Part 43

2.7K 126 0
                                    

Nindy sadar, semakin lama berada di tempat itu, semakin tak karuan pembicaraan keduanya dan Nindy yang pada akhirnya akan disalahkan karena telah berbicara tidak sopan dengan atasan. Nindy membuka tutup botol dan meneguk sekali lagi air di dalamnya. Sepertinya acara akan berlangsung lama. Nindy melihat Ilman sedang tampil memeragakan pegawai kantor yang sedang dimarahi atasannya. Nindy tersenyum melihat kekasihnya itu. Seandainya di sebelah perempuan itu tak ada Pak Malik, Nindy mau berlama-lama menyaksikan Ilman tampil dan memberikan standing applause  untuknya di akhir pementasan. Sayangnya, hati Nindy terlalu kesal saat ini. 

Nindy bangkit dari kursinya dan membalikkan badan, meskipun ruangan itu begitu gelap, Nindy tau ke mana harus berjalan.

Semakin jauh dari panggung, hingar bingarnya semakin tak terdengar oleh Nindy. Perempuan itu membuka pintu aula di mana ada beberapa panitia yang berjaga di sana. Nindy hanya tersenyum meskipun tau kalau senyumnya tak ada gunanya karena tak kan terlihat oleh mereka yang berdiri di sana. Hembusan angin malam menyapu pipinya, bulir hangat menetes dari pelupuk mata Nindy. Mengapa hidup harus begitu berat?

Nindy kembali ke kamarnya dibantu dengan lampu ponsel yang sengaja dinyalakannya. Jalan itu begitu gelap, Nindy tau kalau dia merasa takut tetapi sudah terlanjur berjalan sejauh ini, Nindy tak kan kembali ke sana. Nindy memutar kunci dan membuka pintu, segera setelah menutup dan menguncinya kembali dari dalam, perempuan itu menghempaskan tubuhnya di kasur dan langsung terlelap. Rasa lelah menyelimuti raga dan hatinya. 

"Nindy, sudah pagi," teman sekamarnya membangunkan Nindy. Nindy mengerjapkan mata dan melihat kalau di luar tampak sudah mulai terang. Nindy terbangun dan menyadari kalau dia berencana untuk lari pagi dan telah menyampaikan rencana itu pada teman sekamarnya. Itulah yang menjadi alasan dia dibangunkan saat ini.

"Kau mau ikut?" Nindy bertanya pada teman sekamarnya.

"Gak ah, aku masih ingin berguling-guling, tubuhku masih lelah," jawab yang ditanya.

Nindy tersenyum mengangguk dan bergegas memasang sepatu kets yang telah disiapkannya. Diambilnya ponsel dan dimasukkan ke saku celana trainingnya. Nindy siap untuk menyapa matahari pagi ini, melarikan diri dari amarahnya yang masih tertinggal karena kejadian beberapa waktu belakangan semenjak kedatangan Pak Malik dalam hidupnya. Nindy sengaja tak menyampaikan kepada Ilman rencananya pagi ini karena Nindy hanya ingin sendiri. Perempuan itu sedang tak ingin berbasa-basi dan diganggu oleh siapapun.


Bos Baru KamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang