Part 38

2.7K 132 0
                                    

Entah mengapa langkah kami menuntun Nindy ke arah Pak Malik. Hanya ingin meyakinkan apa yang dilihat matanya.

"Tidak bersama pacarmu?" tanya bosnya itu yang melihat Nindy mendekatinya. Pak Malik menghisal rokok dan menghembuskannya sambil membuang muka.

Nindy tak suka diperlakukan seperti ini. Kata 'pacar' terus saja diulang laki-laki di hadapannya, membuatnya tak nyaman alih-alih merasa bangga. Kata itu ketika keluar dari mulut Pak Malik entah mengapa terdengar menyimdir. Nindy tak senang, sungguh.

"Berhentilah mengucapkannya berulang-ulang, Pak!" Nindy setengah berteriak dan sesaat kemudian menyesalinya. Siapapun bisa saja berada di sekitar mereka dan mendengar ucapan Nindy yang tak sopan pada bosnya.

"Apa ada yang salah?" Pak Malik menghisap sekali lagi rokok di tangannya dan membuangnya. Berjalan mendekati Nindy, Pak Malik mengintimidasinya.

Nindy mundur selangkah. Berusaha menerka apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Apa kamu malu dengan pacarmu itu?" pertanyaan yang terdengar pedas. Pak Malik berlalu, meninggalkannya yang masih terbengong berdiri di sana. Mengapa seolah aku yang begitu hina?

Ketika Nindy berbalik, laki-laki itu sudah tak lagi di sana, basement kosong, dan Nindy kembali teringat alasannya di tempat itu. Nindy mengayunkan langkah kakinya menuju toilet tetapi hatinya penuh dengan rasa dongkol. Ada kata-kata yang tak sempat terucap pada Pak Malik. Nindy tak biasa membiarkan seseorang merasa menang mempermainkan hatinya.

Ketika kembali ke atas, radar matanya otomatis mencari laki-laki itu. Bukan Ilman. Tetapi Pak Malik, laki-laki berkacamata cokelat yang saat ini sedang menyantap makan siangnya di sebelah Ilman. Apakah bisa lebih buruk?

Ilman dari jauh melambai pada Nindy. Pandangan mata mereka bertemu. Bukan Ilman dan Nindy tetapi Nindy dan laki-laki menyebalkan di sebelahnya. Genderang perang sudah ditabuh. Aku tak rela mengalah lagi.

Bos Baru KamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang