Prolog

650 82 15
                                    

Baiklah. Tidak terlalu larut untuk menulis surat. Aku menyesap teh dengan pelan, memastikan semua adegan bakal sempurna. Sudah lama aku ingin menyurati gadis itu. Luna Hamzah. Gadis kecil yang luar biasa.

Sudah lama sekali.

Aku tersenyum ke arah pelayan café, lalu melempar pandangan ke luar, melewati jendela persegi berterali motif bunga. Sedang hujan di luar sana. Aura biru malam yang kelam, lampu temaran ruangan, sungguh perpaduan yang pas.

Aku lantas mengambil kertas, membuat runcing pensilku─mestinya kubeli pensil mekanik─dan mulai menulis :

Hai, Luna. Bagaimana kabarmu? Sudah lama sekali.

Aku ingin bertemu denganmu, tapi waktunya belum tepat. Makanya kutulis surat ini.

Luna, aku ingin menyampaikan beberapa hal. Seperti biasa kulakukan sebelumnya. Kau harus membacanya.

Setelah melalui perenungan yang panjang, akhirnya aku sadar, ada satu hal penting yang perlu kau tanamankan dalam hidup ini, Luna. Kau harus punya rasa takut.

Ya. Rasa takut.

Karena rasa takut akan melahirkan sikap, Luna. Sikap yang mampu menghapus rasa takut itu. Sejarah manusia begitu panjang, semuanya diisi oleh ketakutan. Peperangan dimulai oleh mereka yang takut akan perdamaian.

Orang yang takut akan kematian, akan berusaha mencari obat umur panjang, Luna. Manusia kebanyakan takut miskin, makanya mereka bekerja keras. Mereka rela berbuat baik karena takut kehilangan. Fira'un memburu Nabi Musa karena ketakutan, Luna.

Ketakutan bisa jadi hal buruk, Luna, tapi juga bisa menjadi hal baik. Aku harap kau tidak salah jalan. Tumbuhkan rasa takutmu dengan tepat. Bangun ketakutanmu akan hari pengadilan, Luna. Tidak ada yang tidak dicatat di muka bumi ini.

Aku juga takut, Luna. Setiap malam aku merenung. Aku takut, tidak bisa berhenti membeci orang-orang. Aku bertemu banyak manusia, dan sebagiannya berbuat jahat kepadaku, dan aku kesulitan memafkan mereka.

Aku ingin seperti sahabat Nabi, Luna. Yang mampu melupakan kesalahan orang-orang saat beranjak tidur. Sungguh sulit. Aku terus mencobanya.

Luna, pada kesempatan ini, aku akan memberimu sebuah kisah. Kisah seorang laki-laki tua yang sebatang kara. Bacalah kisah ini, Luna. Setelah selesai, maka balaslah suratku, dan utarakan semua apa yang ada di dalam benakmu.  

Untuk LunaWhere stories live. Discover now