O6 | Magic Paper

1.6K 283 85
                                    

Deze afbeelding leeft onze inhoudsrichtlijnen niet na. Verwijder de afbeelding of upload een andere om verder te gaan met publiceren.


(click me)

Sekarang nyaris pukul 6 sore dan Jeongin baru pulang sekolah. Itu pun sudah beruntung, kalau saja Jeongin tadi nggak bisa kabur dari cekalan Ryujin dan gengnya, pasti wajahnya kini sudah penuh make up.


Gadis itu memang selalu terobsesi untuk menjadikan anak laki-laki yang jomblo di kelasnya sebagai perempuan. Padahal Jeongin itu laki-laki jantan, mau dipakaikan make up juga bakal tetep ganteng.

Iya kan?

Ah sial, lupakan tentang lelaki jantan. Jeongin membenarkan kacamatanya, jalanan ke depan makin gelap. Sejak kapan sih jam 6 sore terasa seperti tengah malam? Aura menyeramkannya sama.

Sumpah. Jeongin rasanya mau menangis waktu ingat jalan ke rumahnya harus lewat kuburan dulu. Tau gini kan dia mending di dandanin Ryujin aja.

Karena nggak mau sesuatu yang buruk terjadi, Jeongin buru-buru lari. Kalau stuck disitu takutnya ada sesuatu nyamperin dia. Sesuatu yang bakal manggil dia, in terrible way. Kayak

"Nak jeongin~" satu suara menyambut halus telinganya.

Jeongin diam, tangannya dingin. "BUNDAAA, TOLONGIN DEDE—!!" dan Jeongin lari.

Jeongin lari, sekuat tenaga. Saking cepetnya dia lari, kayaknya dia malah salah ambil jalan tadi. Nggak sempet mikirin jalannya bener atau salah, yang penting menjauh dulu dari yang manggil dia tadi.

Padahal ya, mungkin aja Jeongin malah memperburuk keadaan.

Sekarang dia malah nggak tau dia ada dimana, kesasar. Celingukan ke kanan kiri, sudut matanya menangkap siluet seseorang melambai ke arahnya.

"Sini!" panggil orang itu.

Dan bodohnya, Jeongin mau-mau aja disurih mendekat sama orang nggak dikenal. Firasatnya, orang itu nggak ada niatan buruk ke dia. Nggak tau datang darimana firasat kayak gitu.

Perlahan selaras dengan mengecilnya jarak diantara mereka, Jeongin makin jelas melihatnya. Seorang nenek-nenek, tersenyum hangat ke arahnya.

Ah, Jeongin jadi teringat almarhum neneknya. Jeongin mengubah langkahnya jadi lari-lari kecil, biar lebih cepet.

"Lagi ngapain nek? Udah makan belum?" tanya Jeongin waktu udah berhadapan sama si nenek. Jeongin tetep senyum lebar, lupa kalo dia lagi nyasar maghrib-maghrib.

Si nenek senyum, memilih nggak menjawab pertanyaan Jeongin. "Kamu kenapa pulang telat?" tanya si nenek sambil menarik lengan Jeongin, mengajaknya duduk di kursi yang entah sejak kapan ada disitu.

"Iya nek, tadi Jeongin mau dikerjain sama Ryujin," keluh Jeongin. Nggak tau kenapa Jeongin sesantai itu ceritanya, rasanya senyaman cerita sama neneknya.

[i] Room Full Of LoveWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu