Berpisah Beda Negara?

176 24 6
                                    

‍Matahari kini sudah muncul menandakan hari sudah berganti pagi, cewek itu langsung membangunkan dirinya untuk segera turun dan mempersiapkan sarapan.

Memang dirumah ini tidak ada siapa-siapa selain mereka berdua, biasanya Mikko selalu membeli makanan diluar. Tapi kali ini Dinda ingin membuat makanan yang ia bisa masak untuk cowok itu.

"Hmmm, masak apa ya." Dinda bergumam, kemudian mengambil beberapa makanan mentah di kulkas. Ia mengambil 2 bungkus pasta, dan beberapa alpukat untuk dijadikannya jus.

Saat sedang memasak makanan itu tiba-tiba ada seseorang yang menghampirinya dari belakang.

"Bau masakan apa ini?" tanya cowok itu.

"Pasta, gue bikin apa yang gue bisa aja deh, maaf ya kalo nggak enak," ujar Dinda yang masih fokus dengan pekerjaannya.

"Tetep gue nikmatin kok," balasannya kemudian duduk di meja makan.

Setelah selesai membuat pasta, ia lanjut membuat jus alpukat kesukaannya.

"Lo bikin jus alpukat Din?" tanya cowok itu.

"Iya," jawab Dinda cuek.

"Gue mau dong."

"Oke."

Di tengah-tengah kegiatan makan mereka Mikko membuka pembicaraan supaya tidak ada keheningan.

"Din, nanti sore ke pantai yuk. Sekalian gue mau ngomong sesuatu ke lo," tutur Mikko pelan, seperti ada beban saat ia melontarkan perkataan itu.

"Oke, sekalian liat senja ya." Dinda bukan penikmat senja tapi dia sangat suka melihat warna matahari terbenam, nampak indah dan membuat hatinya tenang.

Sore Hari

"Kita naik sepeda aja kesananya ya, sekalian olahraga," saran Mikko.

"Lo mau kaki gue copot ya," pekik Dinda.

Mikko terkekeh mendengarnya. "Hehehe, lagian deket kok sumpah. Kalo lo gamau ngayuh biar gue aja jadi lo yang bonceng."

"Iya deh, yaudah mana sepedanya?"

Mikko turun kebawah untuk mengeluarkan sepedanya yang berada dibagasi.

"Oalah sepeda tandem," kata Dinda ketika melihatnya. Ya sepeda yang bisa digunakan oleh dua orang itu.

"He em."

"Kalo kayak gini gue semangat, karena yang usaha bukan gue sendirian," papar Dinda membuat Mikko tersenyum menahan tawanya.

"Ayo naik."

Disepanjang jalan Dinda banyak bersenandung seperti orang yang paling bahagia dihari itu. Mikko hanya tersenyum senang, akhirnya ia bisa membuat cewek itu lepas kembali dari keterpurukannya.

"Ka Mikko!" seru Dinda.

"Apa?"

"Gue mau nanya judul lagu ini ke lo, liriknya kek gini la la la la la la lala lala la la la hmm hmm hmm hmm," senandungnya tidak jelas.

Mikko menyipitkan matanya kemudian berkata, "mana gue tau kalo lo nyanyinya lala lilili hmm hmm hmm."

"Hahaha dasar payah, bilang aja nggak tau," cetus Dinda memancing supaya Mikko kesal.

"Iya deh gue payah, padahal sendirinya aja yang nggak jelas," cibirnya pelan.

Tepat saat mereka tiba di bibir pantai, Dinda langsung mencopot alas kakinya kemudian berlari seperti anak kecil yang kegirangan.

Ia melihat ke sekitar yang sepi, hanya ada mereka berdua dan 2 orang lainnya yang sedang menikmati keindahan pantai itu.

Kata Mikko ini adalah pantai kecil yang biasa dikunjungi orang yang ingin menenangkan pikiran dan bersantai saja, bukan yang biasa dikunjungi banyak orang untuk berlibur ataupun piknik.

"Bentar lagi senja, gue harus ungkapin semuanya. Walaupun ituh berat tapi nggak ada waktu lagi kalo bukan sekarang," gumamnya pelan. Sebenarnya ia tidak tega mengatakannya sekarang karena melihat cewek itu sedang bahagia.

"Ka Mikko sini!" teriak Dinda yang sedang bermain air.

Cowok itu mendengus kasar, ia bingung akan mengungkapnya sekarang atau nanti.

"Bentar lagi senja, lo mau foto?" tawar cowok itu.

Dinda langsung mengangguk mengiyakannya.

Setelah memotret beberapa foto cewek cantik itu, dengan berat hati Mikko mulai mengatakannya.

"Din gue mau ngomong hal penting, tapi-" belum selesai Mikko berbicara cewek itu langsung memotongnya.

"Bicaralah, apa yang mau lo omongin dari tadi gue ngeliat lo kayak nggak ada seneng-seneng nya gitu."

"Khmmm."

Mikko berdiri tegap dihadapan gadis itu, kemudian pelan-pelan ia menjelaskan semuanya, "Dinda, mungkin ini adalah pertemuan terakhir kita karena gue bakalan kuliah diluar negeri. Ini emang keputusan paling berat dalam hidup gue, karena gue bakal ninggalin semuanya termasuk lo."

Dinda tercengang mendengarnya, tubuhnya mengeluarkan keringat dingin. Lidahnya kelu, di ujung matanya seperti akan mengeluarkan sesuatu.

"Kenapa? kenapa harus diluar negeri? maksudnya, apa lo nggak kasihan sama orang tua lo, apa lo nggak bakal rindu mereka?" balasnya sambil menundukkan kepala, ia tidak mau melihat wajah cowok itu lebih jelas.

"Rindu itu pasti, tapi gue harus menggapai cita-cita gue. Supaya gue bisa bahagiain mereka," ungkapnya membuat air mata Dinda itu menetes di pipinya.

"Gue juga sedih bakalan pisah sama lo Din, dimana perpisahan ini bukan hanya 3 bulan ataupun 10 bulan.
Melainkan bertahun-tahun." Ia berusa tegar menjelaskan itu semua.

"Hmmm." Dinda membalikan badannya lalu dengan segera mengusap air matanya dan berkata, "terus kenapa lo harus pergi sejauh itu? kenapa lo nggak kuliah disini aja?"

"Din," panggil Mikko membalikan badan cewek itu menghadap kearahnya.

"Denger ya gimana pun juga impian gue itu besar. Tapi tenang gue nggak bakal lupain lo, gue sayang lo." Lalu memeluknya dengan erat, kini air mata cewek itu membasahi pipinya lagi. Mikko merasa punggungnya dibahasi air mata gadis itu.

Jantung Dinda berdegub sangat kencang, perasaannya campur aduk, antara sedih karena akan jauh darinya dan senang mendengar perkataan terakhir itu bergabung menjadi satu.

"Jaga diri lo baik-baik ya," pesan Dinda masih dalam pelukannya.

"Pasti, lo jangan rindu'in gue. Nanti gue kecegukan terus disana," canda Mikko membuat senyuman terulas kembali di bibir cewek itu.

"PD banget sih lo." Melepas pelukan itu.

"Suka banget gue tuh liat lo ngambek," tutur Mikko mengacak-ngacak kepala Dinda dengan gemas.

"Kenapa?"

"Lucu, cantik, gemesin. Ini nanti yang bakal gue rinduin dari lo selain bawel dan galak," sindirnya.

Dinda mengerucutkan bibirnya. "Nanti kalo ada yang nyakitin gue gimana?"

"Telfon gue, dan kasih tau siapa namanya. Gue nggak mau ya tuan putri gue ini tersakiti," balasnya penuh penekanan.

"Mangkanya gausah pergi!" pekik cewek itu.

Mikko mendengus.

Gemes banget gue sama ini cewek.
Dalam hatinya

"Ka Mikko liat senja nya, indah kan?"

Warna ciri khas dari senja itu membuat mata Mikko berbinar, bukannya dia tidak pernah melihat senja. Tetapi kali ini ada moment dimana keindahan dan kesedihan menjadi satu, setelah kejadian ini Mikko akan selalu mengingat senja adalah Dinda.

Mikko POV

Dinda, seseorang yang selalu membuatku tersenyum bahkan nyaman saat berada di dekatnya. Kita saudara tapi hati dan rasa memang tidak bisa dibohongi, nyatanya aku menyayanginya.



Thanks for reading
Dont forget to vote and comment❤️
Enjoy!

He So Cool [REAL STORY END]Where stories live. Discover now