33

18K 1.2K 16
                                    

Jean membuka matanya. Perih. Tangannya mengambil air minum yang sudah bertengger di atas nakasnya.

"Bunda ...," lirihnya.

Gama yang baru tiba di dalam kamar, berjalan mendekat dan mendekap erat Jean.

"Kamu jangan bersedih." Jean tak bergeming.

Gama mengecup beberapa kali kening Jean dengan sayang, menyalurkan kekuatan untuk Adiknya.

"Aku mau ke Bunda, Kak," pintanya lirih.

Gama menggeleng, "Di luar hujan Sayang, besok yah." Jean menggeleng dan terus meminta menemui Kira.

Selesai membersihkan diri, Smith segera menuju kamar Jean. Dilihatnya Jean yang terus meminta Gama untuk bertemu Kira, membuat Smith tak tega melihatnya.

"Sayang ... besok yah, ini masih hujan." Dengan nada pelan Smith berkata sambil berjongkok di depan Jean dengan kaki kirinya sebagai tumpuan.

Jean menggeleng tak mau. "Sekarang." Gama dan Smith hanya menggeleng tak mengijinkan.

***

Beberapa hari ini, Jean sering melamun dan tak mau keluar kamar. Gadis itu juga tak masuk sekolah beberapa hari.

Keadannya sangat lah kacau. Matanya yang sembab, kedua pipinya banyak bekas air mata, dan tubuhnya yang demam.

Smith dan yang lain pun berusaha membujuk dan menghibur Jean agar tak terus-terusan seperti ini, tapi Jean tetap menggeleng tak mau.

Jovan masuk ke dalam kamar Jean tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Matanya menangkap Jean yang masih sama, duduk melamun di balkon kamarnya.

Ditariknya kursi satu lagi untuk duduk di sebelahnya. "Bunda bakal sedih kalo kamu terus sedih kaya gini."

Jean menoleh dan menatap kosong kembarannya. "Ikhlasin, kalo nggak, pasti Bunda bakal nangis terus di sana," lanjut Jovan.

Jean kembali meneteskan air matanya untuk kesekian kalinya. "Aku cuma mau Bunda."

Jean hanya ingin berkunjung ke makam Kira, tetapi selalu tidak diperbolehkan oleh mereka semua dan itu yang membuatnya bersedih seperti ini.

Jovan mengerti perasaan Jean. Bahkan, Jovan sempat tersiksa melihat kondisi Jean. Mungkin ini yang dinamakan ikatan batin. Lelaki itu menarik Jean ke dalam dekapannya untuk menyalurkan kekuatan.

"Kalo kamu nggak sedih lagi dan udah bisa ikhlas, aku anter ke makam Bunda." Jean mendongak menatap bola mata bewarna coklat hazel itu. "Bener?" Jovan mengangguk meyakinkan.

Jean mengusap kedua air matanya dan mengangguk bahagia. "Ayo."

"Nggak sekarang." Mendengar itu, Jean kembali murung.

"Kenapa?"

"Lihat kondisi kamu, kalo mau ngunjungin Bunda harus sehat nggak boleh sakit."

Jean hanya mengangguk pasrah. "Sekarang, ayo makan dulu."

***

Jean duduk di meja makan di samping Jovan, dihadapannya ada Gama yang menatapnya sendu.

"Kamu makan yang banyak," pinta Tomi sambil menuang kuah sop ayam di atas piring Jean.

Matanya menatap piringnya tanpa nafsu. Sejujurnya, ia tak bernafsu makan sama sekali. Gama menghampiri Jean dan duduk di sebelahnya. Tangannya mulai menyuapi Jean.

Jean termenung menatap Gama. Kemudian mencoba membuka mulut dan menerima suapan itu.

"Telen," titah Gama.

JEANWhere stories live. Discover now