02

36.9K 1.9K 41
                                    

Bandung, Indonesia 11.12 WIB

Terkadang diam adalah pilihan yang tepat. Dimana diam membuat mereka lelah daripada meladeni ulah mereka, yang mungkin bisa saja semakin menjadi-jadi.

Jean mendesah pasrah ketika di dorong keras oleh teman seangkatannya itu.

"Lo tuh makanya jangan sok cari muka sama guru! Akibat ulah lo, gue dihukum bersihin toilet cewek di lantai bawah! Bego lo!" maki seorang siswi sambil menunjuk wajah Jean.

"Udah mending suruh dia aja Bell, daripada lo susah-susah, kan, yah." Yang dipanggil 'Bell' itu pun mengangguk setuju.

"Kok aku, sih, Bella. Kan, kamu yang dihukum," protes Jean tak terima.

"Gak usah protes, deh, lo! Udah lo bersihin aja. Kan, lo yang ngelaporin Bella bego!" sahut Metta salah satu dari kedua teman Bella.

Bella menarik paksa Jean ke arah toilet perempuan yang pertama di lantai satu. Sesekali dirinya menolak tapi tenaganya kalah jika Bella sudah dibantu oleh kedua temannya itu -Metta dan Melly- membuatnya pasrah saja.

"Nih, lo bersihin! Nggak usah protes! Apalagi sampai ngelapor! Dasar tukang ngadu!" cibirnya seraya menyentak alat-alat untuk membersihkan toilet di depan Jean, lalu pergi dari sana diikuti Melly dan Metta yang terkekeh seolah mengejek.

Jean mengambil alat-alatnya dan mengembuskan nafasnya dengan kasar. Dirinya tak tahu apa-apa tentang masalah Bella yang katanya melapor entah apa urusannya, tiba-tiba saja mereka bertiga datang menghampirinya dengan raut kesal yang terpatri di wajah Bella terutama.

Mungkin dirinya difitnah, lagi. Langganan sekali dirinya terfitnah seperti itu.

Setelah membersihkan toilet perempuan yang pertama di lantai satu, ia bergegas ke toilet yang kedua.

Capek? Pasti, keringatnya saja sudah bercucuran bahkan ada beberapa bagian kain seragamnya yang telah tembus oleh keringatnya sendiri. Bau tak sedap menyeruak dalam hidungnya.

Jean mengangkat tangan kanannya dan mencium bau keteknya, kemudian kepalanya menggeleng cepat setelah mencium bau tak sedap itu, begitu juga yang di sebelah kiri.

***

"Lo kemana aja, sih, Je? Gue tungguin lama banget, Bu Riri tadi juga nanyain lo. Terus gue cari di toilet nggak ada. Lo kalo mau bolos bilang sama gue dong, kan, gue juga mau," cerocos sahabatnya dan terkekeh di akhir kalimatnya itu.

Jean yang baru saja duduk di kursinya mendengus kesal ke arah Beby. "Aku tadi ngerjain hukuman Bella tau. Nih aku baru aja ganti karna bau banget my body," jawabnya sambil mengipaskan buku tulis ke depan wajahnya.

Sekolah ini memang sekolah swasta, tapi bukan berarti fasilitas disini bagus. Sekolah ini hanya memberikan dua kipas angin yang bertengger di tembok kanan dan kiri dan juga satu proyektor di setiap kelasnya. Jean pun masuk kesini berkat beasiswa juga, mengingat dirinya dari kalangan yang kurang mampu.

"WHAT?!" teriaknya tanpa sadar. "Kena apalagi kali ini, Je?"

"Suruh bersihin toilet cewek lantai satu." Beby melotot kaget kearahnya. "Gila," celetuknya seraya menggelengkan kepalanya tak percaya.

Toilet cewek di lantai satu adalah toilet yang berisi bilik terbanyak disekolah ini. Jika dilantai dua dan ditoilet samping sekolah hanya ada lima bilik saja, tapi dilantai satu ada dua toilet cewek dan masing-masing memiliki sepuluh bilik didalamnya.

"Untung aja aku punya baju ganti di loker, kalo nggak ya ... nih bau badanku nggak enak banget masa," ujarnya sambil mengipas-ngipaskan keteknya ke arah Beby.

Beby sedikit memundurkan badannya, "Baunya, sih, udah mendingan, tapi masih tetep bau tau. Nih gue tambahin parfum favorit gue."

Tangannya mulai merogoh isi tasnya dan mengeluarkan parfum yang selalu ia bawa

Jean mengangguk menerima semprotan dari parfum milik Beby. Bau coklat menyeruak di tubuhnya. Bau favoritnya juga setelah bau lavender.

"Tuh, kan, udah wangi."

"Iya makasih ya, emang bau coklatmu is the best lah."

***

"Jadi anak-anak, seperti keterangan yang ada di LKS kalian. Disini diharuskan untuk berkelompok, nah ... saya yang akan membagi anggota kelompok kalian secara acak yah ... " terang Bu Dewi, guru biologi di kelas XI IPA 2.

Ada yang mendesah kecewa karna anggotanya diacak, dan ada yang memilih diam menurut. Seperti Jean, ia tak masalah jika diacak sekalipun. Beda halnya dengan teman sebangkunya, Beby mendesah kesal karna takut tak bisa satu kelompok dengan sahabatnya itu.

Bu Dewi mulai menyebutkan anggota-anggota kelompok untuk tugas biologinya, "Beby, Theo, Reni, dan Deni satu kelompok ya."

Beby merenggut sebal, ternyata sekelompok dengan Reni, siswi paling sok di kelas ini menurutnya.

"Jean, Putra, Dinda, dan Romi satu kelompok ya." Lalu lanjut sampai satu kelas mendapatkan anggota kelompok yang pas.

"Dikumpulkan minggu depan di pelajaran saya yang pertama, materi sama tak apa. Yang penting jangan menjiplak ya anak-anak," peringat Bu Dewi pada anak didiknya.

Mereka semua mengangguk pasrah. Dalam seminggu, pelajaran biologi ada tiga hari. Hari Senin, Rabu, dan Jum'at. Hari Senin pengumpulan, padahal minggu depan dan dihari yang sama, kelas mereka juga ada quiz dari Pak Mamat. Guru matematika.

"Males banget sekelompok sama cewek yang sok banget."

"Gue juga males kali sekelompok sama cewek centil kaya lo!" sahut Reni tak terima karna merasa tersindir.

"Eh lo ya yang centil, ngata-ngatain gue. Noh ngaca apa ngaca di rumah!"

"Awas lo."

"Udah By ... udah, namanya juga Reni. Harus sabar kalo satu kelompok sama Reni," Jean menyela, menenangkan Beby yang sedikit emosi.

Beby mengangguk menurut. "Lo juga ya, sabar satu kelompok sama mereka." Mereka yang dimaksud Beby adalah anak-anak yang selalu tak mau ribet. Seperti Romi, Beby bisa menebak jika dia tak akan bekerja kelompok. Hanya tumpang nama aja, begitu juga yang lain.

Jean tahu, dan ia juga sabar. Daripada tak mendapat kelompok? Jadi lebih baik memilih diam saja.

***
TBC

Diam bukan berarti kalah, tapi belum saatnya untuk ngebacod. Betul tydak? Wkwk canda deng

JEANOnde histórias criam vida. Descubra agora