27

18.3K 1.3K 4
                                    

"Dek, nama kamu itu Jeana aja atau gimana, sih?" tanya Tomi yang sekarang duduk bersila di atas ranjang besar Jean.

Jean menghela nafas sabar, sedari tadi Abangnya itu selalu menanyakan ini itu padanya. Membuat Jean sedikit tak fokus mengerjakan PR-nya.

"Iya, Bang," jawab Jean malas tanpa membalikkan badannya menghadap Tomi.

Tomi mengerucutkan bibirnya sebal. "Dek, kamu nggak mau lihat Abang? Abang salah apa, sih?" dengan nada merajuk seperti anak kecil, jangan lupakan mata Tomi yang membulat seperti ingin menangis.

Mau tak mau Jean membalikkan badannya menghadap Tomi, lalu berjalan dan duduk di samping lelaki itu.

Jean menepuk pelan paha Tomi sambil menatap malas wajah itu. "Kenapa, sih, Bang? Perasaan Abang itu udah gede lho, kenapa jadi kayak anak kecil gini, sih?"

Tomi, lelaki itu akhir-akhir ini memang sedikit bertingkah kekanakan. Seperti Gama. Namun, Kakak pertamanya itu sedang sibuk. Jadi, kini giliran Tomi yang seperti itu kepadanya.

"Ya kamu, Abang ngomong malah nggak liat wajah Abang," rajuknya.

Jean mengembuskan nafasnya sabar, "Iya-iya maaf, kenapa emangnya?"

Mendengar itu Tomi tersenyum lebar, "Nggak, Abang nanya aja. Soalnya, waktu itu kamu cuma bilang Jeana aja."

"Ya, emang."

"Beneran?"

"Iya."

"Sumpah?!"

"Iya, abang."

"Demi apa coba?"

Rasa-rasanya Jean ingin menenggelamkan Abangnya itu ke rawa-rawa, tapi Jean tidak tega karena dirinya yang sangat sayang dengan Tomi.

"Ngomong sekali lagi kaya gitu, aku ngambek." Sambil bersedekap dada dan mengembungkan pipinya sebal, tapi ketahuilah jika sikap Jean seperti itu malah terlihat lucu di mata Tomi.

Tomi terkekeh, lelaki itu melingkarkan tangan kirinya pada bahu Jean. "Hehehe iya maaf, deh."

Jean tak menggubris membuat Tomi terkekeh sekali lagi. "Apanya yang lucu, sih, Bang?!" kesalnya.

Tomi mengangkat jari kelingkingnya ke atas, "Iya maaf, deh. Baikan yah."

Jean menurut saja dan menautkan kelingking kecilnya pada kelingking besar Tomi. "Hm," gumam Jean seakan mengkode Tomi sesuatu.

"Kok cuek, sih? Kenapa? Mau apa?" tanya Tomi heran.

"Nggak tau."

Tomi melepaskan tautan kelingking mereka dan melepaskan tangan kirinya dari bahu Jean. "Iya ... Adekku sayang, kamu mau apa hm?" tanya Tomi yang sudah paham kode dari Adiknya itu.

Jean terkekeh, "Mau es cream oreo."

Tomi menggeleng pertanda tidak mengijinkan membuat Jean cemberut. Pasalnya, Jean teramat ingin sekali memakan es cream oreo itu. Ia ingin itu karena semalam melihat Jovan yang asik memakan es cream oreo tanpa menawarinya yang jelas-jelas sangat memperhatikan es cream itu.

Dan sekarang? Kenapa tidak boleh?

"Kenapa, sih, Bang? Aku, kan, pingin."

"Nanti kalo kamu sakit gimana? Terus masuk RS gimana? Terus kalo Abang sedih gimana?" Jean menghela nafas sebal, keluar lagi sifat posesif Abangnya itu.

Semuanya, bukan hanya Tomi yang memiliki sifat posesif padanya. Kecuali Jovan.

"Aku, kan, pingin Bang. Semalem aku liat Jovan makan es cream oreo itu, jadinya pingin, deh. Tapi nggak tahu belinya dimana," curhatnya ke Tomi.

Tomi tetap menggeleng. "Nggak, nanti kamu sakit. Dah minum air putih aja yang banyak okey," tuturnya sambil mengacak puncak kepala Jean.

"Ih Bang, berantakan tahu," dumel Jean.

"Dah, Abang mau ke kamar dulu. Mau bobok, nanti kalo mau makan malem bangunin ya." Tanpa mendengar jawaban Jean, Tomi langsung saja keluar dari kamarnya membuat Jean menggerutu sebal.

***

Setelah makan malam usai, Jean kembali melanjutkan tugas sekolahnya yang sempat tertunda.

Terlalu fokus pada apa yang ia kerjakan sampai tidak tahu jika seseorang masuk ke dalam kamarnya.

Jovan, lelaki itu berdiri di belakang Jean yang masih fokus mengerjakan tugas sekolah. Ia tak bergeming atau memanggil nama Jean.

Setelah selesai, Jean membereskan meja belajarnya dan menata buku pelajaran untuk esok hari.

Jean berdiri dan merenggangkan ototnya yang kaku. Jean terkesiap melihatnya, ia tidak salah lihat?

"A-ada apa, Jo?" tanya Jean gugup.

"Mau keluar, ikut?" jawab Jovan singkat.

Jean menimang sebentar. Jarang sekali dia bisa keluar malam. Apalagi dengan Jovan. Akan tetapi, kalau keluar tanpa sepengetahuan Gama, pasti Kakaknya itu memarahi Jovan.

"Kenapa?"

Jean menggeleng kikuk, "Aku mau banget, tapi ... "

"Ya udah ayo,"  potong Jovan.

Jean yang belum siap pun sedikit oleng akibat tangannya yang ditarik Jovan.

Jovan berhenti lalu melihat Jean dari atas sampai bawah. Jean yang melihat itu sedikit gugup. Jean merasa jika Jovan seperti mrngintimidasinya.

Matanya menatap Jovan yang memakaikannya jaket tebal di kedua tangannya.

"Biar nggak dingin," ungkap Jovan yang membuat Jean bersorak senang dalam hatinya. Lagi-lagi, kembarannya itu menaruh perhatian.

***
TBC

Kalo aku, boro-boro dikasi jaket. Diajak keluar aja kaga pernah🙂👍🏻

JEANWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu