Part 25

3.4K 169 0
                                    

Ilman membonceng Nindy dengan motornya. Nindy sering dibonceng teman laki-lakinya tetapi baru kali ini dengan Ilman. Ilman adalah kakak tingkatnya sewaktu kuliah dahulu, Ilman juga yang menginformasikan lowongan pekerjaan di kantornya kepada Nindy. Tanpa disadari. perempuan itu, Ilman selama ini telah banyak membantunya.

Mereka berhenti di sebuah rumah makan seafood tak jauh dari kantornya. Nindy suka seafood, dia yang memilih tempat ini ketika Ilman tadi bertanya mau makan di mana mereka. Ilman mengikuti keinginan Nindy. Laki-laki itu sangat menghargainya, memperlakukannya selayaknya perempuan yang berharga.

"Bagaimana pendapatmu tentang Pak Malik?" Nindy tak menyangka akan mendengar pertanyaan itu dari Ilman.

"Bos barumu itu tampak baik dan kompeten," tambahnya.

Nindy melihat ke dalam mata Ilman, berusaha menangkap maksud dari pertanyaannya. Ilman serius atau hanya mengetesnya.

Laki-laki di hadapannya ini tak bisa dibilang jelek. Beberapa teman seusia mereka sering membicarakan ketertarikan mereka pada Ilman. Ilman memang ramah pada siapa saja. Tak jarang hal itu bisa membuat perempuan salah sangka. Itu juga yang berusaha dihindari Nindy selama ini.

"Hmm.. dia pasti kompeten sehingga dipromosikan pada usia semuda itu," jawab Nindy. Panggilannya pada bos barunya itu sama sekali tidak menunjukkan penghargaan. Nindy tak peduli. Kalau saja orang lain tau apa yang sudah diperbuat Pak Malik padanya, siapapun pasti akan setuju dengan tindakan Nindy.

"Aku setuju denganmu, aku pernah ikut rapat dengan Beliau dan pemaparannya saat itu sungguh luar biasa. Pak Malik cepat belajar cara kerja di kantor kita dan bisa menawarkan inovasi yang brilian," bimar-binar kebanggan tampak di mata Ilman.

Nindy hanya menggeleng," Ohh," ujarnya datar. Kalau saja bisa pindah bagian, aku pasti yang pertama mengusulkan diri.

" Nindy, boleh tidak aku menyukaimu?" Pertanyaan yang nyaris membuat Nindy tersedak.

" Upss, sorry," Ilman mengambil beberapa lembar tisu dan memberikannya pada Nindy.

Nindy tersenyum, tak menyalahkan teman laki-lakinya itu. Nindy sudah menduga semua ini lambat laun akan terjadi.

"Aku tak bisa melarangmu. menyukaiku," jawabnya diplomatis.

"Mau jadi pacarku? " Ilman seolah tak. membiarkan kesempatan ini lewat.

Nindy tau tak bisa memutuskan saat ini juga. Ilman sosok yang sempurna sebagai seorang kekasih. Tetapi apakah ini saat yang tepat?

Lama Nindy terdiam tenggelam dalam pikirannya sendiri.

"Oke, diam berarti setuju!" Ilman menyimpulkan.

Bos Baru KamiWhere stories live. Discover now