Part 46

7K 223 17
                                    

_Merupakan part perpisahan yaa teman-teman Pembaca. Semoga puas dengan tulisan saya_

Malam itu adalah malam terakhir mereka di sana. Sebuah acara gala dinner telah dipersiapkan. Beragam makanan terhidang menunggu disantap. Nindy dan Ilman memilih duduk di sebuah meja bundar kosong. Ada empat kursi untuk satu meja, Nindy mengajak Ilman duduk di sana.

"Ilman, aku ingin minta maaf sama kamu," mulai Nindy.

"Aku merasa tidak pantas menerima perasaanmu. Aku belum bisa. mengimbanginya," tambah Nindy.

Laki-laki di hadapannya itu terkejut. Tak ada hujan dan angin, Nindy sadar dia seharusnya tak membuat pernyataan ini.

"Mengapa?" Tak diduga Ilman kemudian mengangguk dan tersenyum. Senyum tulus yang pernah membuatnya berani memutuskan untuk mencoba menjalankan hubungan ini bersama laki-laki itu dulu.

"Aku hanya tak mau mengecewakanmu," jawab Nindy memberanikan diri menatap mata Ilman. Berharap Nindy bisa dimengerti. 

Sekali lagi Ilman mengangguk menandakan laki-laki bijak itu memahami keresahan hati Nindy. Ilman adalah temannya dan akan tetap begitu meskipun kini mereka bukan lagi sepasang kekasih.

"Terima kasih," ucap Nindy pelan. Nindy yakin Ilman bisa mendengar ketulusannya.

"Terima kasih sudah mau berusaha selama ini," balas Ilman. 

Nindy tersenyum lega. 

Mereka melanjutkan makan malam, Ilman sudah kembali ramai seperti biasanya, dua kursi lain di meja mereka sudah diisi oleh teman-teman Ilman yang sekarang asyik mendengarkan Ilman bercerita. Nindy ingin beristirahat lebih awal malam ini. Nindy lega karena telah menyelesaikan satu misi dalam kisah cintanya. Kesendirian harus menjadi sahabatnya kembali setelah ini.

Nindy meninggalkan Ilman dan teman-temannya yang masih sibuk bercerita tentang kondisi perekonomian dan pembicaraan lain yang sama sekali tidak menarik perhatian Nindy. Nindy memilih berjalan keluar dan meninggalkan ruang makan yang sudah dihias sedemikian rupa untuk acara gala dinner mereka malam ini. 

Angin malam berhembus lembut tetapi berhasil membuat perempuan itu bergidik. Nindy menyukai aroma kebebasannya, tak ada lagi yang perlu dikhawatirkan perempuan itu. Kini dia manusia bebas yang tak terikat apapun.

"Hai," sebuah suara mengagetkannya berasal dari belakang.

Tak perlu berbalik, tak lama si pemilik suara sudah berhasil mengejarnya.

"Pak Malik," Nindy selalu harus siap dibuat terkejut apabila bersama bos barunya ini.

"Mau aku beri tau sebuah rahasia," ucapnya tanpa diminta. 

Nindy berdiri terdiam dan mengarahkan pandangannya pada laki-laki itu.

Nindy mengangguk dan memberi perhatian.

"Maukah menjadi isteriku?" Kata-kata itu menyentak Nindy begitu besar, sama sekali tak pernah diduganya. Seandainya penerangan di tempat itu sebaik di dalam ruangan tadi, pastilah kerutan di dahi dan matanya yang membelalak akan terlihat. 

Pak Malik menatapnya dalam, bukan sorot mata tajam yang selalu ditampakkan laki-laki itu pada Nindy sebelum memarahinya. Nindy sadar dia akan jatuh oleh mata itu, hatinya akan larut oleh kedalaman tatapannya pada Nindy. Untuk kesekian banyak waktu di dalam hidupnya, baru kali ini Nindy merasa benar-benar berbeda, berharga.

"Tidak memberikan jawaban berarti, iya," ucap Nindy. Senyum merekah di bibirnya.




Bos Baru KamiWhere stories live. Discover now