Demi Anak-anak dan Negara

9 2 0
                                    

"Lapor, Komandan. Semua sudah di posisi masing-masing. Termasuk sniper di kamar apartemen itu," Arya menerima laporan dari satu bawahannya. Ia menoleh pada sebuah apartemen yang tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Bagus, kalian bersiaga dan tetap waspada ya," perintah Arya. "Jam berapa mereka transaksi?" tanya Arya pada Dion, orang kepercayaannya itu.

"Menurut informan, jam 7 malem, Komandan. Sekitar sejam lagi," Dion menjawab.

"Oke. Sekarang ke posisi masing-masing. Bubar sekarang," Arya kembali memerintah.

Arya menatap sekilas matahari yang mulai menghilang berganti malam. Suasana di pelabuhan bongkar muat itu begitu sepi. Hari ini, tak ada kegiatan bongkar muat apapun di pelabuhan itu, tepatnya dermaga 10. Tak ada pekerja yang lalu lalang.

Tadinya Arya memerintahkan anak buahnya untuk mensterilkan area itu. Tapi info yang ia dapat adalah area itu sudah steril atas perintah seorang pengusaha kaya yang akan melakukan bongkar muat. Pengusaha itu menghadiahkan fee pada pemilik pelabuhan karena telah melakukan perintahnya. Wuow, seperti itulah infonya.

Arya kini berada dalam sebuah kontainer berwarna merah. Dari kontainer itu, ia bisa melihat situasi di dekat sebuah kapal yang menjadi incaran kepolisian.

Usaha Arya untuk menyamar selama enam bulan berbuah. Ia mendapatkan banyak informasi dari kasus penjualan manusia dan narkoba yang ia tangani. Dia juga yang menjadi pemimpin dalam kasus tersebut. Demi negara, Arya mengenyampingkan perasaannya pada Joan.

Flashback on ...

Sore itu, Arya tengah menikmati semangkok es krim di depannya. Di sampingnya seorang perempuan cantik duduk begitu mesra padanya.

"Besok, papa ada kiriman paket lagi. Kamu mau temenin aku buat ngambilnya?" tanya perempuan yang tampak anggun di sebelahnya.

"Boleh. Berapa banyak?" tanya Arya balik.

"20 orang. Mereka fresh. Masih SMA. Setelah itu aku dan papa yang akan bawa mereka ke markas besar. Aku akan minta papa untuk bawa kamu ke markas besar," jawab perempuan itu.

"Markas besar atau surga dunia?" tanya Arya sambil menyunggingkan senyum.

"Kalaupun aku bawa kamu ke sana, tetep gak boleh celamitan. Aku aja belom ngapa-ngapain sama kamu, eh masa para pelacur itu duluan enak-enakan sama kamu," si perempuan itu protes. Arya tertawa melihat ekspresi perempuan itu.

"Bang Arya..." seorang perempuan mendekati mejanya. Arya mengenali suara manis itu. Tapi Arya masih bisa menahan diri untuk tak menjawabnya. Rasanya ia ingin memeluk gadis itu. Dia rindu.

"Ya Tuhan. Kenapa harus ada dia di sini?" Arya membatin dengan kening yang berkerut dan sudut kedua matanya menyipit.

"Siapa dia, Ray," perempuan di sampingnya bertanya. Arya lebih memilih diam dan mengontrol pikirannya. Dia harus menjalankan tugas.

"Bang Arya, ini aku Joan," ucap gadis itu.

"Hei, namanya Rayhan. Bukan Arya. Kayaknya loe salah orang," ketus perempuan di sebelahnya. Meski manja, perempuan di sebelahnya itu memang posesif padanya.

"Tapi dia Arya. Dia ..."

"Sorry gue gak kenal loe. Gue Rayhan. Pacarnya Amanda," Arya memotong ucapan gadis itu. Lalu ia mencubit dagu perempuan bernama Amanda di sebelahnya.

"Gue harus akting. Loe sakit, gue juga sakit, Jo," pikiran Arya berkata-kata dalam sikap kepura-puraannya.

"Tapi, kalau gue pikir-pikir.  Loe cakep juga. Bolehlah duduk di deket gue n layanin gue nanti malem," ucap Arya lagi lalu menatap Joan yang matanya menampakkan rasa sakit.

"Hah, Rayhan. Kamu jangan macem-macem deh. Kalau kamu mau, aku bisa kok layanin kamu," Amanda protes.

Arya tertawa menutupi rasa sakitnya. Tapi ini demi tugas. Apapun alasannya, tugas adalah segala-galanya buat seorang polisi seperti Arya.

"Kalau loe gak mau pergi, gue akan ajak loe ke temen-temen gue. Kali aja mereka suka. Lagian loe ganggu gue aja," Arya menegaskan kata-kata pada Joan.

Arya yakin telah begitu nyata menorehkan sakit pada hati Joan. Sakit yang tak berdarah. 

Gadis itu mundur. Arya masih sempat melihat air mata saat Joan meninggalkan mejanya.

"Maafin aku, Jo," suara hati Joan berkata.

Flashback off

"Komandan. Mereka datang," kata Dion setengah berbisik.

Arya mengangguk. Ia membetulkan rompi antipeluru yang membalut kaos hitamnya. Ia membetulkan posisi helm pelindung kepala. Ia mengencangkan tali sepatu boot PDL-nya. Ia mengecek kondisi senjata laras panjang M-16.

Ia memeriksa peluru dalam pistol G-2 Elite lalu menyematkan di sabuk yang terpasang melingkari pinggang. Ia juga mengecek radio panggil yang terhubung melalui earphone di kuping.

Ia menoleh ke timnya yang berjumlah 15 orang. Mereka juga berseragam serba hitam lengkap dengan senjata, helm, dan rompi antipeluru.

"Kawan-kawan. Kita harus lakukan ini. Bukan untuk kita. Tapi untuk gmasa depan anak-anak kita. Bila Anda sudah mempunyai anak, saya yakin Anda tak terima bila anak-anak Anda hidup dalam human traficking dan juga obat-obatan sialan itu. Bila Anda belum mempunyai anak, lakukan ini untuk menciptakan rasa aman dan nyaman pada orang tua Anda," Arya mengucapkan kalimat penyemangat dengan setengah berbisik.

Ia kemudian meletakkan tangan kanannya di udara, yang lebih rendah dari dadanya. "Demi anak-anak kita, demi negara kita," ujar Arya. Anak-anak buahnya pun melakukan hal yang sama. Mereka meletakkan tangan kanan masing-masing di atas tangan Arya dan saling menumpuk.

"Bertugas dengan selamat, pulang dengan hidup. Jangan hanya nama kalian yang pulang. Karena orang-orang yang kalian sayangi, menunggu kalian," Dion pun menyampaikan penyemangat.

Mereka saling bertatapan dan mengangguk mantap untuk menjalankan tugas. Satu per satu mereka melepaskan tangan. Mereka menutupi wajah dengan masker.

"Ayo.....," perintah Arya pada anak-anak buahnya setelah memastikan kondisi aman untuk menyergap.

"Penyamaran dan pengorbananku harus berhasil. Rasa sakit hati Joan harus ku bayar dengan keberhasilan kasus ini," ucap Arya dalam pikirannya sebelum keluar dari persembunyiannya.

Tbc






Janji Masa SMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang