🌻 Chapter 25 : You

77 16 150
                                    

You : Kamu.

"Kamu dan aku dapat diibaratkan sebagai matahari dan bunga matahari.

Tentu, kamu yang menjadi mataharinya. Dan, tentu saja aku yang menjadi bunga mataharinya.

Aku sebagai bunga matahari selalu mengikuti ke mana pun arahmu. Dan, aku akan tetap setia mengikuti walaupun kamu tidak pernah melihat ke arahku.

Tidak apa jika kamu tidak pernah melihatku. Karena, yang aku ingin hanya melihatmu.

Karena, kamu adalah pusat seluruh atensiku.

Karena, kamu, matahariku."

🌻

Bel pulang memang sudah berbunyi sejak tiga puluh menit yang lalu. Namun, Yora, Reno, Jae, dan Putra masih belum beranjak dari perpustakaan sekolah karena tugas antropologi yang diberikan Ibu Wati.

Tugas dari wali kelas mereka itu selalu tidak main-main, mereka diminta untuk membuat contoh proposal sebanyak enam buah dan harus selesai lusa. Untungnya tugas ini adalah tugas kelompok. Dan, beruntung Yora satu kelompok dengan para teman gilanya ini.

Walaupun mereka gila, sudah tidak bisa diragukan lagi bahwa spesies seperti Reno, Jae, dan Putra adalah spesies yang otaknya encer dalam semua mata pelajaran.

Oh! Untuk Jae saja yang memang pintar dalam semua mata pelajaran. Dan, untuk Reno dan Putra, kelemahan mereka sama, matematika.

"Woy! Udah dulu, kek. Capek ini gue ngetiknya," keluh Yora sambil menggaruk kepalanya.

Rancangan keenam contoh proposal itu memang sudah selesai dirancang. Tinggal merevisinya sedikit, lalu baru diketik. Ketik-mengetik adalah bagian Yora. Dan, Yora sudah mengetik sebanyak empat proposal, dia sedikit lelah.

Reno yang tengah memeriksa rancangan proposal ke-lima, dia tersenyum. "Ya udah sini gantian sama gue ngetiknya."

Mendengar itu, Yora tersenyum lebar. Dia kemudian mengacak-acak rambut Reno dengan gemas. "Baik banget lo, Ren."

Reno terkekeh. "Gue emang baik kali."

Yora kemudian menyerahkan laptop putihnya pada Reno. Dan, Reno mulai mengetik proposal ke-lima yang sudah dia revisi itu.

"Yor, coba lo revisi, deh. Kali aja ada bagian yang salah," ucap Jae sambil menyerahkan selembar kertas yang berisi rancangan proposal ke-enam.

Yora mengacungkan jempolnya. "Oke, Jee."

"Gue haus," ujar Putra setelahnya sambil memegangi tenggorokannya.

"Ya kalau lo haus, minum, Put! Minum! Jangan kayak orang susah deh, ah." Jae mencebik.

"Ya beliin gue minum kek, Jae!"

"Manja banget lo buset! Dasar bocah!"

"Beliin boba ya, Jee," pinta Putra sambil menarik-narik kemeja seragam putih Jae. Jae memang melepas blazer-nya dan menyisakan kemeja seragam putihnya.

Jika Putra sudah merengek seperti ini, Jae pasrah. Karena, jika Jae tidak menuruti perintah Putra, Putra akan terus-menerus merengek padanya. Kan Jae jadi malas meladeni sifat Putra yang mirip anak kecil ini. Makanya, Jae sering memanggil Putra dengan panggilan 'Bocah'.

"Iya, iya gue beliin! Ih, Puput! Jangan lo tarik-tarik seragam gue! Nanti robek!" Jae mengenyahkan tangan kanan Putra dari kemeja putihnya.

"Yeay! Makasih, Jee! Nih, uangnya. Sekalian beliin permen karet, ya!" Putra tersenyum lebar sambil menyerahkan sejumlah uang pada Jae.

Sunflower (Completed)Where stories live. Discover now