon tahu bahwa ini sudah sangat larut untuk memaksa Rania agar bisa berlama-lama dengannya. Maka dengan berat hati, ia menguraikan peluk eratnya. Namun, Vernon tak benar-benar membuat Rania berjauhan dengannya. Kedua tangan laki-laki itu masih berpegang erat pada pinggang Rania, melingkarinya. "Kamu cantik banget," tukasnya yang seketika membuat Rania mengernyitkan dahinya.

"Ini lagi ngegombal atau apa, huh?" tanya Rania setengah tertawa.

"Ck, emang ucapan Abang kedengarannya kaya bualan, ya?"

Detik itu juga Rania mematikan semua tawanya. Karena tidak mau membuat Vernon tersinggung dengan pertanyaannya, maka cepat-cepat ia mengulas sebuah senyuman menenangkan yang ia punya. "Enggak, Abang," kata Rania akhirnya.

"Abang sayang sama kamu," tambah Vernon lagi.

"Iya, Rania tau."

EPIPHANYWhere stories live. Discover now