40

18.1K 1.1K 4
                                    

Beby melirik sinis lelaki jangkung yang sedang menggandeng erat tangan sahabatnya. Kemarin saja marah-marah, sekarang posesif sekali, pikirnya.

Bukan hanya Beby, seluruh siswa maupun siswi yang melihat mereka berdua berjalan di koridor pun menatap kaget. Berarti, rumor yang beredar tentang Jovan kembaran Jean memang benar adanya.

Bruk

Dilihatnya Adik kelas yang didorong Jovan tanpa rasa bersalah itu hanya tersenyum menandakan tidak apa-apa, Jean membalasnya dengan senyum kikuk.

Heran dengan sikap Jovan dari tadi mencelakai orang-orang yang menghalangi jalan mereka. Entah itu mendorong, menyentak, menarik, dan hal lainnya yang membuat Jean sungkan sendiri.

"Kamu kenapa, sih?" Jean juga risih jika diperlakukan seperti ini. Semenjak turun dari mobil sampai saat ini, banyak sekali yang melihatnya aneh.

Jovan menggeleng dan terus berjalan menggandeng tangan Jean. "Aneh," cibir Beby.

Tibanya di kelas, Jean seperti ratu yang diberi jalan menuju tempat duduknya. Banyak sekali kepala yang menunduk entah karena apa.

"Nanti aku jemput." Elvan melirik sinis sepupunya yang sok baik dengan Jean.

"Iya."

"Udah sana minggir, kelas kamu bukan di sini," usir Elvan yang langsung mendapat tatapan tajam Jovan. Bukannya takut, Elvan juga melototkan matanya.

"Heh," ketus Beby sambil memukul pundak Elvan.

"Apa, sih?!" sewotnya tak terima. "Duduk lo, udah bel juga." Elvan segera duduk seraya mendumel mengumpati Jovan yang sudah pergi tanpa pamit. Sialan, umpat Elvan dalam hati.

Jean terkekeh, "Udah maklumin aja." Mau tak mau, Elvan mengangguk.

***

Beberapa siswa maupun siswi mengumpat saat hampir saja tertabrak jika mereka tak menyingkir untuk memberi jalan kelima orang yang tengah berlari itu.

Brak

Seisi kelas dibuat kaget oleh pelaku yang membuka pintu kelas mereka secara kasar. Mereka berlima tak mempedulikan tatapan warga kelas itu yang menyiratkan kemarahan dan langsung berjalan dengan tergesa-gesa menuju tempak duduk yang berada di pojok kelas.

"Jovan." Beby sedikit ngos-ngosan karena berlari menuju kelas ini. Belum lagi, berita yang harus dia sampaikan kepada Jovan.

Lelaki itu hanya mengangkat satu alisnya ke atas dan berdehem pelan. Matanya menatap aneh Elvan yang ikut ngos-ngosan.

"Jean hilang." Dengan satu tarikan nafas, Billa mendahului Beby.

Beberapa detik Jovan terdiam mencerna kalimat yang dilontarkan salah satu sahabat Jean. Kemudian matanya menatap tajam kelima sosok di hadapannya.

"Ikut kita."

***

Matanyanya yang tajam terus menelisik setiap sudut ruangan ini. Tidak ada yang aneh, pikirnya.

"Tadi, Jean pamit ke toilet. Dia lama banget, terus ya gue susulin. Gue cari ke semua toilet di sekolah ini, tapi gak ada."

"Gue nyoba ngomong ke mereka. Akhirnya kita nyari bareng-bareng. Kita nggak nemuin Jean. Terus ada salah satu siswi yang ngeliat Jean lagi jalan ke sini. Akhirnya kita ke sini buat ngeliat, tapi nggak ada," jelas Beby sambil menggelengkan kepalanya sedih.

"Tapi kita nemuin ini, ini yang tadi dipakai sama dia, 'kan?" tanya Vanya sambil menyodorkan jepit bewarna merah jambu dengan hiasan bunga matahari di sisi kirinya.

Jovan menatap lamat-lamat jepit itu, kemudian memasukkannya ke dalam saku celana. Kepalanya mengangguk dan keluar dari sana diikuti yang lainnya.

"Ngeri gue," bisik Vanya kepada Farah. Melihat wajah lelaki itu yang sudah merah padam menandakan lelaki itu menahan amarahnya.

***

Gama berjalan tergesa-gesa dan membuka pintu secara kasar. Seisi rumah di buat kaget. Matanya terus menatap tajam orang-orang yang berada di ruang tamu.

"Bagaimana bisa?!" sentak Gama.

"Kamu tenang dulu." Noula mengusap punggung Gama agar lelaki itu bisa sedikit menahan amarahnya.

"Bagaimana aku bisa tenang kalau Jeana hilang?!"

"Kita juga baru tahu. Kamu sabar dulu, kita tenangin pikiran biar bisa nyari jalan keluar," terang Smith

Gama menarik dan membuang nafasnya pelan. Smith memijat pangkal keningnya frustasi.

"Louis?" Semua mata menaruh perhatian padanya.

"Mr. Louis?!" kaget Gun.

"Kita belum tahu," sahut Smith. Padahal, pikirannya juga menunjuk pria itu.

"Tidak mungkin, Mr. Louis sangatlah baik pada 'ku," sergah Gun.

Gama menatapnya sebentar dan mengendikkan bahunya acuh. Selepas itu, Gama beranjak dari sana menuju kamarnya.

"Anak itu." Frankiston menggelengkan kepalanya sabar melihat tingkah Gama yang seenaknya.

***
TBC

Where is Jean? Next? Don't forget to vote and coment!

JEANWhere stories live. Discover now