20

21.7K 1.5K 9
                                    

Kira menatap Smith yang terlihat bahagia.  Semalaman Kira menanti Suaminya itu pulang membawa sosok yang ia rindukan sejak lahir di dunia.

Jean sedikit mengintip dari balik badan Smith. Matanya melihat wanita paruh baya yang sangat cantik, tetapi dengan wajah pucat sedang terduduk di ranjang rumah sakit.

Kira yang melihat kepala yang menyembul dari balik badan suaminya itu pun tersenyum haru. "Sini sayang," panggilnya dengan tangannya menepuk-nepuk pinggiran kasur.

Jean menatap Smith, sedangkan yang ditatap menganggukkan kepalanya pertanda tidak apa-apa.

Kira membelai rambut putrinya. Air matanya luruh seketika itu juga. Sungguh, ia tak menyangka jika putrinya sangatlah cantik. Walau tak sepenuhnya mirip dengannya.

"I miss you so bad." Kemudian menariknya kedalam dekapannya.

Jean hanya pasrah diperlakukan seperti itu. Ia juga tak menyangkal jika pelukan itu sangat lah nyaman. Bahkan lebih dari nyaman ketika dulu Ibu memeluknya.

"Mm ... kenapa ... " Lidahnya seakan kelu mengucap kata Ibu.

Kira memandang sayang anaknya itu, "Bunda, kamu harus panggil Bunda sekarang."

"Dan kamu harus memanggilku Daddy, Sayang," sahut Smith yang duduk di sofa kamar inap Kira.

Jean mengangguk kikuk, "Kenapa Bunda bisa di sini? Bunda sakit?"

Kira mengangguk sebagai jawaban. "Sakit apa?" tanya Jean sekali lagi.

Kira menggeleng dan tersenyum sedih. Anaknya itu menatapnya penuh khawatir. Membuatnya bahagia sekaligus sedih.

"Sayang, maafin Bunda yah." Jean menatap Kira bingung. Ada apa memangnya?

Seakan mengetahui pikiran Jean, Kira menarik nafasnya pelan. "Maafin Bunda yang dulu udah menjauhkan kamu dari keluarga, Bunda seperti Ibu yang buruk."

Jean akhirnya mengerti. "Nggak apa-apa, makasih kalau kalian berdua udah selamatin aku. Yang penting sekarang, aku udah bisa liat kedua orang tua 'ku yang kandung."

Smith melangkah mendekat memeluk dua orang istimewa dalam hidupnya setelah maminya sendiri.

Sekarang tinggal menunggu mereka semua tahu jika Anak gadisnya masih hidup. Dan satu lagi, mengawasi gerak-gerik pria itu. Menjauhkan juga melindungi Jean dari pria itu.

***

Gama berlari cepat di tengah koridor rumah sakit. Dia menghiraukan umpatan-umpatan yang terlontar dari mereka yang tak sengaja ia tabrak .

Setelah mendapat kabar dari Bian, Gama bergegas menuju tempat di mana Bundanya berada saat ini.

Sesampainya di depan pintu bercat putih itu, Gama menarik nafas pelan. Ia merasa deg-degan, sungguh! Walaupun dirinya terkenal dengan sifat dingin, tapi kali ini dia merasa gugup.

Dibukanya pintu itu dan terlihat ketiga manusia yang sedang berpelukan.

Kira yang mengetahui ada seseorang yang tiba pun mendongak. Ia tersenyum penuh arti ke arah Gama. Sedangkan Smith menatap Gama kesal karena tiba-tiba datang dan membuyarkan pelukan mereka.

Gama menghiraukan keduanya. Matanya terus fokus menatap punggung yang belum membalikkan badannya.

Smith yang mengerti tatapan Gama pun menghela nafas sabar. Lalu menepuk pelan pundak Jean dan menunjuk arah di mana Gama berada dengan dagunya.

Jean membalikkan tubuhnya, matanya menatap bingung pada sesosok pria yang berdiri di depan pintu. Perawakannya seperti Kak Bian, tetapi ini sedikit lebih muda. Atau itu teman Kak Bian? pikirnya.

Gama mendekat ke arah Jean, hingga tersisa satu langkah saja. Matanya terus mengamati gadis itu dari atas sampai bawah.

Dan YAP! Ia menemukan kesamaan antara gadis itu dengan Daddy, Bunda, dan Adik bungsunya.

Gama mengalihkan tatapannya pada Smith. Smith pun hanya menatap Anak sulungnya itu dengan malas, lalu mengangguk sebagai jawaban.

Tiba-tiba pria yang belum ia kenal itu memeluknya erat. Seperti menyalurkan ... rindu? Mungkin.

"I can't believe this," bisik Gama.

Tak hanya memeluk, Gama mengangkat tubuh itu dengan perasaan bahagia.

Jean merasa jika kedua kakinya tak menapak di lantai menjadi sedikit takut dan membuatnya mengeratkan pelukannya.

Smith menghentikannya, sebelum ada kejadian yang tidak diinginkan.

"Stop it!" sambil tangannya melepaskan pelukan mereka berdua secara paksa.

Matanya menatap tajam Smith; Kira terkekeh melihatnya, sedangkan Jean masih dengan kebingungannya.

"Sayang, ini Kakakmu yang pertama. Gamaliel Almaro Frankiston," jelas Kira.

Akhirnya Jean paham, lalu menatap takut-takut ke arah Gama.

"You don't be afraid, please," lirih Gama.

***
TBC

Uwuuuuuu dont be afraid wanjayyyy envy aing

Gama


JEANWhere stories live. Discover now