BRILIAN|32

9.4K 305 8
                                    

"Untukku rasa ini adalah pertemuan awal dari mencintai maka, aku akan mengingat perpisahan ini sebagai akhir dari permulaan cinta itu!"

-----

"GUE BENCI!!" teriak Brilian kemudian melemparkan vas bunga yang berada di atas meja belajarnya.

"KENAPA SEMUA ORANG PERGI? KENAPA? GUE BENCI!!!" teriak Brilian.

Kehilangan bisa membuat seseorang mengalami gangguan mental, sebab tak ada kata menerima bagi mereka yang menderitanya.

"Gue mau mati aja! GAK ADA GUNANYA JUGA GUE HIDUP." teriakan Brilian semakin menjadi hingga terdengar ke lantai bawah.

"Ada apa dia? Kayaknya semua barang-barang di pecahin!" tebak Dewi saat tak sengaja mendengar suara pecahan kaca samar-samar dari kamar Brilian.

"Kita lihat aja Bun, takut dia nanti nekat malah melakukan hal yang aneh!"

Setelah sampai mereka tak langsung masuk, takut jika nanti mereka masuk cowok itu akan semakin menjadi.

"Nak! Tolong buka pintunya." pinta Dewi lalu mengetuk pintu kamar putranya itu dengan ragu.

"GAK! KALIAN PERGI, KALIAN JAHAT! SEMUA ORANG SAMA AJA!!" bentak Brilian dari dalam kamarnya.

Brilian yang hampir gila mengambil sebuah pecahan kaca tersebut lalu tersenyum menyeringai, hidupnya akan berakhir sekarang!

Srakk...

"Aww! Sakit ini gak seberapa sama luka yang gue kasih sama Lo ven!" gumam cowok itu sambil menatap kosong ke depan tanpa memperdulikan lukanya yang semakin mengeluarkan banyak darah.

"Bri! Buka pintunya!! Gue dobrak nih." ancam Angkasa namun, tak ada reaksi dari dalam sana.

"Woy! Lo harus makan bego, mau mati Lo?" ucap Angkasa mencaci-maki Brilian.

"IYA! Semua sudah selesai." ucapan dari arah dalam membuat kedua orang yang sedang berada diluar kamar cowok itu merasa was-was.

"Jangan gila Lo! Awas aja ya!" bentak Angkasa.

"Dan gue emang gila, karena Venny!!" jawab Brilian tanpa sadar.

"Dasar! Caranya gak gini juga woy, dan Lo harus menerima kenyataan bahwa Venny sudah pergi!! Jangan gila!"

"Emang Lo tahu apa?" tantang Brilian.

"Tahu, kalau Venny pergi! Dan gue sempat nganterin dia ke bandara." ucap Angkasa jujur.

Brilian semakin gencar akan aksinya, ia meraih vas bunga yang berceceran di lantai kemudian, menggoreskan pada setiap tubuhnya.

"Woy!! Buka!!" teriak Angkasa namun, tak ada jawaban melainkan hanya suara kesunyian.

"Bun, gimana?" tanya Angkasa pada akhirnya.

"Dobrak aja!" saran Dewi.

Brak...

"Oh, shit!" umpat Angkasa saat melihat Brilian terkulai lemas di lantai.

"Astagfirullah, bangun nak." ucap Dewi seraya menepuk pipi putranya itu.

"Bawa ke rumah sakit sekarang! Cepat Angkasa." ucap Dewi mulai khawatir saat darah mulai membanjiri seluruh tubuh Brilian.

"Ayo Bun!" ajak Angkasa kemudian memapah Brilian menuju mobil, ke rumah sakit terdekat.

"Cepatan sa!" khawatir Dewi saat melihat darah itu semakin banyak keluar.

-----

BrilianWhere stories live. Discover now