TIGA BELAS - KALAHKAN EGO

12.3K 1.3K 343
                                    

Setibanya di rumah setelah seharian berbelanja dan sempat melakukan makan malam di salah satu restoran, Jungkook beserta istri dan anaknya pun kini merapikan belanjaan ke tempatnya masing-masing.

Sementara itu, keempat anak Jungkook berkumpul di kamar Gukie untuk memainkan sebuah permainan yang mereka beli di Toys Kingdom. Lantas Jihye baru saja selesai mandi dan mengenakan gaun tidur, kemudian buru-buru melepas seprai dan menggantinya dengan yang baru agar anak-anaknya tidak bertanya mengenai cairan putih yang banyak membekas di sana.

"Mandi sana. Sudah kusiapkan air hangat." Wanita itu berujar pada sang suami yang sedang fokus mencoba sepatu baru. Jungkook menatap wajah Jihye saat menyadari suara wanitanya terdengar kembali dingin.

Jungkook pikir Jihye sudah menganggap semuanya baik-baik saja setelah ia menghabiskan banyak uang untuk membeli parfum, sepatu, tas, dan pakaian. Namun, rupanya Jihye kembali bersikap malas.

"Mom, ini bagaimana?"

"Apanya?"

"Tali sepatunya. Aku tidak bisa merapikan ini."

Melirik sesaat, Jihye lantas memasang selimut tebal setelah selesai membungkus kasur dengan seprai. "Letakkan itu dulu. Mandi sana!"

Jungkook pun diam. Pria itu bangkit dari atas sofa dan berjalan menuju kamar mandi sembari melepas pakaiannya. Jihye yang melihat pakaian Jungkook tergeletak di atas lantai pun kini berdecak kesal sebelum memungutinya dan ia masukkan ke dalam keranjang khusus pakaian kotor.

Jihye keluar dari kamarnya untuk melihat anak-anaknya. Sepertinya wanita harus banyak-banyak bersama dengan keempat anaknya agar tidak terlalu memusingkan kejadian kemarin malam.

Saat memasuki kamar Gukie, Jihye mengernyit saat suhu AC terlalu rendah. "Jangan menyalakannya terlalu dingin. Lantainya sudah sangat dingin sekarang, nanti bisa sakit," ujar wanita itu kemudian berjalan semakin mendekat dan duduk di atas sofa sedangkan keempat anaknya duduk di karpet bulu sembari masih fokus bermain.

"Tadi Hyungie curang!" Gail bersuara nyaring. Menatap Gukie dengan tatapan menyalang—seolah siap-siap untuk memukul kakaknya sebab telah membuatnya kalah paling pertama. "Mommy, Goo Hyung curang! Iyel lihat hyungie mengintip kunci jawaban!"

Sedangkan Gukie kini terkekeh. "Tidak. Hyungie 'kan tidak sengaja lihatnya—aw, ampun ... maaf, Yel."

"Iyel, tidak boleh!" Jihye menjauhkan tangan Gail dari rambut Gukie. "Tidak boleh nakal begitu. Kalau kalah ya tidak boleh marah. Ini 'kan permainan, tidak ada yang kalah. Semuanya menang, oke?"

Gail berdiri, kemudian duduk di samping sang ibu. Masih dengan tatapan jengkel menatap Gukie yang kini kembali asyik bermain game dengan kedua adiknya, Jihye lalu merangkul bahu Gail. "Siapa sih yang mengajari Iyel mudah marah begini?"

Gail mendongak. Anak sembilan tahun itu buru-buru duduk di pangkuan ibunya dan memeluk Jihye. Menelusupkan wajahnya di leher Jihye dan berusaha keras agar tidak menangis atau kakak dan kedua adiknya akan mengejeknya mati-matian.

"Iyel ..." Gail mendongak lagi untuk menatap Jihye yang baru saja memanggilnya dengan lembut. "Mommy bilang apa waktu itu? Kalau marah karena kalah, Mommy tidak akan lagi mengizinkan Iyel bermain. Tidak malu dengan Iyeom dan Uwi? Sudah menjadi Hyungie dan Oppa masa tidak bisa mengontrol emosi, sih?"

"Daddy juga," celetuk Gail.

Jihye melepaskan kekehannya. Membiarkan tangan Gail emmainkan poni barunya yang Jihye pangkas tadi sore saat mereka masih berada di dalam mal. "Daddy marah 'kan karena anak-anak Mommy nakal, ngeyel, sulit diatur. Tapi daddy tidak marah terus-menerus seperti Iyel." Gail kemudian terdiam. "Dengarkan Mommy. Lain kali kalau main dengan hyungie dan adik-adik, tidak boleh emosi. Kalau kalah bisa main lagi sampai Iyel menang. Sudah besar, kelas berapa sekarang?"

Euphoria IIWo Geschichten leben. Entdecke jetzt