Gadis Pemberani

10 2 0
                                    

Joan menggigit bibir bawahnya, keringat dingin bercucuran. Ia menatap tiga temannya yang kini sedang berlutut di depannya.

Ia memerhatikan satu per satu teman-temannya, yang dalam kondisi tak menguntungkan. Joan sadar, ia yang harus membuat keputusan sekarang.

"Oke, gue ikut ama loe," ucapan Joan membuat Rio bangkit namun berlutut lagi setelah seorang pria kembali menghantam lehernya.

"Ughhh," Rio bersuara melepaskan rasa sakit akibat hantaman itu.

"Rio..." Joan berkata lirih.

"Jangan lakuin itu, Jo," pinta Rio dengan wajah tertunduk menahan sakit dan perih di punggungnya.

Joan membalik badannya, pelan dan pelan, sambil bergerak mundur selangkah. Pria yang menodongkan senjatanya memicingkan mata pada Joan. Kini mereka berhadapan.

"Gue ikut loe. Lepaskan teman-teman gue ..."

"Joan...," Joan terperanjat mendengar pekikan Rio. Ya itu suara Rio.

Joan berusaha tegar. Ia menatap pria di depannya dengan tajam. Ia mengumpulkan semua keberanian di matanya.

"Hm, gadis pemberani," kata pria di depannya.

"Joan, loe jangan gila deh. Itu bukan solusi," Shilla pun angkat suara.

Plak ...

Joan terperanjat. Ia menoleh ke belakangnya.

"Shilla ..." Joan memekik dan hendak mendekati Shilla. Tapi sebuah tangan menahannya. Tangan itu menarik lengan Joan.

"Lepaskan gue... lepaskan gue," Joan memberontak melepaskan diri dari tangan itu. Tapi rengkuhan tangan itu makin kencang.

Joan kini menatap pria tak punya hati di depannya. Mata Joan berlinang. "Gue udah bilang, gue ikut loe. Jadi lepaskan teman-teman gue, jangan sakiti mereka," pekik Joan pada pria di depannya itu.

"Hahahaaaaa... loe benar-benar pemberani," pria itu meremehkan pekikan Joan.

Joan terus memberontak. Namun pria itu tak kunjung melepaskannya.

"Bobi, kalian urus tiga orang ini. Terserah kalian mau biarkan mereka hidup atau bikin mereka mati. Gue gak peduli. Gue akan bawa perempuan ini ke bos," pria itu memerintah.

"Tidak... tidak. Jangan. Rio, Shilla, Kevin. Jangan, gue mohon jangan..." tangis Joan pecah. Ia memberontak, berteriak, memekik pada pria yang kini menariknya entah mau kemana.

"Riooooooooooooooo ..." teriak Joan.

Rio mendengar teriakan itu berusaha melawan. Ia bangkit menghadap empat orang yang masih berdiri di dekatnya.

Kevin tengah memangku kepala Shilla. Ya tadi, sebuah tamparan mendarat di wajah Shilla. Shilla pingsan.

"Gue gak akan biarin kalian membawa Joan," seru Rio pada empat pria di depannya.

"Yo ..." Kevin memanggil Rio. Tapi Rio tak peduli. Dia menatap tajam ke empat orang yang memandangnya remeh.

--------

Di tempat yang tak jauh dari villa, Arya menyaksikan semua itu. Arya geram. Ia harus bertindak. Tapi ia tak boleh gegabah.

Dengan kacamata night viewnya, Arya melihat sebuah tamparan mendarat di wajah Shilla. "Shilla ....." Arya mendengar teriakan Joan yang menyeru nama seorang temannya, teman sejak mereka kecil.

Arya yakin Joan hancur melihat kejadian itu. Namun Joan tak melihat langsung adegan penamparan wajah Shilla. Karena, Joan membelakangi Shilla dan teman-temannya.

Entah apa yang Joan katakan pada pria di depannya itu. Arya memerintahkan tiga anak buahnya memencar. Peter dan Widi bertugas melumpuhkan empat pria yang kini mengelilingi Rio, Kevin, dan Shilla.

Reno bertugas memastikan keamanan di sekitar lokasi itu. Sedangkan Arya tentu saja melangkah mendekati posisi Joan.

Belum sempat Arya mencapai posisi Joan, pria yang tadinya berhadapan dengan Joan langsung menyeret gadis itu ke arah pantai.

"Rio ............." Arya mendengar lagi teriakan Joan. Arya memacu langkahnya lebih cepat namun hati-hati. Ia melihat Joan yang memberontak untuk melepaskan diri dari tarikan tangan si pria itu namun gagal.

Arya melompati beberapa ranting yang menghalang jalannya. Ia menyampirkan senjata laras panjang pada punggungnya.

Arya terus mendekat, mendekat, dan makin mendekat. Ya beberapa langkah lagi Arya tiba di depan pria yang menyeret Joan.

Bug bug pak blak...

Bunyi beberapa pukulan membuat Joan terhenyak. Pria yang menariknya itu rubuh. Joan melotot melihat pria itu yang masih bergerak meski tubuhnya kini melutut di tanah.

Sepertinya, pukulan itu mengenai perutnya.

"Bang Arya..." Joan menyebut nama orang yang telah melayangkan pukulan itu. Tatapan tak percaya Joan mendapat sambutan senyum tipis dari Arya.

Joan lalu melompat ke arah Arya. Arya memeluknya. Rasa rindu ia lepaskan pada Joan.

"Misz you so much, Jo," bisik Arya yang memeluk Joan, begitu erat.

Joan mengangguk. Ia menangis. Ia tak sanggup menjawab. Ia tak mampu berkata. Hanya pelukan yang mewakili rasa rindunya.

Dorrrr...

Lagi-lagi Joan terhenyak. Joan menegang, lagi.

"Oh tidak," Joan berbisik.

Tubuh kekasih yang ada di peluknya meluruh. Entah sejak kapan tubuh mereka itu berubah posisi. Joan yang tadinya membelakangi pria yang dipukul Arya kini berubah. Ia justru kini menghadap pria yang mengacungkan pistol ke arah mereka.

Joan berusaha menahan tubuh Arya agar tak menghempas ke tanah. "Oh tidak. Bang. Bangun, bang. Hiks... Bang ..."

Bugh bugh bugh...

Joan menoleh ke arah bunyi itu. Kepala Joan berdenyut melihat pemandangan di depannya.

Rio melancarkan zuki (pukulan) dan geri (tendangan) ke arah pria itu. Joan kini memangku kepala Arya di pahanya. Ia menangkup wajah Arya.

"Bang, jangan pergi lagi," pinta Joan di tengah isakannya.

Sesekali ia mengalihkan pandangannya ke depan. Rio masih belum bisa membuat lawannya ambruk. Karena, pria itu terus menangis serangan Rio.

Arrrrgh...

Pria itu memekik saat sebuah usiro-geri (tendangan ke belakang) mendorong pria itu mundur beberapa langkah.

Ziiip ...

Joan memalingkan wajahnya ke kanan dan menutup mata. Pria itu terdorong ke belakang dan berhenti. "Oooh tidak ..." Joan berkata lirih.

Zleb ....

Listrik di pulau itu seketika menyala. Joan baru menyadari ia duduk tak jauh dari pantai. Pepohonan berdiri di dekatnya.

Di dekat pantai itu, terdapat beberapa lampu yang menerangi. Sebuah sinar putih menerangi posisi seorang pria yang bersandar di pohon. Oooh tidak, dia tidak bersandar.

Joan memicingkan mata memperjelas pandangan. Tak lama, matanya melotot tajam.

Sebuah dahan pohon yang runcing menancap dada pria itu dari belakang. Darah membasahi kemeja pria itu.

Joan mengalihkan kembali wajahnya. Ia tak sanggup melihat pemandangan itu.

"Joan ..." suara yang Joan kenal betul terdengar.

Pemilik suara bersimpuh di depannya. Rio mengusap rambut Joan.

"Bang Arya, Yo..."

Tbc

Janji Masa SMAWhere stories live. Discover now