Part 5

4.7K 222 1
                                    


Nindy baru saja masuk ke ruangannya setelah menyelesaikan makan siang di luar bersama Ani ketika perempuan itu menemukan Pak Malik berdiri di depan mejanya.

Apa lagi mau laki-laki ini?

Pak Malik yang melihat Nindy masuk langsung menuju ke arahnya.

"Kamu ikut saya," suaranya yang setengah berbisik itu begitu dingin. Nindy memandangi Rio yang sedang duduk di mejanya tampak berpura-pura bekerja tetapi laki-laki itu hanya mengangkat bahu tanda tak paham.

"Kau harus berhati-hati, dia sudah menunggumu sejak sepuluh menit yang lalu," ujar Rio.

Nindy menghembuskan napas panjang, meletakkan dompet dan ponselnya di atas meja dan bergegas menuju ruang Pak Malik sebelum amarah bosnya semakin menjadi.

Nindy mengetuk pintu ruang Pak Malik, teringat kejadian terakhir kali perempuan itu dimarahi karena mengintip dan tidak mengetuk pintu.

Tak ada suara.

Beberapa detik berselang, Nindy memberanikan diri masuk walaupun tidak ada suara dari dalam. Toh, bosnya tadi sudah meminta Nindy ke ruangannya.

"Bagaimana Pak?" Nindy bertanya sambil memandang wajah laki-laki didepannya. Bola mata dibalik kacamata berlensa tebal itu berwarna hazelnut. Bulu mata lentik melingkupinya sempurna. Alisnya tebal namun tetap rapi. Dan rambut undercutnya pasti sanggup membuat orang menoleh apabila berpapasan. Dua saja kekurangan laki-laki ini, sikap dan mulutnya yang perlu dijaga.

"Laporanmu ini gak bisa memberikan informasi apapun untuk saya," jawabnya enteng.

"Bagaimana bisa, Pak. Saya sudah mengambil data dari TU dan evaluasi lalu mencocokkan dengan data di kami, Pak," suara Nindy meninggi.

"Jadi, maksud kamu, saya yang tidak bisa membaca laporan?" Pak Malik berdiri. Tubuh bosnya itu menjulang di hadapan Nindy. Nindy hanya setinggi bahu laki-laki itu.

"Bukan begitu Pak tetapi.."

Gubraak..

Laporan itu dihempaskan di atas meja.

Bibir Nindy bergetar antara takut dengan menahan amarah. Perempuan itu tak pernah merasa sehina ini.

"Siap, saya kerjakan lagi," Nindy mengambil laporan didepannya dan langsung berbalik menuju pintu. Air mata menetes di pipi kirinya.

Bos Baru KamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang