Si Anggun Mengancam

11 1 0
                                    

Sebuah kapal pesiar mendekati dua kapal nelayan yang berlabuh sekitar 500 meter dari Pulau Malaikat. Seorang perempuan bersetelan putih berpindah tempat dari kapal pesiar ke kapal nelayan.

Ia berdiri sejenak memandang langit yang berwarna jingga, sisa-sisa bias sinar mentari yang kini sudah kembali ke peraduannya. Rambut perempuan itu melambai tertiup angin. Tangannya bersedekap di dada. Gaya berdirinya tampak anggun. Namun tak ada raut senyum pada wajahnya.

"Sudah siap?" tanya perempuan itu pada seorang pria yang berdiri di belakangnya, hanya berjarak selangkah.

"Sudah, bos. Sudah siap diangkut," jawab pria itu dengan tertunduk hormat.

"Berapa paket?"

"Tiga paket, Bos."

"Fresh kan? Bukan barang sisa, kan? Kalau paketnya barang bekas, kalian tahu kan apa yang akan terjadi pada kalian," pertanyaan sekaligus penekanan. Kalimat itu terasa dingin, lebih menyerupai ancaman.

Pria di belakangnya menelan ludah. Bosnya itu tampak anggun memang. Tapi dia seperti dua sisi koin. Satu sisi tampak indah. Satu sisi lagi, kejam. Ya sisi itulah yang dikenal anak-anak buahnya, terutama pria itu.

"Aku pergi dulu. Kalian tetap di sini. Cukup satu kapal nelayan saja. Awasi mereka berempat. Aku mau kalian ambil perempuan berambut pendek itu. Dia sudah tahu kunci kita," perintah si Bos Anggun itu pada anak buahnya.

Pria di belakang, bagaikan sapi yang dicucuk hidungnya, hanya mengangguk paham. Itu artinya dia dan anak buah di kapal yang ia gunakan itu-lah yang harus tinggal mengawasi empat bocah itu.

Setelah memberi perintah, Bos Anggun itu kembali ke kapalnya. Ia tak butuh bantuan anak buahnya untuk berpindah di tengah guncangan ombak kecil meski ia mengenakan high heels setinggi 10 centimeter. Dengan mantap, ia menapakkan sepatu berhak tingginya itu ke kapal pesiar.

Ia menatap ke arah tiga paket di depannya. Yaitu tiga perempuan. Pakaian mereka lusuh. Muka mereka awut-awutan. Rambut mereka acak-acakan.

"Hmmm, kalian pasti butuh mandi dan makan," ucap si Bos Anggun yang menatap kengerian pada tiga perempuan itu.

Lalu kapal berlayar menuju dermaga di daratan. Si bos duduk di ruang santai yang ada di lantai dua kapal itu. Ia menikmati secangkir kopi hangat.

Sejam kemudian, kapal tiba di dermaga daratan. Sekelompok anak buahnya menyambut. Mereka memindahkan tiga perempuan itu ke sebuah mobil boks yang sudah siap di dermaga.

Brrrrt brrrrrrt brrrrrrrt ...

"Hai sayang...," Si bos menjawab ponselnya. Suaranya terdengar manja.

"...........,"

"Ooo aku lagi ada urusan dulu. Biasalah urusan perempuan," nada suaranya benar-benar berubah.

"..........,"

"Oke, kita ketemuan di bar seperti biasakan. Mmm tapi percuma juga kamu ajakin aku ke bar. Yang minum cuma aku. Kamunya enggak. Untung aku gak pernah sampe teler jadi bisa imbangin kamu deh...," kata-katanya begitu menggoda.

"........,"

"Oke, sejam lagi aku sampai di sana ya. Byeeee," ia menutup kalimatnya itu dengan senyum.

Senyum itu berubah dalam dua detik. Matanya dan air mukanya kembali kejam. Ia menatap anak-anak buahnya.

"Kalian bawa paket ini ke gudang sekarang," ia memerintahkan anak buahnya lalu mereka masuk ke kendaraan masing-masing. Sedangkan si bos masuk ke mobil Audinya menuju bar.

Rayhan kini duduk di balkon apartemennya. Ia menatap cakrawala barat yang kini berubah warna dari jingga menjadi gelap kelam. Hanya lampu-lampu kota yang mulai menghiasi suasana malam.

Sejam lalu, ia mendapat informasi, paket berupa tiga perempuan sudah diangkat. Lokasi mereka tak jauh dari Pulau Malaikat.

Seorang perempuan berstelan putih yang menjemput paket itu bersama anak-anak buahnya. Rayhan juga sudah mengatur strategi untuk menangani perempuan itu.

Mmmm, ini saatnya menelpon Amanda.

"Hai sayang...," suara Amanda terdengar seperti biasanya, begitu manja di kupingnya.

"Kamu lagi ngapain? Sibuk gak?" Rayhan bertanya pada si pemilik suara manja.

"Ooo aku lagi ada urusan dulu. Biasalah urusan perempuan," jawab Amanda.

"Aku tungguin kamu di Jasmine Kiss ya," ajak Rayhan pada si pemilik suara yang ia kenal hampir enam bulan terakhir ini.

"Oke, kita ketemuan di bar seperti biasakan. Mmm tapi percuma juga kamu ajakin aku ke bar. Yang minum cuma aku. Kamunya enggak. Untung aku gak pernah sampe teler jadi bisa imbangin kamu deh...," kata-kata yang dinadakan begitu menggoda. Pria mana yang tidak tergoda.

"Aku gak suka minum alkohol. Udah ah kita ketemuan aja ya. Aku tunggu," Rayhan tetap pada ajakannya.

"Oke, sejam lagi aku sampai di sana ya. Byeeee."

Sambungan telepon itu pun putus. Rayhan mengambil kunci mobil di atas nakas. Ia lalu keluar apartemen dan melajukan Corolla Altisnya.


Di sinilah Rayhan berada. Lampu kelap kelip mewarnai penantiannya. Beberapa perempuan mendekati dia. Wajah tampan khas blasteran, rambut gondrong yang ujungnya menyentuh bahu, bahu bidang yang terbalut dengan kaos lengan panjang berwarna merah marun. Penampilannya makin memikat dengan tatapan bagai mata elang.

"Mmm aku boleh ajak kamu minum. Dari tadi aku cuma lihat kamu minum Chavin Zero Rose Wine Non-alcohol. Ooo come on, Man. This is a club, not a family gathering," rayu seorang perempuan yang Rayhan lihat di kirinya.

Perempuan itu mengenakan pakaian cukup menggoda iman. Dress selutut berwarna biru metalik dengan belahan bagian dada hingga ke perutnya.

Rayhan menatap perempuan itu dengan menaikkan sebelah alisnya. Senyumnya tipis mengembang.

"Hmmm...," Rayhan lalu membuang pandangannya dari perempuan itu. Ia kembali fokus pada segelas minuman di tangannya.

Perempuan itu tampak kesal karena dicuekkan. "Hey, you .....,"

"Hey, you. He is with me. Thanks to be his guard for few minutes," seorang perempuan bersetelan putih memotong kalimat perempuan ber-dress biru metalik itu.

Wajah perempuan itu kesal. Namun ia tak juga mau pergi dari sisi Rayhan. Matanya menatap tajam ke arah perempuan bersetelan putih itu.

"Masih di sini? Atau mau ku hantarkan kau ke malaikat maut sekarang juga," perempuan bersetelan putih itu berubah ekspresi wajahnya lebih dingin dengan tatapan yang tak mau kalah tajam.

Perempuan ber-dress metalik biru itu pun pergi.

"Be nice, Amanda ....," ucap Rayhan pada perempuan yang kini duduk di sampingnya.

"I am hahahaha," jawab Amanda yang lalu memesan gold rum dalam sebuah shot glass pada bartender.

"Ray, aku harus keluar kota beberapa hari. Mengurusi bisnis sama papa," ujae Amanda setelah menghirup aroma rum dalam-dalam lalu meminumnya.

"Oke... It will be fine for me," tanggap Rayhan yang kini pandangannya masih menghadap gelas flute-nya.

"Kamu gak akan kesepian tanpa aku, Sayaaaaang," tanya Amanda dengan berpura-pura kesal.

"Hahahaaa...," Rayhan hanya menjawab dengan tawa lalu mengelus pipi Amanda dengan punggung jari telunjuknya.

"Sory, Amanda. Aku hanya merasa kehilangan karena harus menyembunyikan ini semua pada seorang gadis," bisik Rayhan, hanya dalam pikirannya.

Tbc

Janji Masa SMAWhere stories live. Discover now