🌻 Chapter 13 : Mind

100 19 138
                                    

Mind : Fikiran, akal, ingatan.

"Ada sebuah kisah yang ingin ku sampaikan padamu, ini kisah tentang kita yang tidak pernah mau membuka diri kita. Padahal kamu mengetahui tentang aku dan aku mengetahui tentang kamu. Tetapi, mengapa kita tidak pernah bisa melanjutkannya kisah kita?"

🌻

Arka memandang kosong papan tulis putih yang berada tidak jauh di hadapan matanya. Lelaki itu mengacuhkan ocehan guru Pendidikan Agama, Pak Ahmad.

Sesekali Arka memainkan pulpen yang berada di genggaman tangan kanannya dan mengetuk-ngetuknya di meja dengan pelan.

Arka kini tengah memikirkan Yora, bukan! Lebih tepatnya, dia memikirkan tentang pelukan tiba-tiba dari Yora pada hari Minggu kemarin itu.

Arka membeku ketika merasakan tubuh Yora memeluknya erat dan tiba-tiba. Bau parfum beraroma permen karet yang amat manis langsung menusuk indra penciuman Arka.

Arka tidak bisa menggerakkan seluruh anggota badannya, pun otaknya membeku. Pelukan ini.

Kemudian, terdengar suara isakan kecil dari mulut si pirang itu. "Gue takut, Kak!"

Arka masih tetap membeku. Kemudian, entah dorongan dari mana, Arka mengangkat kedua tangannya. Dan, dia membalas pelukan gadis berambut pirang ini.

Jika situasinya bukan seperti ini, Arka pasti sudah mendorong jauh-jauh perempuan berambut pirang ini yang sudah lancang memeluknya dengan tiba-tiba.

Namun, sekarang situasinya berbeda. Perempuan ini menangis. Walaupun Arka tidak suka pada perempuan ini, mana bisa Arka mendorongnya begitu saja. Arka juga mempunyai rasa kasihan, tidak tega.

Mata Arka kemudian terasa memanas. Mama.

Arka ingin bersuara, ingin menanyakan ada apa dengan Yora, namun sial! Dia tidak bisa mengatakan barang satu kata pun saat ini.

Isakan kecil Yora kemudian mereda, kemudian pelukan itu mengendur. Yora menatap Arka dengan mata yang sembab.

"Ma-maaf, Kak. Gu-gue---!" ucap Yora terbata, jujur dia malu karena tiba-tiba memeluk Arka. Tetapi, ada rasa senang juga karena sangat tidak disangka Arka membalas pelukannya.

Arka tahu harus bagaimana menghadapi situasi seperti ini. Dia buru-buru menyela ucapan Yora, "Nggak apa-apa, lo kenapa?"

Yora kemudian menghapus air matanya. Kemudian, dia menunjuk kotak hitam yang sudah tergeletak di rumput beserta enam tikus mati yang berlumuran darah.

Mata Arka membeliak melihat arah telunjuk Yora. "Lo dapet itu dari mana?"

Yora menggelengkan kepalanya. "Gue nggak tahu, gue takut banget sama tikus mati. Makanya tadi gue refleks peluk lo, Kak. Maaf ya?"

Arka menggeleng pelan. "Nggak apa-apa." Karena lo, gue jadi ngerasain pelukan hangat lagi, setelah sekian lama gue nggak dapet pelukan itu.

Yora tersenyum tulus. "Sekali lagi maaf ya, Kak. Kalo gitu gue duluan ya?"

Arka mengangguk, mengiyakan. Arka memandangi punggung kecil perempuan berambut pirang yang mulai menjauhinya itu. Yora berbeda, dia tidak heboh seperti biasanya ketika bertemu dengan Arka. Sepertinya, Yora butuh menenangkan dirinya.

Arka heran, mengapa pelukan dari perempuan yang sangat tidak disukainya itu begitu menghangatkan? Rasanya seperti pelukan tulus mamanya. Ah, jangan lupakan senyumannya juga. Tanpa Arka sadari, senyuman Yora rasanya amat menghangatkan.

Sunflower (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang