Tetap Sayang

15 2 0
                                    

Rio tiba di depan gerbang sekolah dengan diantar Pak Toni, sopirnya Daffa. Ya, kata dokter, Rio belum bisa menyetir mobil atau mengendarai Vixionnya dulu selama seminggu. Karena luka tembak di punggungnya masih dalam tahap pemulihan. Akhirnya, Pak Toni pun mendapat tugas tambahan mengantar jemput Rio.

Begitu turun dari mobil, Rio mengedarkan pandangan. Ia tersenyum tipis, senang rasanya bisa kembali ke sekolah. Berkumpul bersama teman-temannya.

"Rio... Loe dah baikan?" sebuah tanya membuat Rio menoleh ke sumber suara.

"Hai, Anggi," Rio tersenyum pada pemilik suara yang juga teman semasa SMP-nya.

"Loe dah baikan beneran?" Rio mengangguk. Tapi, Rio terpaku pada sebuah mobil hitam yang menurunkan penumpang di pinggir jalan. Cukup jauh, tapi Rio mengenal cewek yang baru turun dari mobil itu.

"Itu Joan, Yo," Anggi juga memandang mobil itu.

Rio berdehem setelah menyadari ternyata Anggi masih ada di sampingnya.

"Denger-denger loe koma karena dia. Trus selama loe koma, dia dianter jemput ama mobil itu. Denger-denger juga sih itu mobil perwira polisi."

Rio acuh tak acuh mendengar omongan Anggi. Ia merasa tak nyaman mendengarnya. Rio cuma melirik sekilas pada Anggi lalu meninggalkan perempuan itu.

Rio justru melangkah mendekati Joan. Joan yang melihat kedatangan Rio tersenyum girang.

"Pagi Rio. Loe dah dateng. Ama siapa?" Rio puas ternyata Joan tak berubah. Joan tetap hangat saat di dekatnya.

"Gue dianter sopirnya Daffa. Tadi Bang Arya?" Rio tak basa basi.

Joan mengangguk. Teeeeeet teeeeeet...

"Yo, bel bunyi, Yo. Buruan masuk kelas."  Keduanya pun berjalan cepat melewati gerbang. Merea tidak mau terlambat masuk kelas.

Jam pelajaran pertama pun mulai, lalu berlanjut ke jam kedua. Setelah jam ketiga selesai, bel istirahat pun berbunyi.

Menjelang pembagian raport, memang tak ada lagi kegiatan belajar mengajar. Para guru rapat untuk menentukan hasil belajar siswa. Namun siswa tetap tak diizinkan keluar kelas sebelum istirahat. Siswa tetap diminta untuk mengerjakan beberapa tugas tambahan.

Lain lagi dengan Rio. Dia harus mengerjakan ujian susulan di ruang guru Budi Pekerti (BP). Hari ini dia rencananya mengerjakan empat ujian susulan. Dua ujian sudah ia kerjakan dengan lancar. Sisa dua ujian lagi.

"Rio, bel istirahat berbunyi. Kamu istirahat dulu ya. Abis itu ke sini lagi. Kalau kelelahan, kabari ibu ya."

Demikian dikatakan Bu Rossie sebelum mempersilakan Rio meninggalkan ruangannya. Rio pun berjalan menuju kantin. Ya, dia sudah janjian dengan Joan untuk menyusulnya ke kantin.

"Lho, Jo. Loe sendirian. Mana Kevin dan Shilla?" Rio langsung duduk di sebelah Joan seperti biasa. Di meja depannya, sudah ada mi bakso yang disajikan dengan tambahan kecap, saus, sambel, dan jeruk nipis. Joan yang meracik itu persis banget dengan yang disuka Rio.

Di sebelahnya, Joan sibuk membersihkan sendok dan garpu yang akan digunakan Rio dengan tisu basah dan tisu kering. Seperti biasa sendok dan garpu diletakkan di selembar tisu di samping mangkok.

"Kevin dan Shilla lagi bantu Pak Surya mengoreksi ujian. Jadi ya gue sendirian deh di sini. Untung loe cepet dateng jadi gue gak bosen."

Rio mengangguk mendengar jawaban Joan. Ia lalu mengambil sendok dan garpu, lalu menyuapkan kuah bakso ke mulutnya. Ia mencecap rasa pada kuah bakso.

"Enak?" tanya Joan yang memandang ekspresi Rio dengan dahi berkerut.

Rio mengangguk-angguk, terus mencecap lagi kuah bakso dari mangkoknya.

"Mmm enak seperti biasa loe racik. Makasih ya. Makasih juga masih bersih-bersihin sendok gue," ucap Rio sambil memandang wajah Joan.

Joan tersenyum senang memamerkan barisan giginya. Pupil keduanya bertemu. Rio menemukan keikhlasan yang tak berubah pada mata Joan.

Perlahan jemari Mario bermain di ujung rambut Joan. Tangan Joan menyentuh pipi Mario. "Gue tetap sayang ama loe, Yo."

Ucapan Joan membuat Mario girang bukan kepalang. Bukan, itu bukan pernyataan cinta antara dua manusia yang dimabuk asmara. Itu adalah ekspresi rasa sayang dua sahabat yang tulus.

"Jo, kalaupun loe sama Bang Arya pacaran, gue tetap jagain loe, apapun caranya. Tapi tolong, kabarin gue soal loe dan dia ya," Rio berucap yang membuat pipi Joan bersemu. Lucu, pikir Joan saat melihat semu merah di pipi sahabatnya.

"Mmm, atau kalaupun loe sama Anggi, gue masih akan racikin bakso dan siapin sendok dan garpu loe kok."

"Aish, Joan. Kenapa harus Anggi sih. Jauh banget perbandingannya. Anggi yang begini, Arya yang begini." Rio protes sambil menempatkan dua tapak tangannya di udara yang beda tinggi. Tapak tangan kanan lebih tinggi dari yang kiri. Tentu saja, Rio mengibaratkan Anggi lebih rendah dari Arya.

"Anggi kan baik, Yo." Joan mencoba menyangkal. Tapi Rio tetap pada pendiriannya.

Flashback on -----
"Woi, mata loe tuh kemane hah. Lewat kok pake nabrak-nabrak. Makanya tuh kaca mata dipake di mata. Jangan di hidung. Dasar pesek."

Sebuah umpatan menarik perhatian di siswa yang lewat di lorong SMP Nusantara. Seorang gadis berseragam putih biru terduduk di lantai sambil memungut buku-bukunya yang berantakan setelah bertabrakan dengan cewek populer di sekolah itu.

Sedangkan si cewek populer, Anggi Diarama, berdiri dengan angkuh di depannya. Anggi berkacak pinggang. Matanya tajam menatap gadis malang itu.

"Maaf, Kak. Tania gak sengaja," pinta gadis itu sambil menahan tangis karena kejadian itu.

Ya namanya Tania Cyntia Putri. Siswa kelas 2 D SMP Nusantara. Ia terkenal pendiam dan kutu buku. Tapi ia akan tampak ceria bila berinteraksi dengan teman-teman yang akrab dengannya.

"Udah sih, Gi. Loenya juga yang jalan mundur. Tania dah hindarin loe, loenya aja yang petakilan."

Mario membela Tania dan berusaha menenangkan situasi di depannya. Anggi yang melihat si cowok pujaan hati ada di depannya itu pun berubah sikap.

"Eh Tania. Ayo bangun. Sini gue bantu. Gue yang salah sih ya."

Mario tahu Anggi berpura-pura menyadari kesalahannya. Mario lalu menarik tangan Tania dari posisinya jatuh. Tania berdiri. Buku-buku yang berserakan pun sudah aman di tangannya.

"Makasih, Kak." Rio cuma menjawab hmmm mendengar ucapan terima kasih dari Tania.

Rio hendak berjalan dengan masih menarik lengan Tania meninggalkan lorong. Tapi Anggi menghalanginya.

"Minggir loe, dasar ular," umpat Rio pada Anggi yang kini diam terpaku.

Rio lalu mengantar Tania ke depan kelas 2 D. Rio melepaskan pegangannya dari lengan Tania.

"Besok-besok, loe hajar tuh cewek atau siapapun yang bully loe. Entah mau pakai omongan balik atau bela diri. Mending loe belajar bela diri deh. Kalau bukan diri loe sendiri, emang siapa yang akan jagain loe. Ada orang tua di deket loe juga, loe harus bisa bela diri. Kalau loe gak bisa jaga diri loe, gimana loe bisa jaga orang-orang yang loe sayang.

Flashback off -----

Tbc























Janji Masa SMAWhere stories live. Discover now