26

18.7K 1.3K 18
                                    

"Romeo?!"

"Juan?!" pekik mereka berdua kaget.

Terperanjat beberapa saat, lalu tersadar saat namanya diucapkan cowok itu salah. Tangannya terulur memukul punggung cowok itu.

"Enak aja!! Nama 'ku JEAN tahuuuuu," keluhnya sambil menekan kata 'Jean'.

Romeo menggaruk rambutnya yang tak gatal, "Sorry-sorry, gue lupa."

Jean mengembungkan pipinya sebal. "Dasar nyebelin! Oh yah–"

Jean terkesiap kala merasakan tepukan di pundaknya dari belakang.

"Masuk," titah Jovan dengan nada dinginnya.

Jean yang tak sanggup melihat mata tajam itu akhirnya menunduk takut. "Iya," cicitnya.

Jovan menatap tajam cowok yang ada di depannya kemudian berbalik mengikuti Jean.

Lagi-lagi Romeo menggaruk telinganya yang gatal. "Kenapa, sih?" Beranjak dari sana untuk mencari tempat yang pas untuknya tidur lagi. Pelor memang.

***

Jean berjalan bersama ketiga teman barunya di koridor sekolah. Mereka berempat berpisah di lobby sekolah.

Farah yang mulai memasuki parkiran untuk mengambil motornya diikuti Billa di belakangnya. Sedangkan Vanya, cewek itu sudah lebih dulu berjalan ke arah gerbang sekolah karena sudah dijemput.

Dan Jean, dirinya sedang duduk di pos satpam dekat gerbang sekolah untuk menunggu jemputan. Entah dijemput siapa. Karena tadi ia diantar Gama, tapi sekarang? Gama pasti sedang sibuk kerja.

Tin tin ...

Jean menoleh dan melihat pengendara yang duduk di atas motor sport itu dengan bingung. "Siapa?"

"Ngapain lo ada di situ, Ju?"

"ROMEO YA?!" teriaknya kesal.

Romeo membuka penutup helm full face-nya dan nyengir lebar, walau ia tahu jika cewek itu hanya melihat kedua matanya.

"Nama 'ku tuh Jean!! Udah dibilangin berapa kali, sih?!" gregetnya.

"Ya sorry, lagian enak manggil Juan kok."

Jean mengembungkan pipinya, "Itu, kan, nama cowok, Romeo!!"

"Naik." Suara berat dan serak itu membuat matanya menoleh menatap pemilik suara itu.

Jean sedikit kaget, sejak kapan Jovan ada disana?

"Cepet!" titahnya sekali lagi.

Jean memilih diam dan menghampiri Jovan, menghilangkan rasa kesalnya dengan Romeo.

Sebelum naik ke atas motor sport itu, ada tangan yang menahan lengan kirinya.

"Loh, kan, gue yang mau nebeng sama Jojo." Jean berbalik dan menatap heran siswi itu.

"Kamu siapa?" tanya Jean bingung.

Laras, cewek itu menatap Jean dengan sinis. "Ya, lo yang siapa?!"

Jean kembali menatap Jovan bingung. Jovan berdecak dan turun dari motornya.

Laras senang melihat Jovan yang akan membelanya seperti biasanya.

Tanpa disangka, Jovan melepaskan jaket yang dia pakai dan melingkarkannya pada pinggang mungil milik Jean.

Jean terperanjat karenanya, sedangkan Laras dibuat melongo. Mereka bertiga tak luput dari pandangan siswa-siswi SMAWA yang masih di area sekolah, termasuk Romeo.

"Naik," titahnya pada Jean.

Jean mengangguk dan menaiki motor sport itu, diikuti Jovan. Mereka berdua pergi dan meninggalkan mereka semua yang melongo melihat keduanya.

Laras mencak-mencak dibuatnya, sedangkan Romeo menertawakan Laras yang seperti itu. Lalu, cowok itu juga pergi meninggalkan pekarangan sekolah.

***

Tibanya di rumah, Jean turun dari motor dibantu Jovan.

Jean membuka lilitan jaket itu dan menyerahkannya pada Jovan, "Ini, makasih ya."

"Simpen aja." Menggelengkan kepalanya, kemudian berlalu meninggalkan Jean sendiri.

Jean senang bukan main, karena ini pertama kalinya ia bisa dekat dengan Jovan dan atas perhatian Jovan padanya.

Lalu dipeluknya jaket itu dengan senyum yang mengembang. Jovan melihat itu semua dari balik jendela, ia juga merasa bahagia atas itu. Kemudian menggelengkan kepalanya aneh dan mulai berjalan menuju lantai dua. Dimana kamarnya berada.

Jean tersentak kaget saat bahunya ditepuk pelan, lalu membalikkan tubuhnya.

"Bang Tomi?!"

Tomi menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Hehehe kaget yah?"

"Tauk," kesalnya.

"Ya maaf, kamu, sih, aneh. Ngapain coba senyum-senyum ndiri sambil peluk jaket, emang kenapa, sih?"

"Nggak," jawab Jean cuek dan langsung melangkah masuk kedalam rumah meninggalkan Tomi yang menatapnya heran.

"Adek gue udah lucu, gemesin, aneh juga," gumamnya seraya ikut melangkah masuk ke dalam rumah.

***

Kira menyambut Smith di depan pintu rumah dengan senyum mengembang, seperti biasa.

Ya, beberapa hari yang lalu Kira memaksa Smith agar ia dirawat di rumah saja. Alasannya karena dia sudah bosan hidup monoton di kamar bercat putih itu.

Smith pun hanya berusaha sabar. Walau sangat khawatir dengan kodisi istrinya. Meski begitu, Kira juga harus mentaati perintahnya agar tidak pernah melakukan hal-hal yang bisa membuat kondisi Kira memburuk lagi.

Smith menghela nafas. "Kenapa?" tanya Kira setelah melepas pelukannya.

"Hanya lelah dan butuh istirahat," jawab Smith singkat.

"Ya udah yuk, istirahat," ajak Kira.

***
TBC

Punya sodara laki berasa punya doi ya bund🙂✨ Gak kaya aku, punya sodara laki kliatan b aja👍🏻

JEANWhere stories live. Discover now