SATU - PERKENALAN

21.3K 1.6K 618
                                    

Rumah besar kediaman Jeon terlihat sepi dan kaku. Jeon Jungkook, si kepala rumah tangga itu tengah berdiri di hadapan ketiga anaknya yang duduk di atas sofa. Sepasang lengannya berkacak pinggang mengamati anak-anaknya yang sedang menunduk tak berani menatap sang ayah, sementara itu hanya Gyeom yang berani melihat wajah marah sang ayah dengan bibir mengerucut dan memegang robot Captain America favoritnya.

Di dapur, Park Jihye hanya dapat menyaksikan bagaimana ketiga anaknya itu sedang disidang oleh sang ayah karena keributan yang terjadi sepuluh menit silam. Tak berani ikut campur atau ia akan menjadi sasaran amukan sang suami, Jihye memilih sibuk memasukkan tepung terigu, gula, telur, dan bahan-bahan lainnya untuk membuat cookies.

Tidak pernah menyangka bahwa ketiga anaknya telah tumbuh besar. "Mommy, Chloe lapar." Jihye menunduk, melihat anak bungsunya yang sejak tadi berada di dapur. Biar diulangi, Jihye tidak menyangka kalau keempat anaknya telah tumbuh besar dan pintar.

Jeon Chloe lahir setelah Gyeom berusia dua tahun. Si putri satu-satunya yang cantik dan mewarisi wajah ayahnya. Jihye bahkan sering dibuat iri lantaran tak ada satu pun bagian dari wajahnya yang diwariskan kepada anak-anaknya.

"Baiklah, Mommy ambilkan dulu, ya?" Chloe mengangguk. Saat sang ibu meninggalkan adonan cookies-nya, putri kecil Jeon itu diam-diam mengintip tatapan marah sang ayah serta wajah-wajah ketakutan ketiga kakaknya. Mata bulatnya mengerjap, sesekali tangannya menyingkirkan poni yang menghalangi pandangan.

"Gukie, Daddy bilang apa waktu itu? Kalau sudah besar, harus bisa menjaga Gail, Gyeom, dan Chloe, 'kan?" Gukie mengangguk. "Lihat Daddy!" perintah sang ayah tegas.

Jeon Gukie, anak usia 14 tahun itu mendongak guna menatap sang ayah. "Kenapa malah ikut bertengkar?"

"Itu karena Iyel memukul Gukie lebih dulu."

"Oh, begitu? Jadi, kalau Daddy yang memukul, Hyung juga akan memukul Daddy?" Gukie menelan saliva susah payah, lantas menggeleng menyesal. "Tahu apa kesalahannya?"

Gukie mengangguk. "Karena tidak menjaga Iyel dan Gyeom, terus memukul Iyel."

"Iyel." Sang ayah menyorot ke arah anak keduanya yang duduk di pojok kanan. Anak berusia delapan tahun itu mendongak hati-hati. Satu tangannya menyentuh pipi yang tadinya nyeri karena dipukul oleh sang kakak. "Kenapa mendorong adikmu ke bawah?"

"Iyel tidak sengaja ...," jawabnya lirih. Anak itu terlihat ketakutan sekali sebab sang ayah tidak pernah marah seperti saat ini. "Tadi Iyel mau ambil tembak-tembakan, tapi Gyeom berlari ke arah Iyel."

Jungkook menghela napas panjang, lantas menatap anak ketiganya yang duduk di tengah-tengah sang kakak. "Gyeom—"

"Maaf, Daddy ... Iyeom janji tidak akan mengulanginya lagi." Gyeom langsung memotong sebelum ayahnya memberi rentetan kalimat mengerikannya. "Iyeom cuma mau bantu Iyel Hyung memukul Goo Hyung."

Sekali lagi, Jungkook menghela napas sebelum ia hembuskan sedikit kasar. "Kalau bertengkar lagi, ruang bermainnya Daddy kunci. WiFi Daddy matikan. Tidak ada yang boleh tidur di kamar masing-masing."

"Terus tidur di mana, Daddy? Dengan Baby Chloe boleh?" Gukie mengulum bibir untuk menahan tawanya karena mendengar pertanyaan polos yang keluar dari bibir Gyeom.

"Tidur di sini," jawab Jungkook—kini tak bisa serius sebab terlanjur kegelian dengan pertanyaan anak ketiganya tersebut.

Gyeom dan Gail menunjukkan ekspresi terkejut. Mata dan mulutnya membola sebelum menggelengkan kepala. "Ih, pasti karena Hyung!" Gail turun dari sofa dan menunjuk kakaknya yang sejak tadi diam karena hafal dengan watak sang ayah saat sedang marah.

Gyeom mendongak untuk menatap sang kakak, lantas mengangguk untuk membenarkan pernyataan kakak keduanya. "Hyung, sih, jahat! Daddy 'kan jadi menghukum Iyeom!" timpal Gyeom tak terima. "Iyeom tidak mau mandi dengan Goo Hyung lagi!" Kemudian si kecil itu turun dari sofa dan lari dari ruang santai menuju ruang makan dan duduk di samping sang adik.

"Gyeom ... minta maaf dulu paa Goo Hyung!" teriak sang ayah sembari memberi tatapan bengis yang dibuat-buat. Gyeom menggeleng—menolak perintah sang ayah lantaran ia merasa tidak memiliki salah apa pun dan malah menjadi superhero bagi Gail karena sudah membantu memukuli Gukie. Mulutnya dipenuhi oleh makanan milik sang adik yang ia sendok dengan sendirinya tanpa sepengetahuan sang ibu. "Oke, kalau tidak mau minta maaf ... mulai sekarang tidak ada robot-robot lagi."

Gyeom mengerucutkan bibir kesal. Meraih robotnya yang sempat ia kucilkan di atas meja makan, kemudian turun dari kursi dan berjalan kembali ke ruang santai. Anak berusia tujuh tahun itu berdiri di hadapan Gukie sebelum Gukie mengangkat tubuh bulat Gyeom ke pangkuannya dan duduk seperti koala.

"Hyung, Iyeom minta maaf," katanya lirih. Kedua lengannya lantas memeluk leher sang kakak tanpa berniat melepas robotnya. Lalu bibir mungilnya mengecup pipi Gukie seolah sedang merayu. "Goo Hyung tidak boleh nakal pada Iyel Hyung. Iyel Hyung 'kan sahabat Iyeom, baik dan suka peluk-peluk Iyeom kalau tidur."

Gukie mengangguk, lalu memajukan bibirnya ke hadapan Gyeom sehingga membuat sang adik buru-buru mengecup bibir sang kakak.

"Iyel, minta maaf pada Hyung." Gail berdecak, membuat Jungkook menatap marah. Memang dari ketiga anak laki-laki Jeon, hanya Gail lah yang paling sulit diatur dan sulit minta maaf. Meskipun begitu, Gail adalah anak Jungkook yang paling berprestasi di sekolah. Jihye bilang, Jungkook harus super sabar pada Gail karena anak itu terbilang sangat manja dan keras kepala—seperti sifat sang ayah tentunya. "tidak mau minta maaf? Kalau begitu tidak boleh sekolah lagi."

"Baiklah." Gail menyipitkan mata kesal ke arah ayahnya sebelum duduk kembali di atas sofa dan memeluk lengan sang kaka. "Hyung ... maaf."

Jungkook menaikkan alis kirinya. "Minta maaf yang tulus," suruhnya.

"Hyung, Iyel minta maaf." Gukie mengangguk dan merangkul bahu adik pertamanya.

"Hyung juga minta maaf," tutur Gukie kemudian.

Masalah selesai. Jihye diam-diam tersenyum setelah mengeluarkan cookies dari dalam pemanggang. Wanita berusia 35 tahun itu lantas menatap sang suami yang tengah berjalan menuju dapur untuk menghampirinya, sementara ketiga anak laki-lakinya berada di ruang makan untuk menemani Chloe yang sibuk memakan makanannya seorang diri. Terlihat kesulitan dan belepotan, tapi Jihye membiarkannya lantaran ingin Chloe belajar makan sendiri meskipun lama dan berceceran ke mana-mana.

"Kau terlalu keras dengan anak-anakmu." Jihye bersuara setelah Jungkook berada di sampingnya. Tangan kanan sang suami bergerak terulur hendak mengambil cookies yang baru saja matang, tapi Jihye menepis pelan tangannya. "Biar dingin dulu. Ini lembek jika masih panas," katanya.

Jungkook mendengus. "Memang cara mendidikmu dan cara mendidikku itu berbeda. Kau seharusnya bisa lebih keras dengan anak-anak agar mereka tidak selalu menjawab wejanganmu. Mereka harus dididik seperti itu agar bisa menghormati orang tua." Jungkook mengecup pipi kiri sang istri. "Apalagi Gukie. Sudah SMP masih saja minta peluk kalau tidak bisa tidur."

"Memangnya kau tidak?" Jihye melirik sejenak sebelum sibuk meletakkan adonan cookies ke kertas pemanggang. "Kau jauh lebih manja daripada Gukie," lanjutnya.

"Itu karena kau cuma sibuk mengurus anak-anak tapi tidak mau mengurusku." Jungkook memeluk Jihye dari belakang, tidak merasa malu saat Gukie melihat mereka dan memberikan kernyitan meledek seolah mengatakan bahwa Gukie geli melihatnya. "Coba saja kalau setiap malam kau memijatiku, atau mengajak mandi bersama."

Jihye menyiku perut Jungkook saat mendengar ucapan pria itu, meskipun berbisik agar anak-anaknya tidak bisa mendengarkan ucapan jorok itu, tapi Jihye tetap saja merasa terganggu. "Mulutmu tidak pernah berubah," ujarnya jengkel. "Anak-anak sudah besar, masih saja seperti itu."

"Tapi kau cinta, 'kan?"

***

Akhirnya aku publish ini juga. Untuk work ini aku gatau bisa fast update atau engga ya. 

Sekarang aku mau tanya, gimana tanggapan kalian soal work ini? Sejujurnya aku suka dan terhibur setiap baca komentar kalian di Euphoria wkwk.

Sampai jumpa di chapter dua!!!

Euphoria IIDonde viven las historias. Descúbrelo ahora