Ada Teriakan

12 2 0
                                    

Siang ini, tepatnya hari ketiga mereka di Pulau Malaikat. Mereka pun bersepakat untuk menelusuri perairan sekitar pulau. Berbekal dua jetski, mereka memulai petualangan.

Brmmmmmmm brmmmmm.....

Mereka menelusuri pinggiran laut yang mengelilingi pulau. Dari dermaga mereka ke arah kanan pulau. Lalu jetski melintasi area pantai.

Tampak pepohonan berderet begitu indah. Beberapa bagian telah mereka lalui saat kemarin menelusurinya lewat jalur darat.

Sebuah dataran yang lebih tinggi mereka pun lewati. Oiya, dataran tinggi menyerupai bukit itu mereka daki kemarin.

Rio mendadak mengarahkan jetski ke arah tebing bawah bukit. Ia tertarik dengan area itu.

"Ada apa, Yo," tanya Joan yang duduk di belakang Rio.

"Woi, Yo. Ada apa?" Kevin berteriak setelah tadi memutar balik karena Shilla mengatakan Rio berhenti di dekat bukit.

"Ada gua," jawab Rio yang menunjuk ke sebuah lubang besar di balik bukit."

"Kita ke sana yuk," ajak Kevin. Shilla dan Joan tak banyak bicara, antara penasaran sekaligus takut.

"Yuk. Tapi hati-hati, Vin," sambut Rio.

Lalu Rio dan Kevin memacu jetski mereka secara perlahan mendekati mulut gua.

"Gua apa ini? Baru atau lama?" tanya Joan yang memandang kondisi mulut gua itu.

Mereka masuk lebih dalam. Joan dan Shilla mengarahkan cahaya senter mereka memantau kondisi gua yang gelap.

"Dewi Mayang. Apa atau siapa itu?" tunjuk Joan dengan cahaya senternya pada sebuah tulisan pada sebuah pelat, menyerupai prasasti dari batu. Sepertinya tulisan itu dipahat.

"Di bawahnya, ada tulisan, menunggumu di sini, Peter Albus," Shilla juga mengarahkan cahaya senternya ke tulisan pada bagian bawah pelat.

"Dewi Mayang, Peter Albus. Seperti nama orang. Tapi siapa?" Rio bertanya-tanya sejenak ia melirik bagian dalam gua, yang lebih dalam lagi.

"Kita keluar aja dulu. Khawatirnya air pasang dan menutup mulut gua," Kevin mengingatkan teman-temannya.

Tiga temannya setuju. Kevin dan Rio bersiap memacu jetski keluar dari gua. Pelan-pelan. Mungkin jarak dari mulut gua ke posisi mereka cuma 20 meter.

Arrrrrrrrghhhh...

Tubuh Joan dan Shilla seketika menegang. Mereka spontan menoleh ke belakang, bagian dalam gua yang gelap. Mereka berpandangan.

"Shil, ada teriakan di dalam," kata Joan kepada Shilla. Dua jetski itu keluar secara beriringan. Jadi jarak Joan dan Shilla hanya sekitar dua meter.

"Ah sudahlah. Besok aja kita cek lagi," ujar Rio yang mendengar perkataan Joan itu. Lalu dua jetski itu pun melesat ke arah utara, yang merupakan bagian belakang villa.

Sebelum berputar ke sisi lain, Rio melihat sebuah kapal nelayan tak jauh dari posisi mereka. Tapi Rio mengacuhkannya dan memacu jetskinya. Ia bertekad untuk mencari tahu siapa yang berada di kapal nelayan itu. Ia curiga dan memiliki perasaan tak nyaman dengan keberadaan kapal-kapal nelayan di sekitar pulau.

Seorang pria berdiri di kapal nelayan itu. Wajahnya tampak tegang saat dua jetski keluar dari dalam gua. Ia melihat dua jetski itu dengan binocularnya.

"Hmmm ternyata mereka masuk ke dalam gua. Cuma 10 menit. Setidaknya gua tidak perlu khawatir mereka lama-lama di gua itu," kata pria itu seorang diri.

"Bos," seseorang mendekat.

"Ada apa," tanya pria yang memegang binocular dan disapa 'Bos' itu.

"Perahu siap. Bos mau masuk ke gua sekarang?" tanya anak buahnya.

"Tidak. Gue tunggu di sini aja. Loe aja yang masuk sama Jaka dan Dito. Bawa perempuan-perempuan itu ke sini. Nanti Bos Besar mau ke sini ngambil mereka," jawab si Bos itu.

"Baik, Bos," lalu anak buahnya berlalu. Tak lama sebuah perahu motor kecil pun meninggalkan kapal nelayan itu. Satu orang duduk di bagian belakang mengemudikan perahu itu. Sedangkan dua lainnya duduk di bagian tengah. Perahu motor itu masuk ke gua yang ditinggalkan Joan dan kawan-kawan.

Hari menjelang sore. Dua jetski berlabuh di dermaga. Joan dan Shilla membantu menambatkan dua jetski itu. Pak Dedi dan seorang penjaga mendekati mereka.

"Gimana petualangannya, Non?" sapa Pak Dedi yang mendekati Shilla dan kawan-kawan.

"Pulaunya keren juga, Pak. Saya gak pernah sesemangat ini tiap kali ke sini," jawab Shilla.

"Mungkin karena Non Shilla kalau ke sini cuma sama orang tua Non. Jadi petualangannya gak sama," ujar Pak Dedi.

"Oiya Non. Kenalin. Ini salah satu penjaga di sini. Baru dua bulan di sini. Namanya Peter," Pak Dedi mengenalkan seseorang yang berdiri di sampingnya.

"Sore, Non. Nama saya Peter. Semoga saya bisa bekerja dengan baik di pulau ini, Non," sapa Peter dengan hormat.

"Peter namanya ya..... Oiya, Pak Dedi. Tadi pas kita keliling, kita nemuin sebuah gua di bawah bukit. Kita masuk tuh. Nah di dalam gua, kita menemukan pahatan bertuliskan Peter...,"

"Dewi Mayang menunggumu di sini Peter Albus," ucapan Rio memotong kalimat Kevin.

Peter terkesiap. Rio melihat ekspresi dua detik itu. Namun ia tak bisa menebak ekspresi itu. Karena Peter kembali ke air mukanya yang santai dan hormat seperti tadi pas perkenalan.

"Nah bener. Apa ada hubungannya dengan Bang Peter," lanjut Kevin lagi setelah Rio memotong perkataannya.

"Mungkin hanya kebetulan. Nama Peter kan pasaran, Mas," jawab Peter santai. Tapi Rio masih curiga. Rio tak pernah meragukan instingnya.

"Iya juga sih. Pasaran banget. Ganti aja namanya, Mas," celetuk Shilla.

"Bikin aja Peter Club. Kayak Asep Club. Banyak banget nama Asep soalnya," sambut Joan.

"Non Shilla dan teman-teman ini bisa aja. Omong-omong, demikianlah perkenalan saya ya. Kalau butuh apa-apa, datangi saya dan teman-teman aja di pos jaga. Saya permisi dulu," Peter pamit dari hadapan mereka. Ia berjalan kembali ke pos jaga.

Rio dan kawan-kawan berjalan beriringan menuju villa. Pak Dedi juga berjalan bersama mereka.

"Konon...," Pak Dedi membuka pembicaraan di tengah jalan. Empat sekawan itu tertarik mendengar kata itu.

"Ada cerita sepasang suami istri yang lekat dengan pulau ini. Dulu sih zaman penjajahan Belanda. Yang istri namanya Dewi Mayang. Yang suaminya Peter Albus. Cuma tak semua orang tahu. Mungkin Bang Peter tadi juga gak tahu. Kan dia baru di sini," lanjut Pak Dedi. Namun pembicaraannya berhenti karena mereka kini sudah berada di depan vila.

Ceklek, Shilla membuka pintu. Ia mendorong pintu utama lebar-lebar.

Arrghhhh ....

Shilla berteriak. Tiga teman dan Pak Dedi yang masih di teras vila pun masuk dan mendekat ke Shilla.

Kevin memeluk Shilla. Joan menutup matanya bergidik ngeri melihat benda di depannya. Mario mendekati benda itu. Sedangkan Pak Dedi mematung di samping Joan.

"Ini bukan kebetulan, Pak Dedi," ucap Rio yang mengalihkan pandangannya ke Pak Dedi.

Tbc







Janji Masa SMAWhere stories live. Discover now